Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada awal Januari 2021 mengungkapkan bahwa stunting di Indonesia ditargetkan turun menjadi 14 persen pada 2024. Dia memastikan anggaran dan program untuk mencapai target tersebut sudah dipersiapkan.
Hal tersebut juga disampaikan Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Prof Muhammad Rizal Martua Damanik dalam acara Ambassador Talks with Embassy of Mozambique to Indonesia hari ini, Kamis, 28 Oktober 2021.
"Presiden RI Bapak Joko Widodo telah memandatkan BKKBN untuk mengendalikan pencegahan stunting di Indonesia. Target itu tidaklah sederhana, tetapi itu mungkin selagi semua pihak bisa berkontribusi dan berkomitmen untuk mengurangi stunting," ujar Rizal.
Advertisement
Baca Juga
Tak hanya untuk mengurangi angka stunting, Rizal juga mengungkapkan bahwa hal ini berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Terlebih, data menunjukkan bahwa terdapat beberapa provinsi yang dengan angka stunting yang dominan atau tinggi.
Tiga provinsi yang menunjukkan angka prevalensi stunting tertinggi yakni di atas 30 persen adalah NTT (43.82), Sulawesi Barat (40.38), dan NTB (37.85).
Sedangkan, empat provinsi yang memiliki angka prevalensi sedang yakni 10-20 persen adalah DKI Jakarta (19.96), Bangka Belitung (19.93), Kepulauan Riau (16.82), dan Bali (14.42).
Menurut pemaparan Rizal, ada beberapa tantangan dan masalah di Indonesia terkait stunting. Seperti wanita hamil dengan anemia, berat dan tinggi badan yang rendah, bayi prematur, usia pernikahan di bawah 19 tahun, dan jangka waktu melahirkan yang kurang dari 24 bulan.
"Untuk mengurangi stunting, penting juga untuk mengurangi permasalahan yang berpotensi meningkatkan risiko stunting itu sendiri," kata Rizal.
Usaha yang dilakukan
Terkait hal ini, Rizal menjelaskan terdapat lima pilar untuk mencapai target penurunan angka stunting di Indonesia. Berikut diantaranya.
1. Peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, kabupaten atau kota, dan desa.
2. Peningkatan komunikasi terkait perilaku dan pemberdayaan masyarakat.
3. Peningkatan konvergensi spesifik dan intervensi dalam kementrian, pemerintah daerah, kabupaten atau kota, dan desa.
4. Peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat.
5. Penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, penelitian, dan inovasi.
Advertisement