Dugaan Hepatitis Akut Misterius Bertambah 14 Kasus per 17 Mei 2022 di Indonesia

Hingga 17 Mei 2022, ada 1 kasus probable hepatitis akut misterius dan 13 kasus pending classification.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 19 Mei 2022, 06:40 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2022, 06:40 WIB
Ilustrasi Hepatitis akut (Istimewa)
Ilustrasi Hepatitis akut (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Dugaan kasus hepatitis akut di Indonesia bertambah 14 kasus. Hingga 17 Mei 2022, ada 1 kasus probable dan 13 kasus pending classification.

Menurut keterangan Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI dr Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, pemeriksaan hepatitis A, B, C nda E serta patogan lainnya, pada 1 kasus probable hasilnya negatif.

Sedangkan rincian 13 kasus pending classification itu terdiri dari:

  • Sumatera Utara: 1 kasus
  • Sumatera Barat: 1 kasus
  • DKI Jakarta: 7 kasus
  • Jambi: 1 kasus
  • Jawa Timur: 3 kasus

Hingga saat ini, diketahui dugaan hepatitis akut misterius dialami oleh anak-anak dan remaja usia 16 tahun ke bawah. Pada kasus-kasus dugaan hepatitis akut itu terbanyak berusia di bawah 5 tahun yakni berjumlah 7 orang. Sedang untuk usia 6-10 tahun berjumlah 2 kasus. Dan usia antara 11 hingga 16 tahun ada 5 kasus.

Dari 14 kasus yang diduga hepatitis akut misterius, 6 kasus diantaranya meninggal dunia, 4 kasus masih menjalani perawatan, dan 4 kasus lainnya sudah dipulangkan.

Syahril juga menyebut, ada pengurangan kasus probable dari tanggal 15 atau 16 Mei 2022.

"Ini perubahan jumlah kasus dari hari sebelumnya tanggal 15 atau 16 Mei itu ada pengurangan kasus di probable. Ternyata setelah dilakukan pemeriksaan terakhir, dia sepsis bakteri sehingga kasusnya discarded," ujarnya dalam konferensi pers hepatitis di Gedung Kemenkes, Rabu (18/5) di Jakarta.

Lebih lanjut dijelaskan, upaya yang dilakukan melalui surveilans yakni analisa patogen menggunakan whole genome sequencing (WGS). Dengan pemeriksaan WGS, nantinya akan terlihat varian virus yang muncul. Selanjutnya dilakukan pelaporan dengan New All Record (NAR). 

 

 

Pedoman Tata Laksana Terapeutik

Sedangkan dalam upaya terapeutik, Syahril mengatakan pihaknya telah menyusun tata laksana bagi kasus hepatitis akut.

"Kemudian upaya terapeutik kita sudah menyusun pedoman tata laksana kasus hepatitis ini bersama IDAI dan juga komite ahli yang telah dibentuk oleh Kemenkes," ujarnya. 

Dirjen Pelayanan Kesehatan pun telah menerbitkan keputusan tentang tata laksana hepatitis akut pada anak yang belum diketahui penyebabnya di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) pada 13 Mei 2022.

Selain itu, Kementerian Kesehatan telah menunjuk  laboratorium nasional di Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) untuk menerima seluruh rujukan sampel untuk pasien-pasien yang diduga hepatitis.

"Di laboratorium nasional ini telah dipersiapkam ketersediaan reagen atau KIT-nya untuk deteksi hepatitis, baik reagen metagenomik atau WGS maupun reagen PCR, baik panel respiratori maupun gastrointestinal," tutur Syahril.

Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) pada tingkat pusat hingga daerah siap untuk melayani pasien hepatitis akut.

“Sementara untuk rujukan nasional, kita sudah siapkan di RSPI Sulianti Saroso. Tapi di setiap provinsi kita ada rumah sakit di bawah Kementerian Kesehatan yang juga siap untuk memberikan pengobatan,” kata Nadia dalam sebuah webinar, pada Jumat, 13 Mei 2022.

Kemenkes juga telah menjalin kerja sama dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan jaringan spesialis anak di seluruh kabupaten/kota untuk memantau dan mengikuti secara lebih lanjut perkembangan dari tata laksana hepatitis akut.

Sementara untuk melakukan tata laksana pada kasus-kasus hepatitis akut bergejala berat, Kemenkes menyediakan pemeriksaan melalui empat laboratorium yang dapat dijadikan rujukan yakni RSPI Sulianti Saroso, Laboratorium Nasional di Litbangkes Kemenkes, Laboratorium Nasional Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sri Oemijati dan laboratorium di Nusantik.

“Ini adalah beberapa laboratorium yang kita siapkan kalau daerah akan mengirimkan pasien,” kata Nadia.

Kemudian pada tingkat daerah, Nadia mengaku sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menyiapkan rumah sakit umum daerah (RSUD) sebagai rujukan dari penanganan kasus hepatitis akut di wilayah masing-masing.

Beda Gejala Hepatitis Akut Misterius dari Hepatitis Biasa

Dalam kesempatan berbeda, Nadia juga menyampaikan perbedaan gejala hepatitis biasa dengan hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya.

Perbedaan gejala yang paling mencolok adalah kondisi seseorang yang mengalami hepatitis akut bisa sampai terjadi kejang-kejang. Sementara itu, kondisi hepatitis biasa tidak sampai mengalami kejang-kejang.

"Dalam waktu 14 hari, orang yang dalam kondisi hepatitis akut bisa jadi kejang-kejang dan penurunan kesadaran. Nah, kalau hepattis normal ya enggak akan terjadi sampai kejang. Itu kuncinya," beber Nadia saat ditemui Health Liputan6.com di sela-sela acara "15th ASEAN Health Ministers Meeting and Related Meetings" di Hotel Conrad, Nusa Dua Bali baru-baru ini.

Perjalanan riwayat hepatitis akut misterius juga terjadi cepat, yakni dari seseorang muncul gejala hingga mengalami perburukan. Tak ayal, pada kasus dugaan hepatitis akut, banyak pasien yang sudah mengalami perburukan kondisi tatkala dirujuk ke rumah sakit rujukan.

"Rata-rata kasus yang kita temui, gejalanya 7-10 hari, tapi riwayat muntah, mual diare itu biasanya 5 hari sebelumnya. Kemudian, dirawat di rumah sakit 3 hari, sampai di rumah sakit selang 2 hari saja sudah kejang-kejang," terang Nadia.

"Jadi, gejala hepatitis akut misterius berupa mual, muntah, dan diare biasa lalu jatuh ke kondisi kejang atau berat itu 3-5 hari. Makanya, durasi waktu perburukan kondisi cepat, sehingga disebut hepatitis akut berat."

Jangan Tunggu Sampai Kulit Menguning

 

Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan dan Penunjang RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, Sumariyono menerangkan, penularan hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya lewat udara juga bisa terjadi. Namun, persentase terbesar tetap melalui saluran cerna.

"Sebetulnya cara penularan secara pasti karena penyebabnya juga belum pasti ya kita masih belum tahu, tapi dari data-data yang ada saat ini, yang didapatkan dari penelitian di Inggris, penyebab terbanyak yang adalah Adenovirus, salah satunya Adenovirus tipe 41 yang penularannya melalui saluran cerna," jelas Sumariyono saat konferensi pers di Gedung RSCM, Jakarta pada Selasa, 17 Mei 2022.

"Kalau ditanya, apakah ada cara penularan lain? Kemungkinan ada, yang mana beberapa data disertai dengan gangguan di saluran pernapasan. Tapi yang yang menonjol atau utamanya adalah (penularan) yang dari saluran cerna. Kalau enggak salah, (penularan) 18 persen itu dengan cara saluran napas."

Mewaspadai adanya hepatitis akut misterius, Syahril pun menyarankan orangtua untuk lebih peduli pada kesehatan anak, terutama bila sudah ada gejala yang muncul.

"Untuk itu kita mengingatkan care (peduli) dengan keadaan ini karena cepat sekali ya hepatitis ini. Jangan sampai menunda gejala berat (baru ke RS)," ujar Syahril dalam konferensi pers Update Perkembangan Kasus Hepatitis Akut di Indonesia beberapa hari lalu.

Gejala awal yang berkaitan dengan hepatitis akut berupa sakit perut, mual, muntah, dan diare. Tak hanya itu, hepatitis akut juga memiliki gejala lanjutan seperti area mata dan kulit yang menguning, perubahan warna feses menjadi putih atau seperti dempul, dan perubahan warna air kencing hingga berwarna pekat seperti teh.

Orangtua juga diminta untuk tidak menunggu anak menunjukkan adanya gejala kuning, kejang, bahkan tidak sadar baru membawa anak ke dokter.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya