Stigma Persulit Tracing Kontak Erat dan Pasien COVID-19

Stigma menjadi salah satu hal yang mempersulit petugas dalam pelacakan kontak erat dan pasien COVID-19 di masyarakat

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 29 Des 2020, 20:00 WIB
Diterbitkan 29 Des 2020, 20:00 WIB
Badan Intelijen Negara (BIN) menggelat rapid test massal di Kantor Kelurahan Pondok Betung Tangerang Selatan.
Petugas berjaga saat rapid test massal di Kantor Kelurahan Pondok Betung, Tangerang Selatan, Kamis (14/5/2020). Rapid test massal Covid-19 digelar BIN untuk mendukung program pemerintah, yakni melakukan test yang masif, tracing yang agresif, serta isolasi yang ketat. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta Pelacakan (tracing) orang-orang yang berkontak erat dengan pasien COVID-19 bisa menjadi lebih sulit dengan adanya stigma terhadap mereka yang telah terkena virus corona.

Retno Asti Werdhani, Anggota Sub Bidang Tracing Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVID-19 mengungkapkan bahwa akibat stigma, beberapa pasien COVID-19 menjadi tertutup mengenai kontak eratnya.

Dalam dialog virtual dari Graha BNPB, Jakarta pada Senin (28/12/2020), Retno mengatakan apabila seseorang dinyatakan positif COVID-19, maka ia bisa segera dibawa ke perawatan di ruang isolasi.

"Tapi selain itu kita juga ada yang namanya kontak erat," kata Retno.

Ia menjelaskan, kontak erat berarti orang-orang yang berkontak dengan pasien COVID-19 dengan kriteria tertentu, dan berpotensi menularkan ke orang lain. "Kalau tidak kita telusuri dan tidak kita karantina, mereka bisa jadi sumber infeksi bagi yang lain," kata Retno menambahkan.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

Jadi Tak Mau Terbuka

Warga DKI yang Tolak Tes Covid-19 Didenda Rp5 Juta
Warga mengikuti tes usap (swab test) COVID-19 di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Senin (19/10/2020). Pemprov DKI dan DPRD DKI Jakarta berencana mengatur sanksi denda Rp 5juta bagi warga yang menolak rapid test maupun swab test atau tes PCR (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dengan adanya stigma, Retno mengungkapkan bahwa orang yang menjadi kontak erat juga takut untuk mengakui bahwa dirinya baru saja bertemu dengan pasien COVID-19.

"Mereka juga tidak mau dipantau," ujarnya. "Padahal fungsi tracer adalah dalam telusur adalah bukan ingin mengidentifikasi, bukan ingin mencari 'tersangka' tapi kami ingin membantu mereka."

Retno menyebut, yang sesungguhnya dilakukan petugas pelacakan adalah membantu pasien COVID-19, supaya mereka dapat memenuhi kebutuhannya selama menjalani perawatan dan isolasi.

Selain itu, dengan munculnya ketakutan dan stigma, orang jadi khawatir untuk berobat ke rumah sakit karena takut akan "di-covid-kan."

"Padahal dengan mereka memiliki gejala awal, sedini mungkin, tidak enak, datang saja langsung ke dokter. Semakin dini diperiksa, akan semakin jelas mereka terinfeksi atau tidak. Semakin cepat juga penangannya."

Infografis 3 Manfaat Tracing Putus Rantai Penularan Covid-19

Infografis 3 Manfaat Tracing Putus Rantai Penularan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 3 Manfaat Tracing Putus Rantai Penularan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya