[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: Perkembangan Terbaru Vaksin COVID-19 AstraZeneca

Perkembangan selanjutnya adalah bahwa di sekitar awal Maret 2021 beberapa negara menghentikan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca/Oxford ini sebagai alasan kehati-hatian sesudah adanya laporan penggumpalan darah pada mereka yang sudah mendapat vaksin.

oleh Prof Tjandra Yoga Aditama diperbarui 02 Mei 2021, 13:02 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2021, 21:00 WIB
Prof Tjandra Yoga
Prof Tjandra Yoga Aditama (Foto: dok. Pribadi)

Liputan6.com, Jakarta Pada 15 Februari 2021, WHO telah mengeluarkan Emergency Use of Listing (EUL) untuk dua versi vaksin COVID-19 AstraZeneca/Oxford, yaitu yang diproduksi oleh AstraZeneca-SKBio di Korea Selatan dan oleh Serum Institute of India.

Perkembangan selanjutnya adalah bahwa di sekitar awal Maret 2021 beberapa negara menghentikan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca/Oxford ini sebagai alasan kehati-hatian sesudah adanya laporan penggumpalan darah pada mereka yang sudah mendapat vaksin. Kemudian ada pernyataan dari European Medicines Agency (EMA) dan WHO bahwa vaksin AstraZeneca direkomendasikan untuk tetap diberikan, sehingga beberapa negara yang tadinya menghentikan sementara lalu kembali menggunakannya lagi. Kemudian ternyata ada beberapa perkembangan baru lagi.

Pada 29 Maret 2021 otoritas Kanada yaitu National Advisory Committee on Immunization (NACI) mengeluarkan rekomendasi bahwa vaksin AstraZeneca sementara tidak diberikan bagi mereka yang berusia di bawah 55 tahun, sambil menunggu penelitian lebih lanjut tentang terjadinya Vaccine-Induced Prothrombotic Immune Thrombocytopenia (VIPIT) sesudah penyuntikan vaksin ini.

Lalu, sehari sesudah di Kanada maka pada 30 Maret 2021 kota Berlin dan Munich di Jerman juga mulai menunda sementara penggunaan vaksin AstraZeneca pada mereka yang berumur di bawah 60 tahun, sehubungan dengan kasus pembekuan darah yang memang disebutkan amat jarang terjadi tetapi memang terjadi.

Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn menyampaikan bahwa mereka hanya akan memberikan vaksin AstraZeneca pada mereka yang berusia 60 tahun ke atas, kecuali pada orang-orang yang memang berisiko tinggi untuk tertular dan setuju untuk divaksin walau ada kemungkin kecil terjadinya efek samping.

Kanselir Jerman Angela Merkel juga mengkonfirmasi hal ini dan mengatakan bahwa program vaksinasi harus diberikan berdasarkan kepercayaan, dan semua risiko efek samping--walau kecil sekalipun haruslah diberitahu ke masyarakat.

Ini tentu perkembangan baru bagi Jerman karena pada 13 Maret 2021 Menteri Kesehatan Jerman masih mengatakan bahwa ketika itu belum ada bukti ilmiah peningkatan kasus pembekuan darah yang dapat dihubungkan dengan penyuntikan vaksin.

 

Simak Video Berikut Ini:

Selanjutnya

Kita ketahui bahwa vaksin Astra Zeneca adalah hasil penelitian Inggris, antara lain Oxford University, walaupun belakangan pabriknya dapat di negara-negara lain. Karena itu cukup menarik perhatian bahwa pada 7 April 2021 “Medicines & Healthcare products Regulatory Agency (MHRA)” Inggris mengeluarkan pernyataan bahwa ada kemungkinan hubungan antara vaksin COVID-19 AstraZeneca dengan kejadian pembekuan darah yang amat jarang terjadi.

Sementara itu, badan lain di Inggris yaitu Joint Committee on Vaccination and Immunisation (JCVI) menyampaikan pernyataan bahwa sebaiknya orang dewasa di bawah umur 30 tahun yang tidak punya komorbid yang membuat mereka tergolong risiko tinggi untuk mendapat COVID-19 di berikan pilihan alternatif jenis vaksin lain daripada AstraZeneca, kalau pilihan lain memang tersedia.

Sementara itu, European Medicines Agency (EMA) pada 7 April 2021 menyampaikan bahwa secara umum vaksin AstraZeneca nilainya tetap positif dalam analisa benefit-risk, artinya tetap dapat digunakan.

Pharmacovigilance Risk Assessment Committee (PRAC) yang merupakan komite keselamatan EMA juga menyimpulkan bahwa kejadian bekuan darah yang terjadi dengan kadar platelete/trombosit darah rendah perlu dimasukkan sebagai efek samping yang amat jarang dari Vaxzevria, yang kita kenal sebagai vaksin AstraZeneca.

Walaupun ini amat jarang, tapi kalau terjadi maka waktunya dalam 2 minggu sesudah penyuntikan vaksin, dan sejauh ini memang terjadi pada mereka yang berusia di bawah 60 tahun.

Sejauh ini ada tiga negara di atas yang memberi catatan khusus dalam kaitan dengan umur diberikannya vaksin ini. Negara lain tetap memberikannya seperti semula, pada mereka yang berusia di atas 18 tahun tanpa pembatasan tertentu. Kita sendiri masih menunggu bagaimana perkembangan selanjutnya hal ini.

Ilmu pengetahuan memang terus berkembang, dan memang mungkin saja berbagai perkembangan dapat saja terjadi dalam penggunaan suatu vaksin atau obat untuk penyakit apapun di dunia ini

 

**Penulis adalah Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI/Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

Infografis Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca

Infografis Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya