Liputan6.com, Jakarta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan bahwa meski para ilmuwan sangat yakin varian baru virus corona COVID-19 tidak lebih mematikan, namun masyarakat tetap harus mencegah dirinya agar tidak tertular.
Zubairi Djoerban, Ketua Satgas COVID-19 IDI mengatakan, mengingat varian baru virus corona ini lebih mudah menular, maka dikhawatirkan jumlah pasien yang semakin banyak akan membebani layanan kesehatan.
Baca Juga
"Karena jumlahnya menjadi jauh lebih besar dari sebelumnya, tentu signifikan untuk menjadi beban dari rumah sakit-rumah sakit rujukan, pengobatan, dan akhirnya nakes (tenaga kesehatan) juga," kata Zubairi.
Advertisement
Dalam pemaparannya di dialog virtual dari BNPB pada Selasa (29/12/2020), Zubairi mengungkapkan bahwa virus SARS-CoV-2 varian baru yang pertama kali diidentifikasi di Inggris, lebih mudah menular 71 persen dibanding sebelumnya.
"Namun para ahli amat sangat yakin bahwa memang virus B117 amat sangat mudah menular, namun tidak lebih mematikan. Sekali lagi, tidak lebih mematikan," ujarnya.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Penularan yang Lebih Cepat
Zubairi menjelaskan, temuan varian baru ini sendiri dimulai ketika ada penurunan kasus COVID-19 di Inggris, kecuali di wilayah Kent dan Medway. Setelah diteliti, terungkap bahwa adanya mutasi virus corona di daerah tersebut, yang lebih cepat menular.
Dia mengatakan, hingga 13 Desember 2020, Inggris sudah melaporkan 1.108 kasus SARS-CoV-2 varian baru ini. "Diduga pada pertengahan Januari, hampir semua orang yang terinfeksi di Inggris itu akibat varian yang baru," kata Zubairi.
Ia menambahkan karena penularannya yang lebih cepat, diperkirakan dalam dua pekan ke depan, kemungkinan 90 persen virus corona penyebab COVID-19 yang ada di Inggris adalah varian yang baru.
"Jadi bisa dikatakan amat sangat cepat. Jadi 71 persen tadi maknanya harus disesuaikan dengan angka di lapangan, di mana dalam waktu dua minggu di seluruh Inggris infeksinya sudah dengan varian baru."
Zubairi mengatakan, vaksin COVID-19 yang tengah dikembangkan kemungkinan besar masih efektif terhadap virus varian baru. Namun, hal ini juga masih harus dibuktikan dengan penelitian lebih lanjut.
"Ini belum 100 persen yakin karena harus dibuktikan dengan penelitian yang mengikut sertakan pasien-pasien dengan varian baru," katanya.
Advertisement