Liputan6.com, Jakarta Vaksinasi diyakini sebagai salah satu cara untuk mengatasi pandemi COVID-19. Beberapa vaksin COVID-19 yang telah melewati proses uji klinis fase 3 menunjukkan efektivitas dan keamanan yang baik. Karenanya, sejumlah negara pun mulai melaksanakan program vaksinasi COVID-19 sejak Desember 2020.
Di Indonesia, program vaksinasi COVID-19 akan mulai dilakukan pada pertengahan Januari 2021. Hal tersebut disampaikan Jokowi pada penghujung 2020.
Baca Juga
"Vaksinasi juga akan segera dilakukan pertengahan Januari 2021 ini, untuk mencapai herd immunity, kekebalan komunal, sehingga penyebaran COVID-19 bisa kita hentikan," ungkap Jokowi dalam akun Youtube Sekretariat Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (31/12/2020).
Advertisement
Memasuki 2021, Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto kembali menegaskan bahwa vaksinasi COVID-19 di Tanah Air akan mulai dilakukan pada minggu kedua Januari 2021.
"Ini tentu menunggu emergency use authorization daripada Badan POM dan juga terkait dengan kehalalan,” kata Airlangga Hartarto dalam Keterangan Pers Menko Perekonomian, Kantor Presiden, Senin (4/1/2021).
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, jumlah target vaksinasi COVID-19 untuk mencapai herd immunity di Indonesia yakni 181,5 juta individu di atas usia 18 tahun. Tenaga kesehatan (nakes) menjadi kelompok yang diprioritaskan untuk disuntik vaksin. Pemerintah menilai, nakes sebagai garda terdepan dalam penanganan COVID-19 menjadi kelompok yang rentan terpapar. sehingga perlu menjadi yang pertama untuk divaksinasi. Langkah tersebut merujuk pada panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Guna mewujudkan program vaksinasi COVID-19 dalam waktu dekat, Pemerintah telah mengupayakan penyediaan vaksin COVID-19 melalui lima jalur bilateral maupun multilateral. Melalui jalur-jalur tersebut, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Luar Negeri memastikan suplai vaksin dari produsen farmasi luar negeri seperti Sinovac dari China, Novavax dari Kanada-Amerika, Pfizer dari Jerman-Amerika, AstraZeneca dari Inggris-Swiss, dan COVAX/GAVI dari aliansi vaksin dunia dengan dukungan CEPI dan WHO.
Budi mengatakan, program vaksinasi virus Corona di Indonesia memerlukan waktu hingga 15 bulan secara bertahap. Hal itu juga disampaikan Siti Nadia Tarmizi, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan.
Siti Nadia optimistis target vaksinasi 181,5 juta bisa tercapai dengan suplai vaksin yang telah diupayakan pemerintah. Menurutnya, fasilitas kesehatan yang siap untuk vaksinasi juga cukup. "Kita punya 13 ribu puskesmas dengan hampir 2.500 rumah sakit, serta didukung 49 kantor kesehatan pelabuhan, yang akan menjadi fasyankes yang akan memberikan pelayanan vaksinasi kepada seluruh sasaran."
Selain itu, Siti juga menyebut bahwa saat ini sudah ada 30 ribu vaksinator yang telah dipersiapkan untuk memberikan vaksin COVID-19 kepada seluruh sasaran.
"Jadi kami cukup yakin untuk bisa menyelesaikan vaksinasi ini dan didukung dengan SDM serta sarana dan prasarana yang saat ini sudah siap."
Simak Juga Video Berikut Ini:
Distribusi Vaksin COVID-19
Tiga juta vaksin COVID-19 produksi Sinovac yang sudah ada di Indonesia mulai didistribusikan ke seluruh provinsi di Indonesia pada Minggu, 3 Januari 2021. Vaksin-vaksin tersebut didistribusikan dengan pengawalan ketat. Sejumlah di antaranya telah sampai tujuan pada Senin, 4 Januari 2021.
Dalam hal distribusi vaksin, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 PT Bio Farma Bambang Herianto mengatakan Indonesia telah memiliki pengalaman program vaksinasi yang selama ini berjalan baik.
"Vaksin ini sebetulnya bukan program yang pertama kali dilakukan di negara kita, banyak sekali program-program vaksinasi yang sudah berjalan selama ini, dan berjalan dengan baik dilakukan oleh Kementerian Kesehatan," kata Bambang dalam konferensi persnya secara virtual pada Minggu (3/1/2021).
Bambang menyebut, distribusi vaksin COVID-19 juga melibatkan seluruh pihak dan bukan hanya Bio Farma sebagai distributor. Pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan puskesmas juga akan dilibatkan untuk menjaga agar perjalanan vaksin berjalan dengan baik.
"Semua rantai dingin di 2 sampai 8 derajat, insyaallah kita sudah siap, sehingga vaksin yang akan digunakan di masyarakat benar-benar terjamin mutu dan kualitasnya."
Pendistribusian dilakukan meski vaksin bernama CoronaVac belum mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use of authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Wilayah Indonesia yang luas serta berbentuk kepulauan membutuhkan usaha besar agar vaksin COVID-19 sampai ke titik-titik penyuntikan. Itu sebabnya vaksin COVID-19 Sinovac sudah dikirim ke pelosok Indonesia seperti disampaikan Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 BPOM Lucia Rizka Andalusia dalam konferensi pers daring pada Senin, 4 Juli 2021.
"Indonesia adalah negara kepulauan, dibutuhkan usaha besar untuk bisa sampai ke titik-titik penyuntikan. Oleh sebab itu sesuai arahan Pak Menteri Kesehatan, pendistribusian vaksin mulai dilakukan ke daerah-daerah," kata Rizka di Kantor Presiden Jakarta.
Ketika vaksin Sinovac ini sudah mengantongi EUA dari BPOM, bisa langsung disuntikkan ke petugas kesehatan yang merupakan target pertama yang bakal divaksin.
"Vaksinasi baru dapat dilakukan jika sudah mendapat izin UEA dari BPOM," kata wanita yang menjabat sebagai Direktur Registrasi Obat BPOM ini.
Saat ini, BPOM masih menunggu beberapa data terkait uji klinis fase tiga vaksin COVID-19. Setelah data tentang keamanan dan khasiat mutu didapatkan, sesegera mungkin dilakukan evaluasi apakah bisa mengeluarkan EUA.
"Apabila dari hasil uji klinis vaksin tersebut dinyatakan memiliki syarat keamanan, khasiat mutu serta pertimbangan bahwa manfaat jauh lebih besar dari risiko, tentu EUA dapat diterbitkan," kata Rizka.
Advertisement
Parameter untuk Menilai Khasiat Vaksin
Juru Bicara Vaksin COVID-19 di Indonesia dari BPOM RI, Dr dra Lucia Rizka Andalusia MPharm Apt, mengatakan, keamanan vaksin Corona dipantau secara periodik pada subjek uji klinis, yaitu 30 menit setelah penyuntikan, dan dipantau secara ketat setiap harinya sampai 14 hari pertama.
Pemantauan terus berlanjut hingga tiga dan enam bulan setelah penyuntikan vaksin COVID-19.
Terkait perkembangan persetujuan pemberian vaksin COVID-19 atau emergency use of authorization (EUA) atau penggunaan kedaruratan pada vaksin Corona, BPOM melakukan rolling submittion.
"Di mana data yang dimiliki industri farmasi dapat disampaikan secara bertahap," kata Lucia dalam keterangan pers yang disiarkan secara langsung di kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Senin sore, 4 Januari 2021.
BPOM, lanjut Lucia, telah melakukan evaluasi terhadap data uji pre-klinis dan uji klinis fase 1 dan fase 2 guna menilai keamanan dan respons imun yang dihasilkan dari penggunaan vaksin COVID-19.
Juga hasil uji klinis fase 3 yang dipantau dalam periode satu bulan setelah pemberian suntikan kedua.
"Tentunya sesuai dengan persyaratan dari WHO, minimal pengamatan harus dilakukan sampai tiga bulan untuk interim analisis yang digunakan untuk mendapatkan data keamanan dan khasiat vaksin sebagai data pendukung pemberian UEA," kata Lucia.
Sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pula khasiat vaksin COVID-19 harus dibuktikan dengan beberapa parameter yang harus dipenuhi, yakni:
1. Parameter efikasi
Parameter efikasi merupakan parameter klinis yang diukur berdasarkan persentase penurunan angka kejadian penyakit pada kelompok subjek atau orang yang menerima vaksin COVID-19, dibandingkan subjek atau orang yang menerima plasebo pada uji klinis yang dilaksanakan.
2. Parameter imunogenisitas
Parameter imunogenisitas, jelas Lucia, merupakan parameter pengganti berdasarkan hasil pengukuran kadar antibodi yang terbentuk atau yang dikenal dengan IgG setelah orang diberikan suntikan vaksin COVID-19, dan pengukuran netralisasi antibodi. Yaitu kemampuan antibodi yang terbentuk untuk menetralkan atau membunuh virus.
"Pengukuran ini dilakukan setelah dua minggu dosis terakhir. Seperti yang kita ketahui, vaksinasi dilakukan dengan dua dosis, yaitu hari pertama dan hari ke-14, kemudian dilakukan pengulangan pengukuran pada tiga bulan sampai enam bulan setelah vaksin COVID-19 disuntikkan ke dalam tubuh," ujarnya.
Setelah BPOM RI mendapatkan data-data tersebut, dapat diberikan persetujuan penggunaan atau emergency use of authorization (EUA).
Sedangkan efektivitas vaksin COVID-19, Lucia mengatakan, BPOM akan terus memantau kemampuan vaksin Corona dalam menurunkan kejadian penyakit di masyarakat dalam jangka waktu yang lama.
"Jadi, efektivitas diukur setelah vaksin digunakan secara luas pada kondisi yang nyata di lapangan atau di pelayanan sebenarnya," kata Lucia.
Alur Verifikasi dan Registrasi Vaksinasi
Siti Nadia menyampaikan awal dari alur vaksinasi yang akan segera dilakukan di Indonesia yakni dengan pengiriman pesan singkat berisi notifikasi terkait penerima vaksin COVID-19. Pesan singkat atau SMS tersebut terintegrasi dengan aplikasi PeduliLindungi.
“Program ini merupakan langkah awal dari pemerintah Indonesia untuk pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Indonesia,” ujar Nadia dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden, Senin sore (4/1/2021).
Ia menambahkan, keamanan data para penerima vaksin dijamin oleh pemerintah dan dikelola berdasarkan peraturan perundang-undangan sesuai keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) nomor 253 tahun 2020 yang mencakup:
- Perolehan data pribadi termasuk data kependudukan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Data pribadi dilengkapi dengan sistem keamanan sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Data pribadi tidak dapat digunakan selain penanganan COVID-19.
Kemudian, secara singkat, Nadia menerangkan alur verifikasi dan registrasi bagi setiap penerima vaksin COVID-19.
“Sasaran penerima vaksinasi akan menerima pemberitahuan melalui SMS dengan identitas pengirim ‘Peduli COVID-19’ di mana penerima vaksin akan melakukan verifikasi.”
Penerima vaksin kemudian melakukan registrasi ulang untuk memastikan status kesehatan dan memilih tempat serta jadwal vaksinasi. Untuk daerah dengan kendala jaringan, maka proses verifikasi dan registrasi akan dilakukan oleh Satgas penanganan COVID-19 di kecamatan.
Registrasi ini sangat penting, lanjut Nadia, karena sebagai upaya verifikasi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan oleh sistem untuk mengkonfirmasi domisili serta skrining sederhana terhadap penyakit penyerta yang diderita.
“Verifikasi bagi peserta yang tidak melakukan registrasi ulang akan dilakukan oleh Satgas penanganan COVID-19 di kecamatan.”
Mengenai detail alur vaksinasi, kata Nadia, akan disampaikan pada kesempatan lainnya.
Advertisement
7 Jenis Vaksin COVID-19 yang Ditetapkan
Menkes Budi Gunadi Sadikin menetapkan tujuh jenis vaksin COVID-19 yang akan digunakan untuk pelaksanaan vaksinasi di Indonesia. Ketetapan tersebut termaktub dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/12758/2020 yang diteken pada Senin, 28 Desember 2020.
Jenis vaksin COVID-19 yang akan digunakan untuk vaksinasi sebagaimana keputusan di atas tertuang dalam Diktum Kesatu, sebagai berikut:
1. Vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero)
2. AstraZeneca
3. China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm)
4. Moderna
5. Novavax Inc
6. Pfizer Inc. and BioNTech
7. SinovacLife Sciences Co., Ltd.,
Dari ketetapan menteri kesehatan yang diterima Health Liputan6.com, Kamis (31/12/2020), pada Diktum Kedua berbunyi, Jenis vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU merupakan vaksin yang masih dalam tahap pelaksanaan uji klinik tahap ketiga atau telah selesai uji klinik tahap ketiga.
Diterbitkannya Keputusan Menteri terkait jenis vaksin COVID-19 ini, mencabut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Sebelumnya, keputusan jenis vaksin COVID-19 yang ditandatangani Terawan Agus Putranto menyebut, 6 vaksin yang digunakan untuk vaksinasi, yakni vaksin produksi PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc. dan BioNTech, dan Sinovac Biotech.