Liputan6.com, Jakarta Situasi pandemi yang dinilai mendesak membuat para ilmuwan berlomba-lomba mencari vaksin COVID-19. Bahkan, tahap penelitian yang seharusnya dilakukan secara runut bisa dikerjakan bersamaan.
Hal tersebut diungkap oleh peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wien Kusharyoto.
Baca Juga
Pergerakan Independen Alex Kuple dalam Bermusik, Ogah Bergantung pada Major Label Berkat Kedekatan dengan Musisi Indie
Mendagri Tito Karnavian Beberkan Alasan Yogyakarta Tetap Naik Pertumbuhan Ekonomi saat Pandemi Covid-19
Pandemi Adalah Wabah Global, Pahami Ciri-Ciri, Cara Menghadapi, serta Bedanya dengan Endemi dan Epidemi
Ia menjelaskan, secara umum pengembangan vaksin membutuhkan proses pengujian pra-klinis atau uji coba pada hewan, fase 1, fase 2, hingga fase 3 yang tiap tahap membutuhkan waktu tak sebentar.
Advertisement
"Karena kondisi pandemi, semuanya serba tumpang tindih sekarang," kata Wien dalam sebuah temu media daring pada Selasa kemarin, ditulis Rabu (29/7/2020).
"Ada yang sedang mengembangkan tahap pra-klinis namun pada saat yang sama sudah mulai dilakukan uji klinis tahap 1 pada manusia," ujarnya.
Perusahaan Sedang Bertaruh
Selain itu pada beberapa studi, uji klinis tahap 1 pun juga digabungkan dengan tahap 2. Di saat yang sama, fasilitas atau pabrik untuk produksi pun juga sudah disiapkan.
"Jadi pada saat ini pada dasarnya, perusahaan-perusahaan ini sedang bertaruh bahwa vaksinnya nantinya aman dan efektif lalu layak dipasarkan, sehingga pada saat yang sama, mereka sudah mulai menyiapkan fasilitas produksi dalam jumlah besar."
Hal ini dilakukan agar nantinya, apabila vaksin sudah mendapatkan izin edar, produksi dalam jumlah yang lebih besar bisa segera dimulai.
Ia mengatakan, rekor vaksin tercepat yang pernah dibuat dipegang oleh vaksin measles atau campak. Hingga dipasarkan, vaksin tersebut membutuhkan waktu hingga 4 tahun.
Wien mengungkapkan bahwa uji klinis tahap kedua vaksin dari Sinovac pun belum sepenuhnya dikatakan selesai di negara asalnya, China. Mereka baru merampungkan diuji klinis tahap dua pada kelompok usia 18 sampai 59 tahun.
Ini berarti, Indonesia masih belum boleh melakukan uji klinis untuk mereka yang berusia di atas 60 tahun atau pada usia anak-anak.
"Karena uji klinis tahap dua ini belum dilakukan pada kelompok umur tersebut. Jadi harus bertahap," kata Wien.
Advertisement