Peserta JKN Lebih Terbantu Relawan daripada Layanan Bantuan BPJS Kesehatan

Studi yang dilakukan di empat provinsi menemukan peserta JKN lebih terbantu oleh layanan non pemerintah. Layanan bantuan dari pemerintah dinilai kurang responsif.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 10 Jun 2021, 14:00 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2021, 14:00 WIB
Ilustrasi BPJS Kesehatan
Ilustrasi BPJS Kesehatan

Liputan6.com, Jakarta Peserta JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan masih banyak yang menghadapi kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Memang BPJS Kesehatan memiliki beberapa layanan bantuan. Namun, ketika menemui hambatan peserta JKN lebih mengandalkan relawanan non pemerintah daripada saluran bantuan atau hotline yang disediakan BPJS Kesehatan.

BPJS Kesehatan memiliki pogram-program bantuan layanan dan kanal pengaduan seperti Care Center 1-500-400, Mobile JKN, BPJS Satu, dan Lapor.go.id. Namum, kehadiran saluran layanan itu belum meningkatkan keberdayaan peserta JKN. Fakta ini diketahui lewat studi baru-baru ini yang dilakukan oleh Synergy Policies dengan dukungan Alliance for Health Policy and System Research, WHO.

"Meskipun ada upaya-upaya perbaikan, sistem JKN ternyata belum responsif. Sistem JKN belum memberikan kemudahan bagi peserta JKN untuk mendapatkan manfaat JKN seperti yang dijamin oleh perundang-undangan," kata tim peneliti dalam siaran resmi yang diterima Liputan6.com, Rabu (9/6/2021).

Biasanya yang kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan menggunakan JKN adalah kelompok masyarakat miskin yang bekerja secara informal, berpendidikan rendah, tidak memahami alur sistem JKN, kesulitan dalam berekspresi, dan memiliki masalah data kependudukan. Mereka menjadi semakin tertekan ketika berada di dalam situasi kedaruratan kesehatan karena mengalami hambatan komunikasi dengan pihak rumah sakit sehingga semakin tidak berdaya.

Ketidakberdayaan itu semakin menekan kuat ketika masalah struktural administrasi kependudukan menimbulkan masalah langsung atau tidak langsung dengan kartu JKN-KIS.

Simak Juga Video Berikut

Lebih Terbantu dengan Bantuan Relawan Non-Pemerintah

Dalam penelitian ini, peneliti mendapati peserta JKN justru lebih mengandalkan navigator untuk mengurangi hambatan-hambatan struktural tersebut daripada saluran yang disediakan oleh pemerintah.

Kelompok navigator adalah relawan non-pemerintah dari berbagai unsur serikat pekerja, tokoh masyarakat dan peserta JKN yang peduli. Kelompok navigator seperti BPJS Watch, Jamkeswatch, Posko JKN-KIS, KSBSI dan Swara Parangpuan.

Kelompok-kelompok ini menjadi andalan peserta JKN untuk menyelesaikan hambatan ketika mereka mengakses manfaat JKN dan mendapatkan hak sebagai peserta JKN. Para navigator memberikan berbagai bantuan dan layanan-layanan yang secara sederhana menjalankan 4 fungsi, yakni: 1) memberikan informasi seputar sistem JKN, 2) mendampingi dan mengarahkan masyarakat dalam menavigasi sistem JKN, 3) mengadvokasikan penyesuaian kebijakan atau implementasinya khususnya di tingkat lokal, dan 4) menegakkan sanksi sosial bagi penghambat dan pelanggar sistem JKN khususnya fasilitas penyelenggara kesehatan.

Ketua Tim Peneliti, Dinna Prapto Raharja menilai bahwa ketika masyarakat lebih mengandalkan kelompok inisiatif navigator itu artinya sistem pelayanan BPJS Kesehatan belum responsif terhadap masalah yang dialami peserta atau calon peserta JKN.

"Dengan adanya inisiatif navigator, berarti sistem pelayanan JKN baik digital atau konvensional yang telah dijalankan oleh BPJS Kesehatan dan Pemerintah Pusat belum secara merata mengakselerasi responsivitas otoritas JKN di berbagai daerah," kata Dinna.

"Jadi masalah JKN jangan melulu masalah keuangan dan defisit. Akuntabilitas akan jaminan layanan JKN penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat pada JKN dan menunjang keberlangsungan JKN.”

 

Kelemahan Kelompok Inisiatif Navigator

Sayangnya, inisiatif navigator ini tidak terlembagakan secara formal sehingga pelayanan dan bantuan yang disediakan tidak dapat dipastikan berjalan secara berkesinambungan di masa depan. Mereka bekerja atas dasar motivasi altruistik tanpa ada bantuan pendanaan yang rutin.

Lalu, peneliti juga melihat para navigator juga tidak atau belum mendapatkan pelatihan-pelatihan yang sistematis sebagai syarat untuk meregenerasi kader-kader navigator selanjutnya.

"Apabila kelemahan ini tidak dapat diselesaikan segera di masa depan maka fungsi mereka untuk mematik responsivitas otoritas JKN untuk bisa menggerakkan sistem JKN dapat berangsur-angsur berkurang," kata Dinna.

Saran

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif mengambil studi kasus kelompok-kelompok navigator di 8 kabupaten/kota di 4 provinsi. Dari studi ini, peneliti merekomendasikan beberapa hal berikut:

1. Reformasi sistem layanan penunjang akses manfaat JKN agar memberdayakan masyarakat dan memberikan kepastian manfaat,

2. Pembaharuan struktur hubungan BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan,

3. Percepatan pembersihan data warga dalam Dukcapil,

4. Transparansi daftar peserta JKN bersubsidi oleh Kementerian Sosial,

5. Penyederhaan penanganan keluhan peserta JKN agar meskipun dalam kondisi darurat pun, dapat menikmati jalur layanan yang andal,

6. Sanksi tegas pada instansi pemerintah maupun pelayanan kesehatan publik dan swasta yang gagal memberikan layanan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan pasien JKN,

7. Otoritas JKN mengembangkan forum interaksi antara pemerintah dan navigator untuk membahas masukan masyarakat dan memperbaiki sistem layanan JKN,

8. Navigator melakukan konsolidasi nasional demi penguatan advokasi kebijakan, dan

9. Navigator berkolaborasi dengan pakar/universitas untuk melakukan pencatatan kasus yang lebih baik sehingga menjadi basis yang lebih kuat untuk advokasi kebijakan.

Infografis Sudah Vaksinasi Covid-19? Jangan Kendor 5M!

Infografis Sudah Vaksinasi Covid-19? Jangan Kendor 5M!
Infografis Sudah Vaksinasi Covid-19? Jangan Kendor 5M! (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya