Liputan6.com, Jakarta - Makanan ultra proses adalah hal yang mudah ditemui di zaman modern. Namun, konsumsi jenis makanan olahan semacam itu berisiko menimbulkan masalah kesehatan.
Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) mengatakan bahwa saat ini, makanan olahan seperti minuman ringan dalam kemasan, aneka keripik mengandung pengawet, pemanis, pewarna buatan, perisa, dan mengandung gula dan garam tinggi, dengan cepat menggantikan makanan asli di dunia.
Baca Juga
Nia Umar, Ketua Umum AIMI dalam temu media virtual pada Jumat (29/1/2021), mengatakan bahwa ada beberapa ciri-ciri makanan ultra proses. Yang pertama adalah dibuat di pabrik dalam kemasan.
Advertisement
"Sebagian dijual dalam kemasan, bisa dikonsumsi langsung kapan saja dan di mana saja, diolahnya dengan berbagai cara seperti pemadatan, karbonasi, pengocokan, penambahan berat massa, dipipihkan," kata Nia.
Selain itu, promosi makanan ultra proses umumnya dipromosikan secara komersil dan masif untuk menggantikan konsumsi makanan asli, serta memiliki rantai proses produksi yang panjang.
"Sehingga makanan-makanan asli kita seperti contohnya klepon, bergeser menjadi makanan pabrikan yang akhirnya lebih dikenal oleh anak-anak kita saat ini dibandingkan jajanan pasar yang dulu dikonsumsi," kata Nia.
Â
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Tingkatkan Risiko Masalah Kesehatan
Selain itu, makanan ultra proses umumnya memiliki lima atau lebih kandungan bahan pangan.
"Kalau biasa kita masak paling hanya tiga sampai empat bahan, ini lebih dari itu, dan istilahnya tidak ada di bumbu dapur. Kita tidak pakai penstabil, pengawet, laktosa, itu di dapur tidak ada."
Nia mengungkapkan, produk makanan ultra proses yang ada saat ini dijual dan ditujukan untuk berbagai kelompok usia.
Untuk anak usia 0 sampai 6 bulan misalnya bubur instan, bagi anak usia 3 hingga 8 tahun misalnya minuman berkarbonasi, dan bagi orang dewasa seperti minuman beralkohol dan fast food.
Nia mengatakan, berbagai riset telah menunjukkan bahwa makanan ultra proses punya risiko bagi kesehatan
"Kita di Indonesia angka obesitas meningkat tetapi kekurangan gizi juga tinggi, lalu stunting. Jadi permasalahan-permasalahan ini kompleks sekali, belum lagi penyakit jantung."
"Data dimana-mana muncul seperti ini, bahwa makanan ultra proses meningkatkan risiko kanker, diabetes, bahkan hingga depresi," kata Nia.
Meski begitu, Nia mengatakan bahwa tren penjualan makanan ultra proses setiap hari kian meningkat dan masif, termasuk soal promosi. "Sehingga banyak orang-orang tidak tahu cara masak di rumah, bagaimana mempersiapkan makanan."
Nia pun mengatakan bahwa masyarakat perlu diedukasi lebih jauh lagi soal risiko dari makanan ultra proses pabrikan. Selain itu, pemerintah perlu mengatur dengan lebih tegas agar masyarakat juga terlindung dari risiko yang ada.
Advertisement