Liputan6.com, Jakarta Vaksin Merah Putih masih terus dikembangkan hingga saat ini dan diproyeksikan distribusinya pada awal tahun 2022. Hal itu bila vaksin Merah Putih sudah melalui seluruh tahap uji klinis fase 1, 2, dan 3.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, perkembangan vaksin Merah Putih. Bibit vaksin Merah Putih diharapkan dapat diserahkan kepada PT Bio Farma pada 2021.
Advertisement
"Hingga saat ini, vaksin Merah Putih sedang dikembangkan oleh sejumlah universitas dan lembaga penelitian terkemuka di Indonesia. Kami terus mengawal dan dukung pengembangan vaksin ini dengan baik," kata Wiku saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (19/11/2020).
"Dan juga bibit vaksin Merah putih diharapkan dapat diserahkan kepada PT Bio Farma pada tahun 2021. Selanjutnya, Bio Farma akan melakukan uji klinis tahap 1 sampai 3."
Jika seluruh tahapan uji klinis berjalan dengan baik, maka izin edar vaksin Merah Putih diproyeksikan diperoleh pada akhir 2021 dan akan didistribusikan awal tahun 2022.
Â
Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Target Produksi Vaksin Merah Putih Akhir 2021
Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kemenristek/BRIN Ali Ghufron Mukti mengatakan, vaksin Merah Putih ditargetkan siap produksi Desember 2021. Pihaknya terus mengecek kesiapan produksi vaksin Merah Putih, terutama pengecekan di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
"Kami mengecek kesiapan Unair untuk segera memproduksi vaksin Merah Putih. Jadi, construction adenovirus spike and RBD--protein rekombinan virus--selesai prosesnya pada Februari 2021 dan ini bisa dipercepat," kata Ali melalui dialog virtual Vaksin dan Pembangunan Kesehatan Indonesia, Rabu (18/11/2020).
"Laku clinical trial sekitar Mei-Juni 2021. Kemudian kami targetkan produksi Desember 2021."
Tahapan proses pembuatan vaksin Merah Putih juga masih panjang, dari uji pra-klinik dengan menggunakan hewan, kemudian uji klinis fase 1, 2, dan 3.
"Masih perlu uji klinik hewan, katakanlah praklinik. Kemudian juga uji klinik tahap 1, 2, dan 3. Proses ini perlu izin dari BPOM untuk bisa scalling production atau sampai pada tahapan produksi," terang Ali.
Advertisement