BPOM Temukan Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Beredar di Pasaran

Selama pandemi, BPOM menemukan banyak produk berbahaya yang berkaitan dengan penanganan COVID-19.

oleh Diviya Agatha diperbarui 13 Okt 2021, 13:02 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2021, 12:55 WIB
BPOM Sita Kosmetik Ilegal
Selain produk ilegal, BPOM juga melakukan penyitaan kosmetik yang diketahui mengandung bahan-bahan berbahaya.

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengungkapkan temuannya terkait produk-produk berbahaya bagi kesehatan yang beredar di pasaran sejak Juli 2020 hingga September 2021. Terdapat 72 produk berbahaya terkait penanganan COVID-19 selama periode tersebut.

"Sepanjang masa pandemi ini, Badan POM secara rutin melakukan kegiatan sampling dan pengujian dengan memprioritaskan produk yang dikaitkan dengan penanganan COVID-19," ujar Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM RI, Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si dalam konferensi pers pada Rabu (13/10/21).

Produk tersebut terdiri dari 53 produk obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat (BKO), 1 produk suplemen kesehatan yang mengandung bahan kimia, dan 18 produk kosmetik yang mengandung bahan dilarang atau berbahaya.

"Ada kecenderungan baru selama masa pandemi ini, beberapa obat tradisional diketahui dari hasil sampling dan pengujian kami mengandung Efedrin dan Pseudoefedrin, yang sebelum pandemi hampir tidak pernah ditemukan sebagai BKO dalam obat tradisional," ujar Reri.

Efedrin dan Pseudoefedrin merupakan bahan kimia yang sintetis dan secara alami terdapat pada tanaman Ephedra sinica atau Ma Huang. Ephedra sinica merupakan bahan yang dilarang dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan menurut Peraturan POM Nomor HK.00.05.41.1348 Tahun 2005.

Ketentuan tersebut juga tertuang dalam Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2020. Mengingat penggunaan efedra dapat membahayakan kesehatan pada sistem kardiovaskuler. Bahkan dapat menyebabkan kematian pada penggunaan yang tidak tepat dan berlebihan.

"Produk obat tradisional yang mengandung ephedra sinica tidak menahan laju keparahan pasien COVID-19, tidak menurunkan angka kematian, dan tidak mempercepat konversi swab test menjadi negatif," kata Reri.

BKO dalam obat dan suplemen

Tak hanya itu, BPOM juga mengungkapkan bahwa pihaknya masih menemukan obat tradisional dan suplemen kesehatan yang mengandung BKO lainnya. List ini dinilai lazim ditemukan dan ditambahkan dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan.

"Disamping itu, juga ditemukan bahan kimia obat yang sudah sering ditambahkan ke dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab," ujar Reri.

BKO yang lazim ditambahkan tersebut yakni Sildenafil Sitrat dan turunannya, Tadalafil, Deksametason, Fenilbutason, Alopurinol, Prednison, Parasetamol, Asetosal, Natrium Diklofenak, Furosemid, Sibutramin HCl, Siproheptadin HCl, dan Tramadol.

"BKO ini tentu membahayakan kesehatan penggunanya. Sebagai contoh Deksametason dapat menyebabkan moon face, hiperglikemia, osteoporosis, dan juga gangguan sumber. Sedangkan Sildenafil sebagaimana yang kita ketahui dapat menyebabkan stroke, serangan jantung, bahkan kematian," ujar Reri.

BKO dalam kosmetik

Sedangkan, temuan pada masa pandemi COVID-19 yang ada dalam produk kosmetik relatif serupa dengan tahun-tahun sebelumnya. Produk kosmetika yang ditemukan mengandung bahan dilarang atau berbahaya berupa hidrokinon. Serta, pewarna dilarang yakni merah K3 dan merah K10.

"Hidrokinon kita tahu dapat menimbulkan iritasi kulit, menjadi merah dan rasa terbakar, serta ochronosis atau kulit kehitaman. Kemudian untuk pewarna K3 dan K10 ini merupakan bahan yang bersifat karsinogen atau bisa menyebabkan kanker," kata Reri.

Infografis

INFOGRAFIS: Deretan Kandidat Obat Covid-19
INFOGRAFIS: Deretan Kandidat Obat Covid-19
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya