[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: Pedoman Pengobatan COVID-19 WHO versi Terbaru

Pada 14 Januari 2022 kemarin, WHO mengeluarkan pedoman pengobatan COVID-19 terbaru, tentu berdasar bukti ilmiah terbaru.

oleh Prof Tjandra Yoga Aditama diperbarui 17 Jan 2022, 11:10 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2022, 21:00 WIB
Mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama
Mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama. Foto: Dokumen Pribadi.

Liputan6.com, Jakarta Pada 14 Januari 2022 kemarin, WHO mengeluarkan pedoman pengobatan COVID-19 terbaru, tentu berdasar bukti ilmiah terbaru.

Ada tiga rekomendasi terbaru, pertama, rekomendasi kuat (“strong recommendation”) menggunakan obat baricitinib pada pasien COVID-19 berat dan kritis, sebagai alternatif dari “interleukin-6 (IL-6) receptor blockers”, dalam kombinasi dengan kortikosteroid.

Kedua, rekomendasi kondisional (“conditional recommendation”) untuk tidak menggunakan ruxolitinib dan tofacitinib untuk pasien COVID-19 berat dan kritis.

Ketiga adalah rekomendasi kondisional (“conditional recommendation”) untuk menggunakan obat sotrovimab pada pasien tidak berat tetapi punya risiko besar untuk masuk rumah sakit. 

Dalam pedoman pengobatan terbaru WHO terbaru itu juga dituliskan analisa tentang obat oral baru, yaitu molnupiravir and nirmatrelvir/ritonavir yang kini banyak dibicarakan termasuk juga di negeri kita.

Kedua obat ini masuk dalam kelompok “what is coming next?”, dimana disebutkan bahwa WHO masih terus mengumpulkan data ilmiah untuk analisa selanjutnya.

Kita tahu bahwa bahwa satu atau dua obat ini sudah disejujui digunakan oleh berbagai negara di dunia, khususnya untuk kasus-kasus awal. Kita tunggu saja perkembangannya dalam dalam pedoman edisi WHO selanjutnya. 

Dalam pedoman pengobatan WHO edisi sebelumnya maka ada beberapa rekomendasi yang sudah dikeluarkan.

 

Simak Video Berikut Ini:

Rekomendasi obat

Untuk pasien yang berat atau kiritis maka ada rekomendasi kuat (‘strong recommendation”) untuk pemberian kortikosteroid sistemik, juga kuat (“strong recommendation”) untuk penggunaan “IL-6 receptor blockers” yaitu tocilizumab sarilumab dan rekomendasi kondisional (“conditional recommendation” untuk diberikan obat casirivimab-imdevimab pada mereka yang statusnya seronegatif.

Rekomendasi yang pernah juga diberikan terdahulu adalah untuk pasien COVID-19 tidak berat, yaitu rekomendasi kondisional (“conditional recommendation”) untuk diberikan casirivimab-imdevimab pada mereka yang berisiko tinggi mendapat penyakit berat. 

Pada edisi pedoman pengobatan COVID-19 oleh WHO sebelum ini juga pernah dibahas bahwa untuk kasus ringan tidak direkomendasikan pemberian kortikosteroid sistemik dan plasma konvalesen, sementara untuk pasien berat dan kritis maka tidak direkomendasikan pemakaian plasma konvalesens kecuali dalam kerangka uji klinik.

Juga WHO pernah menyatakan tidak merekomendasikan untuk COVID-19 dalam keadaan apapun untuk memberikan remdesivir (“conditional recommendation”), juga rekomendasi kuat (“strong recommendation”) untuk tidak memberikan hydroxychloroquine dan juga lopinavir/ritonavir, serta rekomendasi tidak menggunakan ivermectin kecuali untuk dalam kerangka uji klinik. 

Pedoman pengobatan WHO, dan juga badan internasional lainnya, serta juga 5 organisasi Profesi Kesehatan kita di Indonesia tentu akan dapat saja terus berkembang dari waktu ke waktu, sesuai hasil penelitian terbaru dan perkembangan ilmu yang ada.

 

**Penulis adalah Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

Infografis WHO Optimistis Akhiri Tahap Akut Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis WHO Optimistis Akhiri Tahap Akut Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya