Pasien COVID-19 Usia 31-45 Miliki Risiko Kematian hingga 2,4 Kali Lipat Lebih Tinggi

Sejak masa awal pandemi COVID-19, komorbid atau penyakit penyerta disebut sebagai faktor peningkat risiko kematian pasien.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 06 Agu 2021, 15:52 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2021, 15:40 WIB
Pasien Covid-19 Dirawat di Tenda Darurat
Pasien covid-19 saat perawatan pasien khusus virus corona pada lorong UGD di RSUD Kota Bekasi, Jumat (25/06/2021). Puluhan pasien covid-19 saat ini dirawat dalam tenda darurat karena keterisian tempat tidur yang penuh akibat lonjakan kasus. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Sejak masa awal pandemi COVID-19, komorbid atau penyakit penyerta disebut sebagai faktor peningkat risiko kematian pasien.

Selain komorbid, usia juga menjadi faktor tersendiri yang membuat seseorang jadi lebih rentan. Maka dari itu, kelompok lanjut usia (lansia) termasuk dalam kelompok rentan karena daya tahan tubuhnya tidak sekuat usia muda.

Terkait hal ini, Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 telah melakukan analisis kematian pasien COVID-19 berdasarkan usia dan riwayat komorbid.

Pada pemaparan pada akhir 2020, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan hasil analisis ini sedang dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional yaitu PLOS One

Hasil analisis tim pakar selama 5 bulan, berdasarkan aspek usia, pasien yang berada di usia 31-45 tahun berisiko masing-masing sebesar 2,4 kali lipat pada kematian. Dan yang berada di rentan usia 46-59 tahun, berisiko 8,5 kali lipat pada kematian. 

"Risiko ini akan semakin meningkat pada usia lanjut, diatas 60 tahun yaitu sebesar 19,5 kali lipat," jelas Wiku mengutip laman resmi covid19.go.id, Jumat (6/8/2021).

Simak Video Berikut Ini:

Risiko Kematian Berdasarkan Jenis Komorbid

Penelitian yang dilakukan pada 2020 itu juga menunjukkan tingkat risiko kematian berdasarkan jenis komorbid.

Pasien dengan penyakit ginjal memiliki risiko kematian 13,7 kali lebih besar dibandingkan pasien yang tidak memiliki penyakit ginjal. Komorbid penyakit jantung, memiliki risiko 9 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki penyakit jantung. 

Sedang orang dengan diabetes mellitus memiliki risiko kematian 8,3 kali lebih besar, hipertensi 6 kali lebih besar, dan penyakit imun memiliki risiko 6 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memilikinya.

"Semakin banyak riwayat komorbid, mereka yang memiliki penyakit komorbid lebih dari satu, berisiko 6,5 kali lipat lebih tinggi untuk meninggal saat terinfeksi COVID-19," tambahnya. 

Sedang, pada pasien yang memiliki 2 penyakit komorbid, berisiko 15 kali lipat lebih tinggi untuk meninggal saat terinfeksi COVID-19 dibandingkan yang tidak memiliki kondisi komorbid.

Lalu, yang memiliki lebih atau sama dengan 3 penyakit komorbid berisiko 29 kali lipat lebih tinggi meninggal saat terinfeksi COVID-19. 

"Meskipun kita tahu penularan COVID-19 tidak mengenal batasan, temuan ini menunjukkan secara detail golongan mana saja yang perlu mendapat perhatian lebih dan diprioritaskan perlindungannya," jelas Wiku. 

Pesan Wiku

Melihat hal tersebut, Wiku berpesan kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati.

Bagi masyarakat yang masuk dalam kategori berisiko tinggi atau bagi yang tinggal dengan anggota keluarga berisiko tinggi, Wiku menyarankan terapkan protokol kesehatan dengan ekstra disiplin.

“Dan bagi masyarakat yang tidak masuk dalam golong tersebut, tetap harus berhati-hati karena sebagai makhluk sosial sudah pasti akan berinteraksi dengan golongan tersebut.” 

Ia mengajak masyarakat saling menjaga dan meringankan beban satu sama lain dengan disiplin protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

INFOGRAFIS Persentase komorbid pasien-pasien COVID-19 di Indonesia

INFOGRAFIS Persentase komorbid pasien-pasien COVID-19 di Indonesia
INFOGRAFIS Persentase komorbid yang sering ditemui pada pasien-pasien COVID-19 di Indonesia (Ilustrasi Abdillah/Liputan6)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya