Ikhtiar Tenaga Kesehatan Lepas dari Cengkeraman Hepatitis

Begini upaya tenaga kesehatan agar tidak tertular hepatitis.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 19 Sep 2021, 10:00 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2021, 10:00 WIB
FOTO: Tenaga Kesehatan Jalani Vaksinasi COVID-19 Tahap Kedua di Puskesmas Palmerah
Petugas medis bersiap menyuntikkan vaksin COVID-19 Sinovac kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Palmerah, Jakarta, Kamis (28/1/2021). Pemberian vaksin COVID-19 tahap kedua dilaksanakan terhadap tenaga kesehatan mulai hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Penyakit hepatitis rupanya kerap mengintai tenaga kesehatan (nakes). Bergelut dengan menyuntik pasien, mereka berisiko tinggi tertusuk jarum. Penularan hepatitis karena tertusuk jarum suntik dan cedera benda tajam (Needlestick and Sharp Injuries/NSSIs) menjadi perhatian di kalangan nakes.

Berbagai data yang dihimpun Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia disebutkan  bahwa kejadian hepatitis, terutama hepatitis B terhadap nakes 10 kali lebih besar dibandingkan populasi umum atau non-nakes. Bahkan, nakes termasuk berisiko terkena hepatitis C dibanding kelompok masyarakat lain.

Menurut perwakilan Komite Ahli Hepatitis Kementerian Kesehatan RI, Irsan Hasan, perlu perhatian lebih kepada tenaga kesehatan dari hepatitis. Apalagi mereka termasuk salah satu kandidat penerima vaksinasi di tengah pandemi COVID-19 sekarang. Perlindungan kepada nakes mutlak diupayakan.

“Sebuah studi kohort yang pernah dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta mengamati kasus kejadian tusukan jarum suntik rentang 2014-2017. Ada kejadian tusukan atau cedera benda tajam 13,3 per 1.000 nakes kasus per tahun,” kata Irsan dalam temu media virtual, ditulis Minggu (19/9/2021).

“Siapa saja itu? Ternyata yang sering kena adalah bidan (18,9 persen), perawat (15,2 persen), mahasiswa kedokteran (12,6 persen). Baru di bawahnya dokter-dokter (11,8 persen)," Irsan menjelaskan.

Mengapa dokter lebih sedikit kejadian tertusuk jarum suntik? Itu disebabkan peran dokter biasanya memberikan instruksi, lebih jarang memasang atau menyuntik langsung. Mahasiswa kedokteran lebih banyak tertusuk jarum daripada dokter, karena mereka diminta berlatih sebanyak mungkin.

“Sehingga akibatnya kemungkinan tertusuk menjadi lebih tinggi,” ujarnya.

Jari Jadi ‘Korban’ Tertusuk Jarum Suntik

FOTO: Tenaga Kesehatan di Tangerang Selatan Mulai Disuntik Vaksin COVID-19
Vaksinator menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Jurang Mangu, Tangerang Selatan, Jumat (15/1/2021). Program vaksinasi COVID-19 tahap pertama kepada tenaga kesehatan mulai dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Studi kohort RSCM mengenai tenaga kesehatan yang tertusuk jarum suntik berjudul, Needlestick and sharps injuries in an Indonesian tertiary teaching hospital from 2014 to 2017: a cohort study, dipublikasikan di British Medical Journal (BMJ) pada 25 November 2020.

Hasil studi memaparkan momen kejadian nakes tertusuk jarum suntik. Kejadian cedera banyak terjadi saat menggunakan alat (45,8 persen) atau setelah tindakan (40,2 persen). Ketika nakes selesai menyuntik, terutama saat menutup jarum suntik, jari tertusuk.

“Atau pada saat mengambil darah (25,9 persen), pembedahan (31,3 persen). Ini prosedur-prosedur yang berisiko, karena bisa lengah,“ kata Irsan.

“Ya, bisa saja, si dokter, perawat, dan bidan pas menutup jarum suntik sambil ngobrol atau sambil menenangkan pasiennya. Jadilah jari yang menjadi ‘korban’ (tertusuk jarum)," dia melanjutkan.

Perangkat yang menyebabkan proporsi tertusuk jarum tertinggi adalah jarum berlubang (66,8 persen), diikuti oleh jarum jahit (14,3 persen), dan jarum padat (solid needle) sebesar (10,8 persen). Kemudian 9,4 persen tertusuk jarum terkait tindakan injeksi insulin. 

Penelitian yang dilakukan Evy Yunihastuti dan Dewi Mira Ratih dkk di atas menyelidiki kejadian secara sukarela yang melaporkan NSSI. Studi ini disebut-sebut sebagai yang pertama di Indonesia untuk memberikan data nyata tentang NSSI. Insiden keseluruhan NSSI dalam penelitian ini adalah 13,3 kejadian per 1.000 tenaga kesehatan.

Namun, hasil studi dianggap rendah dibandingkan banyak laporan lainnya. Studi lain di Singapura, Korea, Turki, Polandia, dan Jerman memiliki melaporkan tingkat insiden yang lebih tinggi antara 19 dan 45 per 1.000 tenaga kesehatan. Studi evaluasi data dari Malaysia memperkirakan, kejadian NSSI adalah 6 kejadian per 1.000 tenaga kesehatan.

Nakes Tidak Melaporkan Kejadian Tertusuk Jarum

Penyuntikan Vaksin COVID-19 Dosis Kedua untuk Tenaga Medis di RS JatiSampurna
Seorang tenaga medis menjalani penapisan kesehatan sebelum disuntik vaksin CoronaVac dari SinoVac di Rumah Sakit JatiSampurna, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (28/01/2021). RS JatiSampurna melakukan Penyuntikan dosis kedua vaksin COVID-19. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Hasil studi yang berbeda antar negara terkait kejadian tertusuk jarum suntik, menurut para peneliti di RSCM, mungkin karena desain studi dan metode pelaporan cedera berbeda. Kemungkinan sistem pelaporan sukarela, yang mana tenaga kesehatan (nakes) ada yang enggan melaporkan kejadian tertusuk jarum.

Ada beberapa alasan untuk tidak melaporkan kejadian tertusuk jarum. Dari studi The prevalence and underreporting of  needlestick injuries among dental healthcare workers in Pakistan: a  systematic review, alasannya pertama, kurangnya kesadaran tentang sistem pelaporan atau perlu melaporkan NSSI, karena takut mendapat masalah. Kedua, khawatir dianggap kurang memiliki keterampilan klinis.

Ketiga, rasa malu. Keempat, persepsi bahwa sejauh cedera ringan atau memiliki antibodi yang memberikan perlindungan terhadap penyakit. Kelima, ketidakpuasan dengan tindak lanjut investigasi oleh pejabat setelah melaporkan kejadian tersebut.

“Pencegahan nakes tertusuk jarum suntik harus dilakukan. Yang lebih penting, kalau untuk hepatitis B, tentunya vaksinasi. Diharapkan semua nakes sudah mendapat vaksinasi hepatitis B, sehingga kalau tertusuk, dia tenang karena  sudah punya antibodi,” katanya.

Peneliti studi kohort RSCM juga menekankan, perlu ada pelatihan khusus untuk pencegahan, terutama bidan yang cenderung memiliki lebih banyak kontak dengan darah dan cairan tubuh selama persalinan dan persentase tinggi tertusuk jarum. Selain itu, bidan juga memiliki tugas, seperti mengeluarkan darah dan pemberian obat untuk pasien.

Infeksi Hepatitis B pada Tenaga Kesehatan di Indonesia

FOTO: Vaksinasi COVID-19 Massal Digelar di DKI Jakarta
Vaksinator bersiap menyuntik vaksin COVID-19 kepada tenaga kesehatan saat vaksinasi massal di Poltekkes Kemenkes Jakarta 1, Pondok Labu, Jakarta, Minggu (31/1/2021). Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta menargetkan vaksinasi 1.000 peserta setiap lokasi penyuntikan. (merdeka.com/Arie Basuki)

Sebuah penelitian mini-review berjudul, Hepatitis B Virus Infection among Health Care Workers in Indonesia secara khusus menyoroti infeksi hepatitis B pada tenaga kesehatan. Infeksi ini dianggap sebagai bahaya yang penting di antara petugas kesehatan, yang mungkin menjadi penular lebih lanjut dari infeksi ini. 

Penelitian dilakukan terhadap 644 petugas kesehatan yang dikategorikan ke dalam kelompok administrasi, non intervensi, dan intervensi. Hasil temuan, ada kerentanan terhadap infeksi ini. 

Dari penelitian yang dipublikasikan di Euroasian J Hepatogastroenterology pada 1 Mei 2018, ada sejumlah variabel terkait dengan infeksi hepatitis B di antara petugas kesehatan. Tingkat hepatitis B lebih tinggi paparan dilaporkan pada petugas kesehatan yang lebih tua daripada yang lebih muda.

Kemungkinan tersebut terdapat risiko paparan yang lebih konstan selama masa hidup, yang meningkatkan prevalensi hepatitis B seiring bertambahnya usia. Faktor penting lainnya, jenis pekerjaan yang menunjukkan tingkat infeksi yang lebih tinggi pada petugas kesehatan dengan rawan pajanan profesi, seperti staf laboratorium, dokter gigi, ahli bedah, dan ginekolog. 

Selain itu, kerja lama dalam pelayanan perawatan kesehatan meningkatkan risiko tertular infeksi hepatitis B. Laporan yang paling umum dari paparan infeksi hepatitis B pada nakes melalui cedera tusukan benda tajam. Di Amerika Serikat Serikat, selama tahun 1997 hingga 1998, lebih dari 385.000 cedera akibat jarum suntik terjadi setiap tahun. 

Di Inggris, 37 persen perawat mengalami cedera jarum suntik. Di Indonesia, sebuah penelitian pada tahun 2007 menemukan 48 persen dari 377 petugas kesehatan mengalami setidaknya satu kali kena tusukan tajam cedera, dengan tingkat 64 persen dialami staf kebidanan-ginekologi.

Ada kebutuhan mendesak untuk melindungi petugas kesehatan dengan vaksinasi hepatitis B dan memberikan pendidikan berkelanjutan di berbagai tempat perawatan kesehatan. Penetapan kebijakan nasional dan peta jalan untuk intervensi yang efektif dan efisien diperlukan untuk pencegahan, diagnosis, manajemen pasca pajanan, dan pengobatan infeksi HBV pada populasi khusus ini.

Studi pada 2017 di Indonesia menemukan, cedera jarum suntik sebagai faktor risiko tinggi terinfeksi hepatitis B. Meskipun petugas kesehatan telah mengulangi prosedur yang diberikan berkali-kali, satu gerakan lengah dapat menyebabkan cedera dengan konsekuensi yang berpotensi serius, gerakan yang tidak terduga atau kurangnya konsentrasi sementara dapat mengakibatkan cedera.

Skrining dan Vaksinasi Hepatitis B

FOTO: Tenaga Kesehatan Jalani Vaksinasi COVID-19 Tahap Kedua di Puskesmas Palmerah
Petugas medis memeriksa kondisi tenaga kesehatan sebelum disuntik vaksin COVID-19 Sinovac di Puskesmas Palmerah, Jakarta, Kamis (28/1/2021). Pemberian vaksin COVID-19 tahap kedua dilaksanakan terhadap tenaga kesehatan mulai hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi mengatakan seputar penanganan khusus tenaga kesehatan yang terkena hepatitis.

“Kita tahu bahwa harus menilai dulu ya, apakah kena hepatitis B atau hepatitis C. Kalau nakes kena hepatitis C, sudah ada akses untuk pengobatan yang kami siapkan,” kata Nadia.

“Begitu juga hepatitis B tersedia obatnya, walaupun angka kesembuhannya lebih kecil dibandingkan hepatitis C. Pemberian obat pemantauan dan pemeriksaan laboratorium untuk tenaga kesehatan itu bisa dibiayai.”

Pembiayaan pengobatan nakes yang terkena hepatitis B juga didukung Jaminan Kesehatan Nasional dengan skema yang dibiayai. Untuk biaya, menurut Irsan Hasan, bisa berbeda tiap rumah sakit, ada yang dicover, ada juga yang tidak.

“Tata laksana pasca pajanan adalah memberikan immunoglobulin. Itu kan mahal, dibutuhkan kalau orang dewasa bisa sekitar Rp12 juta. Di RSCM, kami pernah bikin kajian, berapa sih biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit kalau ada nakes kita yang tertusuk,” terang Irsan.

“Hampir Rp20 juta untuk segala macam pemeriksaannya, sehingga waktu itu Direktur RSCM mengatakan, harusnya vaksinasi. Sehingga (nakes) dianjurkan vaksinasi.”

Irsan pun menceritakan singkat, rekan-rekan nakes yang tertusuk jarum dari pasien hepatitis B cemas. Bahkan ada yang menangis.

“Pengalaman kami di rumah sakit ya, kalau terkena jarum pasien hepatitis B, sering saya ditelepon malam, pagi-pagi oleh teman-teman nakes. Kadang mereka sambil nangis, ‘Dok, saya ketusuk nih dari pasien’ begitu,” ceritanya. 

Walau ada tata laksana pasca tertusuk jarum, skrining dan vaksinasi hepatitis B diupayakan untuk nakes. Skrining untuk mengecek, apakah terdeteksi virus hepatitis B ataukah sudah ada antibodi yang terbentuk (bila nakes sudah divaksin).

Infografis Hepatitis Revisi

Infografis Hepatitis Revisi
Infografis Hepatitis Revisi (Liputan6.com/Abdilla)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya