Studi CISDI: Ayah Perokok Tingkatkan Risiko Stunting pada Anak Hingga 3,73 Persen

Stunting yang menimpa anak bisa terjadi karena terlahir dari ayah yang perokok.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 28 Jul 2021, 09:00 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2021, 09:00 WIB
Rokok
Ilustrasi rokok. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Liputan6.com, Jakarta - Hasil studi Center for Indonesia Strategic Development Initiative (CISDI) menemukan anak-anak yang tinggal dengan ayah perokok memiliki risiko 3,73 persen lebih besar untuk mengalami stunting.

Terlebih, setiap sepuluh batang rokok tambahan per hari yang dikonsumsi ayah dalam keluarga dapat meningkatkan kemungkinan anak-anak mengalami stunting, kurus (thinness), dan kelebihan berat badan sebanyak 2,4 persen, 1.6 persen, dan 0.9 persen secara berurutan.

Dengan kata lain, semakin banyak jumlah rokok per hari yang dikonsumsi ayah dalam keluarga, semakin besar pula kemungkinan anak mengalami kekurangan nutrisi ataupun kelebihan berat badan.

Temuan ini mengindikasikan kebiasaan merokok mampu menghambat pencapaian visi strategis pemerintah, seperti Visi Indonesia 2045.

Di samping itu, merokok juga menyulitkan komitmen pemerintah mewujudkan hak kesehatan anak sesuai dengan Pasal 24 Konvensi Hak-Hak Anak yang sudah pemerintah ratifikasi sejak 31 tahun lalu.

Simak Video Berikut Ini

Dua Mekanisme Pengaruh Rokok

Tembakau
Perkebunan tembakau di Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Menurut Public Health Nutrition Researcher CISDI, Gita Kusnadi, berdasarkan riset-riset terdahulu, perilaku merokok orangtua dapat memengaruhi status gizi anak-anak melalui dua mekanisme.

Pertama, melalui besarnya proporsi pengeluaran untuk rokok yang mengurangi alokasi pengeluaran untuk makanan bergizi.

Kedua, melalui paparan asap rokok yang memicu gangguan perkembangan tulang dan penyerapan mikronutrien serta disfungsi endokrin dan resistensi insulin.

Dampak Jangka Panjang

Tembakau
Perkebunan tembakau di Pamulihan, Sumedang, Jawa Barat. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Sementara itu, Direktur Kebijakan CISDI, Olivia Herlinda menerangkan, jika pemerintah mau berinvestasi jangka panjang dengan melakukan upaya pengendalian tembakau sejak lama, upaya peningkatan kualitas gizi anak Indonesia juga akan terdampak positif.

“Upaya pengendalian tembakau yang komprehensif dengan mengurangi keterjangkauan harga rokok, melarang segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor, serta menerapkan regulasi kawasan tanpa rokok, dapat melindungi anak-anak dari konsumsi produk tembakau dan paparan asap rokok,” ujar Olivia mengutip keterangan CISDI, Selasa (27/7/2021).

Hal ini, secara langsung maupun tidak langsung, dapat membantu mengurangi kejadian malnutrisi pada anak, lanjutnya. Dalam jangka panjang, upaya ini juga dapat mengurangi beban kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak menular.

Data Riskesdas 2018 mengkonfirmasi pernyataan Olivia. Pada 2018, 62,9 persen laki-laki Indonesia adalah perokok. Selain itu, 59,9 persen penduduk Indonesia terpapar asap rokok di dalam rumah, tidak terkecuali anak-anak.

Dengan kata lain, kegagalan pemerintah mengendalikan konsumsi rokok dapat berdampak pada upaya pencapaian target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk penurunan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024.

Infografis Merokok Sambil Berkendara Didenda Rp 750 Ribu

Infografis Merokok Sambil Berkendara Didenda Rp 750 Ribu
Infografis Merokok Sambil Berkendara Didenda Rp 750 Ribu. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya