Liputan6.com, Jakarta Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyebutkan pasien carier atau disebut juga sebagai Orang Tanpa Gejala (OTG), berpotensi menularkan COVID-19 melalui udara pada saat melakukan aktivitas bernafas dan menguap. Hal ini karena virus ini di udara merupakan bioaerosol dengan ukuran yang lebih kecil setara dengan kurang lebih sama lima mikron, dibandingkan ukuran virus sebagai droplet atau cairan.
Menurut Peneliti Lingkungan Atmosfer, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Sumaryati, sebagai bioaerosol, virus ini memiliki tiga perbedaan jika dibandingkan dengan droplet (cairan). Pertama, dari segi jumlah virus.
Baca Juga
“Virus sebagai bioaerosol jumlahnya lebih sedikit dibandingkan sebagai droplet,” ujar Sumaryati dalam keterangan resminya ditulis Senin, 19 Oktober 2020.
Advertisement
Kedua, kata Sumaryati, dalam hal penetrasinya ke dalam sistem pernapasan. Sumaryati mengungkapkan karena ukurannya yang lebih kecil, maka virus sebagai bioaerosol dapat mengalami penetrasi lebih masuk ke dalam sistem pernapasan hingga ke paru-paru.
Untuk yang ketiga, lanjut Sumaryati, perbedaan dalam proses transmisi virus di udara. Sebagai bioaerosol, Sumaryati menjelaskan liability atau daya tahan virus di udara adalah sekitar tiga jam dan dapat menjangkau jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan droplet.
“Apalagi jika udara dalam kondisi tidak stabil,” ucap Sumaryati.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Juga Video Berikut Ini:
Cara mencegah penularan, tetap jaga jarak
Udara yang tidak stabil di dalam ruangan tertutup, Sumaryati mencontohkan, jika menyalakan AC (alat pendingin ruangan) yang diletakkan di bagian atas ruangan. Sementara itu untuk luar ruangan atau udara terbuka, udara pada siang hari lebih tidak stabil jika dibandingkan dengan malam hari.
Meskipun demikian, Sumaryati menyebutkan, daya jelajah virus di ruang terbuka tidak sampai menjangkau jarak yang sangat jauh karena bukan termasuk kategori long range transmission atau setara lebih dari 100 Kilometer, sebagaimana fenomena asap kabut dari Sumatra atau Kalimantan yang bisa mencapai Malaysia atau Singapura.
Sumaryati juga mengingatkan kepada masyarakat bahwa untuk mencegah penyebaran virus sebagai bioaerosol, selain menerapkan protokol cuci tangan yang ketat, interaksi sosial sedapat mungkin dilakukan dengan jarak yang lebih jauh dari 2 meter. Karena menurutnya, meskipun memakai masker, risiko penularan masih bisa terjadi.
Advertisement