Liputan6.com, Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI mulai melakukan uji klinik plasma konvalesen sebagai terapi tambahan COVID-19. Uji klinik ini turut melibatkan pasien-pasien terpilih sesuai kriteria.
Menurut ketua peneliti Prof. Dr. dr. David Handojo Muljono, SpPD, pemberian plasma konvalesen akan diberikan kepada kelompok pasien dengan kriteria inklusi. Adapun kelompok pasien ekslusi yang tidak dapat diikutsertakan dalam uji ini adalah pasien dengan risiko tinggi, baik ada alergi, beban cairan, dan lain-lain.
Baca Juga
“Karena ini adalah kegiatan uji coba atau uji klinik di mana pasien dengan risiko tinggi bukan saatnya untuk diberikan plasma konvalesen,” ujar David dalam webinar Balitbangkes, Selasa (8/9/2020).
Advertisement
Ia menambahkan, setiap pasien akan diberikan 200 ml plasma yang didapatkan dari donor yang sudah sembuh dan diberikan dua kali. Dari uji tersebut diharapkan akan didapatkan data dan bukti yang baik.
“Kemudian pasien tersebut akan dipantau selama 28 hari dari saat pemberian pertama. 14 hari pertama pasien dipantau di rumah sakit dan setelah 14 hari kalau dokter sudah mengizinkan pulang diperbolehkan pulang namun tetap berhubungan dengan dokter dan rumah sakit supaya bisa dievaluasi di hari yang ditentukan.”
Simak Video Berikut Ini:
Definisi Plasma Konvalesen
Uji klinik ini dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. HK 0107/Menkes/3462020 tentang Tim Penelitian Uji Klinik Pemberian Plasma Konvalesen Sebagai Terapi Tambahan COVID-19.
Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, menurut Plt. Kepala Badan Litbangkes, dr. Slamet, MHP, para peneliti dunia sedang berusaha menemukan vaksin, obat, metode, dan bukti ilmiah terkait COVID-19. Salah satunya dalam penggunaan plasma konvalesen sebagai terapi tambahan.
“Plasma merupakan bagian darah yang mengandung antibodi dan konvalesen merupakan kata yang mengacu pada orang yang sembuh dari suatu penyakit. Plasma konvalesen COVID-19 merupakan bagian dari darah yang mengandung antibodi dari orang-orang yang sudah sembuh dari serangan COVID-19,” ujarnya dalam webinar Balitbangkes, Selasa (8/9/2020).
Dalam uji klinis ini, orang yang sudah sembuh dan bersedia menyumbangkan darahnya atau yang disebut sebagai donor akan diperiksa apakah orang tersebut memenuhi syarat yang ditentukan atau tidak. Jika memenuhi syarat maka akan diminta sebagai donor membantu para penderita COVID-19.
“Tentu ini dilakukan dengan mengikuti protokol yang dipandu para peneliti.”
Advertisement