Kepala BKKBN Hasto Wardoyo: Makanan Sehat Tak Selalu Mahal

Makanan sehat memang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya stunting tapi tidak harus yang mahal

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 14 Agu 2021, 11:00 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2021, 11:00 WIB
Makanan sehat
Ilustrasi Makanan Sehat Credit: pexels.com/Jane

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. (H.C). dr. Hasto Wardoyo, Sp. OG (K) menegaskan bahwa anggapan makanan sehat pasti mahal adalah anggapan yang salah.

“Kita sering beranggapan bahwa kalau konsumsi makanan sehat itu mahal. Itu sangat salah,” kata Hasto dalam seminar daring BKKBN, Jumat (13/8/2021).

Guna mengikis anggapan tersebut, BKKBN mencanangkan kegiatan dapur sehat atasi stunting (DASHAT) sebagai upaya sosialisasi makanan sehat lokal padat gizi. Ini menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan di kampung keluarga berkualitas (KB) agar kata ‘berkualitas’ tidak hanya menjadi slogan.

“DASHAT ingin menghadirkan secara ideologis tentang kemandirian pangan. Bagaimana kita itu tidak hanya punya ketahanan pangan tapi juga kedaulatan pangan,” katanya.

Kedaulatan pangan artinya memiliki dan mengonsumsi makanan lokal. Jika bahan-bahan dihasilkan sendiri dan bukan didatangkan dari negara lain, harganya akan lebih murah.

Hasto memberi contoh makanan sehat tak selalu mahal. Misalnya, tak melulu makanan sehat itu daging, sapi, ikan juga sehat dan cenderung lebih murah.

“Daging itu mahal, ikan itu murah, tapi ternyata untuk mencegah stunting ikan itu sudah sangat cukup,” katanya.

Jangan Khawatir Makan yang Murah

Hasto juga mengimbau masyarakat agar tak khawatir makan makanan yang murah. Dilihat dari sisi harga, satu kilo daging sapi sekitar Rp120 ribu, sedang ikan lele hanya Rp20 ribu.

Selisih harga yang tinggi tidak menunjukkan bahwa kandungan kedua bahan makanan tersebut memiliki kandungan yang beda jauh pula.

“Kandungan-kandungannya hampir sama, tidak usah terlalu khawatir ketika kita makan yang murah. Bahkan, daging sapi kan mengandung lemak jenuh yang bagi lansia hanya menambah risiko stroke dan hipertensi," katanya.

“Jadi, lebih baik lemak yang tidak jenuh. Lemak ikan itu mengandung DHA dan omega-3, harganya murah bahkan bisa kita ambil dari lingkungan kita," Hasto menambahkan.

Tentang DASHAT

Sebelumnya, Hasto menjelaskan, kegiatan DASHAT mencakup edukasi perbaikan gizi dan konsumsi pangan ibu hamil, ibu menyusui, serta balita. Dalam hal ini, masyarakat akan diberi sosialisasi terkait pangan lokal yang terjangkau, bercita rasa, dan bergizi baik.

Kegiatan ini juga diwarnai dengan pembagian makanan gratis pada kelompok sasaran keluarga berisiko stunting. Ada pula upaya pemberdayaan masyarakat untuk penyediaan makanan padat gizi dengan bahan lokal untuk kelompok sasaran dan masyarakat umum dengan metode penjualan.

Hal ini sejalan dengan diskusi dan arahan dari Presiden Joko Widodo yakni untuk mengubah kampung keluarga berencana menjadi kampung keluarga berkualitas.

“Untuk mewujudkan kampung KB agar tidak hanya slogan, maka diperlukan langkah-langkah konkret yang dilakukan masyarakat untuk kemajuan kampungnya,” ujar Hasto.

Maka dari itu, lanjutnya, salah satu langkah konkret untuk mengisi kampung KB adalah dengan kegiatan DASHAT.

Dengan adanya DASHAT, Hasto berharap setiap ibu hamil, ibu yang hendak hamil, dan ibu menyusui lebih diperhatikan asupan nutrisinya.

“DASHAT dapat menjadi referensi di daerah, misalnya, jika ibu hamil ingin masak makanan sehat maka tanyakan cara dan bahannya ke DASHAT,” Hasto menekankan.

 

 

Infografis Benarkah COVID-19 Bisa Menyebar Melalui Makanan?

Infografis Benarkah Covid-19 Bisa Menyebar Melalui Makanan? (Liputan6.com/Niman)
Infografis Benarkah Covid-19 Bisa Menyebar Melalui Makanan? (Liputan6.com/Niman)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya