Hadiah bagi Perempuan Indonesia, RUU TPKS Sah Jadi Undang-Undang

Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut RUU TPKS jadi hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia.

oleh Diviya Agatha diperbarui 12 Apr 2022, 15:15 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2022, 15:15 WIB
Demo Buruh Perempuan di Depan Gedung DPR
Buruh perempuan memegang poster saat menggelar aksi di depan gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (8/3/2022). Mereka menuntut dibatalkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja dan mendesak agar RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) segera disahkan oleh DPR RI. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah resmi disahkan menjadi undang-undang. Kabar tersebut disampaikan langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.

Pengesahan RUU TPKS dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-19 pada Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022 atau tepatnya pada hari ini, Selasa 12 April 2022.

Dalam kesempatan tersebut, Puan Maharani menyebutkan bahwa pengesahan RUU TPKS ini menjadi hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia.

"Pengesahan RUU TPKS menjadi undang-undang menjadi hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia. Apalagi menjelang diperingatinya Hari Kartini," ujar Puan Maharani dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-19, Selasa (12/4/2022).

Seperti diketahui, pengesahan RUU TPKS telah melibatkan perjalanan panjang sejak tahun 2016 lalu sebelum akhirnya disahkan.

Puan Maharani pun sempat terlihat meneteskan air mata saat menyampaikan keterangan saat mengesahkan undang-undang satu ini.

"Ini juga hadiah bagi seluruh rakyat Indonesia dan kemajuan bangsa kita, karena UU TPKS adalah hasil kerja sama bersama sekaligus komitmen bersama kita," kata Puan.

Dengan disahkannya RUU TPKS, segala bentuk tindak kekerasan seksual diharapkan bisa dipertanggungjawabkan dalam ranah hukum. Sehingga para korban juga tetap bisa memperjuangkan haknya.

"Kami berharap bahwa implementasi dari undang-undang ini nantinya akan dapat menghadapi dan menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual, perlindungan perempuan dan anak yang ada di Indonesia," ujar Puan sambil membasuh air mata.

"Oleh karenanya, perempuan Indonesia tetap dan harus selalu semangat. Merdeka!" tambahnya.

Euforia warganet di Twitter

Demo Buruh Perempuan di Depan Gedung DPR
Sejumlah buruh perempuan memegang poster saat menggelar aksi di depan gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (8/3/2022). Mereka menuntut dibatalkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja dan mendesak agar RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) segera disahkan oleh DPR RI. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pengesahan RUU TPKS ini membawa kesenangan bagi banyak pihak. Termasuk perempuan-perempuan yang kerap kali menyuarakan aspirasinya terkait perempuan.

Di Twitter, banyak figur publik yang ikut merayakan disahkannya RUU TPKS melalui unggahannya. Bahkan, RUU TPKS juga sempat masuk dalam kolom trending topic Twitter hari ini.

"SAAAAAAAAH. UU TPKS SAAAAAAH!!!!," tulis penulis sekaligus aktivis yang peduli pada isu perempuan dan anak termasuk soal kekerasan seksual, Kalis Mardiasih melalui akun pribadinya @mardiasih.

"SAAAAAAAAAH!!!!! Terima kasih kepada semuaaaaa teman-teman yang berjuang tanpa lelah selama ini demi korban kekerasan seksual. Akhirnya kita punya UUTPKS yang bisa melindungi kita semua! Alhamdulillah. TERIMA KASIH #UUTPKS," tulis Hannah Al Rashid pada akun Twitter @HannahAlrashid.

Begitupun dengan kicauan pembuat film, penulis buku, dan creativepreneur Gina S Noer dalam cuitannya siang ini.

"Terima kasih, terima kasih, terima kasih, untuk semua orang baik yang mau terlibat di politik dan memperjuangkan UU TPKS sah. Salah satu hadiah terbaik untuk bangsa ini. Alhamdulillah #UUTPKSSAH," ujar Gina S Noer dalam akun @ginaSnoer.

"Terima kasih pada semua yg bertahun-tahun berjuang utk UU penghapusan kekerasan seksual. Di th 2019 @hollycahya bertemu seorg ibu dr korban KS, duduk di lantai dingin DPR, menunggu politisi keluar dr ruang sidang. Begitu ada yg keluar ke toilet, dia samperin, dia salamin," tulis Evi Mariani dalam akun @evimsofian.

Perjalanan panjang sejak 2016

FOTO: RUU TPKS Siap Disahkan Jadi UU
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati saat rapat pembahasan RUU TPKS di Gedung Nusantara I, Jakarta, Rabu (6/4/2022). DPR dan pemerintah menyetujui untuk membawa RUU TPKS ke rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengungkapkan bahwa jerih payah pengesahan RUU TPKS sudah dilakukan sejak tahun 2016 lalu.

"Dengan seluruh jerih payah, waktu dan tenaga yang telah kita curahkan, diiringi perjalanan panjang para korban dan masyarakat sipil pendamping korban sejak tahun 2016," ujar I Gusti Ayu.

I Gusti Ayu juga menjelaskan bahwa pada tahun 2019 lalu, sudah sempat berlangsung beberapa rapat pembahasan RUU TPKS antara panitia kerja DPR RI dan panitia kerja pemerintah.

Namun kala itu, pembahasan tidak masuk dalam pengambilan keputusan tingkat pertama. RUU TPKS kemudian masuk dalam prolegnas prioritas 2020 hingga berlanjut pada 2021.

"Hadirnya undang-undang ini nantinya merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam upaya mencegah segala bentuk kekerasan seksual," kata I Gusti Ayu.

"Menangani, melindungi, dan memulihkan korban. Melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual serta menjamin ketidakberulangan terjadinya kekerasan seksual," tambahnya.

Persoalan traumatis

FOTO: RUU TPKS Siap Disahkan Jadi UU
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati (kedua kanan) dan Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas (ketiga kanan) saat penandatanganan dokumen dalam rapat pembahasan RUU TPKS di Gedung Nusantara I, Jakarta, Rabu (6/4/2022). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menurut I Gusti Ayu, kekerasan seksual merupakan salah satu pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Serta, suatu bentuk kejahatan dan diskriminasi yang harus dihapuskan.

"Kekerasan seksual yang semakin marak terjadi di masyarakat sesungguhnya memiliki dampak serius bagi korban berupa penderitaan fisik, mental, kesehatan, ekonomi, dan sosial hingga politik," ujar I Gusti Ayu.

"Dampak kekerasan seksual dapat mempengaruhi hidup korban dan masa depan korban. Penderitaan berlapis akan dialami oleh korban, kelompok masyarakat yang marginal secara ekonomi, sosial, dan politik atau mereka yang memiliki kebutuhan khusus seperti anak dan penyandang disabilitas," I Gusti Ayu menjelaskan.

Terlebih, ia pun menjelaskan bahwa undang-undang yang mengatur kekerasan seksual juga hingga kini masih terbatas. Serta belum sepenuhnya dapat merespons fakta kekerasan seksual yang terjadi dan berkembang di masyarakat.

"Proses penyelidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan terhadap perkara kekerasan seksual juga masih belum memperhatikan hak korban dan cenderung menyalahkan korban," kata I Gusti Ayu.

Maka berkaitan dengan hal tersebutlah, diperlukan undang-undang khusus yang mengatur tindak pidana kekerasan seksual seperti RUU TPKS.

Infografis 5 Tips Liburan Aman Saat Pandemi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 5 Tips Liburan Aman Saat Pandemi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya