Pertanyakan Efektivitas Vaksin Terhadap Virus Corona Varian Delta, Inggris Ragu Cabut Lockdown

Inggris memertanyakan seberapa ampuh vaksin Corona melawan COVID-19 Varian Delta?

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 06 Jun 2021, 06:49 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2021, 06:48 WIB
FOTO: Suasana London Saat Inggris Terapkan Lockdown Nasional Ketiga
Pengendara sepeda melewati Taman Olimpiade, London, Inggris, 12 Januari 202. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dikritik setelah laporan bahwa dia bersepeda sekitar tujuh mil dari rumahnya, padahal ada larangan terkait COVID- 19. (Aaron Chown/PA via AP)

Liputan6.com, London - Perdana Menteri Boris Johnson pada Rabu, 3 Juni 2021, mengatakan, tidak melihat apa pun di dalam saat ini untuk menghentikan rencana pencabutan lockdown di Inggris pada Senin, 21 Juni 2021.

Hanya saja Boris mengakui masih memertanyakan seberapa besar perlindungan yang ditawarkan vaksin saat ini terhadap Virus Corona varian Delta, B.1.617.2.

Saat ini, hanya B.1.617.2, salah satu dari tiga jenis varian COVID-19 B.1.617 (pertama kali ditemukan di India) yang menjadi varian of concern (VoC) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Sebab, dari ketiga jenis varian Delta tersebut, B.1.617.2 yang memiliki tingkat penularan tinggi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Berikut


Seberapa Efektif Vaksin Corona Terhadap Varian Delta B.1.617.2 ?

Inggris Ragu-ragu Cabut Lockdown
Orang-orang minum pada waktu makan siang di meja di luar bar ketika pejalan kaki lewat di pusat kota London, Kamis (3/6/2021). Pemerintah Inggris belum bisa memastikan akan sepenuhnya mencabut lockdown yang berakhir pada 21 Juni nanti meski kasus Covid-19 mengalami tren penurunan. (Tolga Akmen/AFP)

Kekhawatiran Boris Johnson muncul lantaran dari beberapa penelitian disebutkan bahwa vaksin COVID yang ada saat ini kurang efektif dalam melawan COVID-19 varian Delta daripada varian Alpha, seperti dikutip dari situs The Guardian pada Minggu, 6 Juni 2021.

Menurut Technical Briefing 13 dari Public Health England, analisa yang melibatkan 7.672 kasus bergejala yang diidentifikai sebagai B.1.1.7 dan 2.934 kasus yang diidentifikasi sebagai B.1.617.2 mengungkapkan bahwa setelah pemberian dosis pertama vaksin Pfizer/BioNTech atau vaksin AstraZeneca, ada pengurangan sepenuhnya sebesar 17 persen dalam efektivitas vaksin terhadap penyakit simtomatik dengan B.1.617.2 dibandingkan dengan B.1.1.7, tetapi hanya sedikit penurunan efektivitas vaksin setelah dosis penuh.

Profesor Imunologi di University of Surrey, Deborah Dunn-Walters pun mengatakan,"Vaksin melindungi, dan dosis kedua sangat penting terhadap varian Delta.".

 


Apa Artinya Pengurangan 17 Persen?

FOTO: 6 Jenis Vaksin COVID-19 yang Ditetapkan Pemerintah Indonesia
Gambar ilustrasi menunjukkan botol berstiker "Vaksin COVID-19" dan jarum suntik dengan logo perusahaan farmasi AstraZeneca, London, Inggris, 17 November 2020. Vaksin buatan AstraZeneca yang bekerja sama dengan Universitas Oxford ini disebut 70 persen ampuh melawan COVID-19. (JUSTIN TALLIS/AFP)

Pengurangan 17 persen dalam efektivitas vaksin berkaitan dengan gejala penyakit setelah satu dosis. 

Akan tetapi, kata Prof Adam Finn dari Universitas Bristol yang merupakan anggota Komite Bersama untuk Vaksinasi dan Imunisasi, itu tidak memberitahu tentang tingkat keparahan penyakit.

Itu penting karena jika vaksin menawarkan perlindungan yang lebih rendah terhadap penyakit parah dari varian Delta, menjadi beban rumah sakit karena kasus meningkat akan lebih besar daripada sebaliknya.

“Kami tidak memiliki kepastian (atas) dampak pada efektivitas vaksin, terutama mengenai perlindungan versus penyakit parah setelah satu dosis dan setelah dua dosis,” kata Finn.

"Juga tidak jelas seberapa menularkan varian Delta," Finn melanjutkan.

Secara umum vaksin COVID-19 paling efektif terhadap hasil yang paling parah, seperti kematian, dan kurang efektif terhadap yang kurang parah, seperti infeksi tanpa gejala.


Siap-Siap Melonjaknya Kasus?

Wisatawan Inggris Berdatangan ke Portugal
Penumpang penerbangan dari Inggris tiba di bandara Faro, wilayah Algarve, Portugal, Senin (17/5/2021). Wisatawan Inggris mulai berdatangan dalam jumlah besar di bagian selatan Portugal setelah pemerintah di kedua negara melonggarkan pembatasan perjalanan pandemi COVID-19. (AP Photo/Ana Brigida)

Virus yang lebih menular, yang lebih sering lolos dari kekebalan yang diinduksi vaksin, lanjut Finn, akan menyebabkan peningkatan kasus yang lebih cepat karena orang lebih banyak bercampur. 

Akan tetapi jika vaksin mempertahankan kemampuannya untuk mencegah penyakit parah, rawat inap tidak akan meningkat secepat sebelumnya.

Menurut para ahli, itu adalah 'kemungkinan yang paling nyata' bahwa varian Delta sebanyak 50 persen lebih mudah menular daripada varian Alpha. 

Sementara pemodelan menunjukkan bahwa varian yang 40 persen lebih menular daripada varian Alpha dapat menyebabkan rawat inap harian melebihi yang tercatat selama musim dingin. 

Itu dengan asumsi relaksasi yang direncanakan dari pembatasan sosial akibat COVID-19 berlangsung pada Juni, dan tanpa memerhitungkan resistensi varian terhadap vaksin.


Infografis Vaksinasi COVID Lansia di Indonesia Masih Rendah

Infografis Vaksinasi Covid-19 Lansia di Indonesia Masih Rendah. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Vaksinasi Covid-19 Lansia di Indonesia Masih Rendah. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya