Baru Ditemukan di Surabaya, Peneliti Unair Masih Teliti Mutasi Virus Corona Q677H

Peneliti Unair masih meneliti mutasi virus Corona Q677H yang baru ditemukan.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 07 Sep 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2020, 18:00 WIB
virus-coronavirus-sars-cov-2-flash-4915859
Peneliti Unair masih meneliti mutasi virus Corona Q677H yang baru ditemukan. Sumber: Pixabay

Liputan6.com, Jakarta Peneliti Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur masih meneliti mutasi virus Corona Q677H. Mutasi Q677H baru-baru ini ditemukan dari hasil sampel pasien COVID-19 di Surabaya.

Dari temuan awal, peneliti Unair mengamati proses mutasi virus Corona Q677H ditemukan di lokasi protein spike yang sama dengan mutasi D614G. Dalam hal ini, lokasi yang sama tersebut terjadi perubahan asam amino.

"Sampai saat ini, kami masih meneliti lebih lanjut mutasi virus Corona Q677H. Ya, masih progress," ujar Ketua Insitute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga Maria Lucia Inge Lusida saat dikonfirmasi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Senin (7/9/2020).

Inge melanjutkan, mutasi Q677H sudah masuk dalam basis data GISAID Initiative--basis data global virus influenza--yang juga ditemukan di beberapa negara Eropa, Amerika Serikat, Australia, dan India.

Namun, mutasi virus Corona Q677H di Indonesia pertama kali baru ditemukan di Surabaya. Kabar tersebut disampaikan pakar biomolekuler Unair Ni Nyoman Tri Puspaningsih.

"Q677H sudah ditemukan di negara lain. Lalu bukan berarti mutasi virus Corona Q677H ini disebut sebagai virus khas Surabaya. Maksudnya, baru pertama kali ditemukan di Surabaya," ujarnya di Surabaya.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:


Ditemukan pada Mei 2020

[Fimela] Virus
Q677H ditemukan pada Mei 2020. Ilustrasi Virus | unsplash.com/@cdc

Perjalanan mutasi virus Corona Q677H rupanya sudah ditemukan pada Mei 2020. Kode virus tersebut ditemukan bersamaan dengan adanya temuan mutasi virus Corona D614G.

Nyoman menyebut, awal penemuan Q677H tersebar di enam negara, termasuk Indonesia, tepatnya di Surabaya. Saat ini, mutasi virus Q677H telah berkembang di 24 negara.

"Ini tentu menarik, dari enam negara pada bulan Mei 2020. Kemudian sekarang berkembang menjadi 24 negara. Lokasi mutasi Q677H bersamaan dengan lokasi mutasi yang sama dengan D614G," lanjutnya.

"Artinya, di lokasi protein spike (yang berbentuk seperti paku-paku) ada dua muatan yang saling berdekatan dan juga dekat dengan protein sel inang manusia. Mereka membantu memotong spike itu menjadi dua sub unit, yakni Spike (S1) dan Spike 2 (S2)."

Lantas apakah dengan adanya penemuan Q677H dilokasi yang sama membuatnya serupa dengan kecepatan penularan D614G? Dari hasil uji laboratorium, mutasi D614G diketahui lebih menular 10 kali lipat.

"Tim peneliti berupaya melakukan blocking di daerah lokasi mutasi. Soal Q677H dan D614G mana yang lebih menular, kami belum bisa menginformasikan," jelasnya.

"Ya, karena mutasi Q677H baru ditemukan. Jadi, perlu diteliti lebih lanjut pola interaksi protein-protein antara protein sel inang dengan protein virus."


Sifat Virus yang Bermutasi

Ilustrasi Virus
Virus yang bermutasi. Ilustrasi Virus (Bola.com/Pixabay)

Kajian terhadap interaksi protein spike mutasi virus Corona Q677H juga masih dilakukan peneliti Unair. Data mutasi Q677H pun masih sedikit sekali diperoleh karena data dari Indonesia baru di Surabaya saja.

"Kalau mutasi D614G kan 77,5 persennya ada di database GISAID. Artinya, keberadaan strain virus ini sudah ada di mana-mana. Tepatnya hampir 80 persen dari semua virus yang sudah terdata. Jadi, ini menunjukkan D614G menyebar cepat," tambah Nyoman.

"Untuk mutasi Q677H karena baru ditemukan masih akan dipelajari dulu. Kami juga akan mengkaji interaksi protein dan pemodelan yang ada berdasarkan motif pemotongan protein terhadap spike. Mengingat data dari Indonesia masih sedikit di GISAID, sehingga belum bisa memberikan kesimpulan."

Lantas apakah kecepatan mutasi virus, termasuk Q677H yang ditemukan di Surabaya dipengaruhi kasus konfirmasi positif COVID-19 di Surabaya atau Jawa Timur yang cukup banyak dibanding provinsi lain?

"Kecepatan mutasi tidak diukur dari banyaknya kasus positif. Kalau ingin mengetahui penularan yang lebih cepat, perlu dilihat data penelusuran kontak (contact tracing). Kemudian bandingkan persentase positif dari pembawa ke pembawa (antar individu dalam penelusuran kontak)," jelas peneliti biomolekuler Ahmad Utomo kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, Senin (7/9/2020).

Menyoal kemunculan mutasi virus Corona, pakar mikrobiologi Universitas Indonesia Pratiwi Sudarmono menyampaikan, mutasi dipengaruhi adanya sifat RNA virus Corona. RNA virus Corona punya sifat yang berubah dengan cepat. Perubahannya bisa terjadi setiap menit.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya