Liputan6.com, Jakarta Tingginya risiko COVID-19 pada penderita kanker bisa menyebabkan kondisi fatal. Untuk itu, baik penderita kanker maupun penyintas disarankan untuk melakukan vaksinasi Covid-19.
Namun, banyaknya jenis vaksin yang tersedia saat ini mungkin jadi membuat bingung dan muncul kekhawatiran bagi penderita kanker. Lantas, apakah mungkin merek tertentu lebih aman dan apakah akan berefek samping bagi penderita kanker?
Baca Juga
Menanggapi hal tersebut, staf Medik Hematologi Onkologi Medik Rumah Sakit Kanker Dharmais dr. Ronald A. Hukom. MHSc, Sp.PD, K-HOM, FINASIM menjelaskan secara sederhana perbedaan berbagai macam vaksin.
Advertisement
1. Sinovac
Dibuat inaktif atau virus utuh yang dimatikan dengan panas atau bahan kimia jadi tidak bisa menyebabkan penyakit tetapi masih dapat merangsang respons imun.
2. Sanofi--inovio, vaksin berbasis DNA, bekerja dengan memasukkan DNA sintetis dari gen virus menjadi molekul DNA kecil (plasmid). Sel mengambil plasmid DNA dan mengikuti instruksinya untuk membangun protein virus, yang dikenali oleh sistem imun, dan mempersiapkannya untuk menanggapi pajanan penyakit.
3. Pfizer dan Moderna
merupakan vaksin RNA, memperkenalkan urutan mRNA yang dikodekan untuk antigen spesifik dari penyakit. Antigen ini bsia direproduksi di dalam tubuh, dikenali dan memicu respons imun.
4. Astra Zeneca, Merck, JJ
Vaksin vektor virus yang memasukkan gen untuk protein virus dalam virus lain yang tidak berbahaya (menggandakan/replikasi atau tidak menggandakan yang mengirimkan protein virus ke penerima vaksin dan memicu respons imun.
5. Novavax
Vaksin sub-unit memasukkan fragmen virus ke dalam tubuh. Fragmen ini cukup dikenali respons imun dan merangsang timbulnya imunitas.
6. Ada pula vaksin hidup yang dilemahkan terdiri dari virus utuh yang dibuat menjadi lemah. Namun jenis ini tidak digunakan karena peneliti belum mengetahui dampaknya secara langsung. Meskipun vaksin ini cenderung memperoleh respons imun yang lebih kuat dibandingkan vaksin yang tidak aktif.
Advertisement
Waktu vaksinasi
Menurut dr Ronald, yang perlu menjadi perhatian saat penderita kanker ingin menjalani vaksinasi adalah waktu pemberiannya.
"Sebenarnya prinsipnya semua boleh divaksin. Tapi bagi pasien kanker limfoma, ada waktu dimana ia tidak bisa mengharapkan kekebalan normal yang membentuk antibodi sesuai yang diharapkan."
"Boleh saja, kalau pasien kanker sedang menjalani kemoterapi hanya perlu diatur waktunya. Nanti dokter akan melihat siklus kemoterapi itu bisa dipertimbangkan untuk pemberian vaksinasi," ujar dr Ronald.
Untuk itu, lanjut dr Ronald, pasien kanker perlu membicarakan kondisinya pada dokter hematologi onkologi.
"Intinya yakin vaksinasi untuk menghasilkan kekebalan protektif setelah vaksinasi. Sebab bagaimanapun kita perlu imunitas yang baik untuk mencegah risiko penyebaran penyakit akibat Covid-19."
Pakai vaksin yang mana?
dr Ronald juga mengatakan soal vaksin mana yang sebaiknya digunakan bagi pasien kanker. "Sebenarnya bisa yang mana saja. Yang harus dilihat adalah selain kankernya mungkin apakah ia memiliki penyakit lain."
Sebab menurut dr Ronald, ada pasien kanker limfoma yang mungkin punya penyakit lain dan tidak boleh diabaikan saat memilih jenis vaksin.
"Untuk orang yang memiliki risiko lebih tinggi, kami menganjurkan tetap waspada kalau perlu skrining dahulu. Terutama bagi pasien yang kena penyakit limfoma, dokter biasanya akan lebih meperhatikan, dan melakukan tindakan pencegahanakan efek samping vaksin," katanya.
Sementara itu, beberapa gejala setelah suntikan vaksin bisa dialami seperti kelelahan, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, demam. Ada pula pada kasus yang jarang melaporkan munculnya kelenjar getah bening, atau ketiak jadi bengkak. Padahal itu reaksi normal karena badan sedang melawan terhadap vaksin.
"Tetap harus dilaporkan dan dilakukan pemeriksaan tambahan. Apalagi kalau pemebesaran kelenjar menetap atau tidak berkurang selama beberapa minggu," pungkasnya.
Advertisement