Stigma Negatif Jadi Kendala Pelacakan Kontak Kasus COVID-19

Stigma negatif menjadi kendala pelacakan kontak kasus COVID-19.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 30 Sep 2020, 12:00 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2020, 12:00 WIB
Tim Medis Swab Tes Pegawai Kecamatan
Petugas medis mengambil sampel lendir saat tes usap (swab test) pegawai kecamatan Sawah Besar, Jakarta, Selasa (18/8/2020). Tes swab yang dilakukan terhadap seluruh pegawai kecamatan Sawah Besar itu sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Virus Corona Covid-19. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Stigma negatif rupanya menjadi kendala pelacakan kontak (tracing) kasus COVID-19 di Tanah Air. Penolakan-penolakan untuk melakukan tes COVID-19 (testing) menjadi terkendala.

Kondisi tersebut juga berpengaruh terhadap upaya perawatan (treatment), yang bisa saja individu bersangkutan mengalami gejala COVID-19, tapi dirinya tidak menyadarinya. Tak ayal, penularan COVID-19 terus terjadi.

"Kendala terbesar saat ini adalah tracing atau pelacakan kontak. Karena banyaknya resistensi (penolakan) masyarakat di lapangan akibat adanya stigma negatif terhadap penderita COVID-19," ungkap Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (29/9/2020).

Adanya stigma negatif pun harus dihindari. Selain itu, beredar pemberitaan negatif atau hoaks yang menghilangkan rasa percaya kepada pasien yang menjadi subjek pelacakan kontak COVID-19.

 

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

3T yang Tidak Mudah

Masuk Zona Merah, Badan Intelijen Negara (BIN) Gelar Rapid Test Massal di Pamulang
Tenaga medis mendata warga saat rapid test dan swab test massal Badan Intelijen Negara (BIN) di lapangan Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Kamis (2/7/2020). Dengan adanya rapid test yang digelar BIN, Pemkot Tangsel dapat melakukan tracking dan tracing lebih cepat. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Adanya stigma negatif terhadap penderita COVID-19 membuat upaya 3T (testing, tracing, treatment) merupakan upaya yang tidak mudah.

"Sehingga membutuhkan sinergi dengan masyarakat. Oleh karena itu, kami mengimbau kepada masyarakat untuk betul-betul memahami bahwa keterbukaan kita semuanya adalah sangat penting dalam upaya pemerintah  melakukan tracing," Wiku melanjutkan.

"Masyarakat harus terbuka terkait riwayat perjalanan dan interaksi yang telah dilakukan. Kami juga mendorong publik tidak memberikan stigma negatif terhadap mereka yang positif COVID-19."

Dukung Mereka yang Terpapar untuk Sembuh

FOTO: Wisma Atlet Siapkan Tower Baru untuk Isolasi Pasien OTG COVID-19
WNI yang baru kembali dari luar negeri tiba untuk menjalani isolasi di Wisma Atlet, Pademangan, Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (26/9/2020). Wisma Atlet Pademangan tengah mempersiapkan dua tower tambahan untuk merawat pasien terkonfirmasi positif COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Wiku mengajak masyarakat saling melindungi sesama. Siapapun dapat terpapar COVID-19. Bagi mereka yang terpapar COVID-19 harus kita dukung agar sembuh dan tidak menulari ke sesama yang lainnya.

"Caranya, kita sama-sama memudarkan (menghilangkan) stigma negatif terhadap penderita COVID-19. Musuh kita bukan saudara-saudara kita atau orangnya (manusia). Tapi musuh kita adalah virusnya," imbuhnya.

"Bersikap jujur dan suportif ketika dilakukan identifikasi pelacakan kontak dengan petugas adalah hal yang sangat penting dalam mengefektifkan dan mensukseskan program 3T."

Infografis Persentase Sembuh Covid-19 13 Provinsi di Indonesia Lampaui Dunia

Infografis Persentase Sembuh Covid-19 13 Provinsi di Indonesia Lampaui Dunia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Persentase Sembuh Covid-19 13 Provinsi di Indonesia Lampaui Dunia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya