Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Malaysia Khairy Jamaluddin melaporkan dua subvarian dari jenis virus Corona Omicron yang sangat menular telah terdeteksi di Malaysia.
Dua kasus dengan BA.5 dan satu kasus dengan subvarian BA.2.12.1 ditemukan, katanya dalam sebuah tweet pada Kamis, 9 Juni 2022. Di hari yang sama Malaysia melaporkan 1.887 kasus baru COVID-19.
Baca Juga
Khairy mencatat bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengategorikan subvarian ini sebagai garis keturunan yang dipantau di bawah varian Omicron COVID-19.
Advertisement
"Sejauh ini, faktor risikonya tetap sama," katanya mengutip CNA pada Jumat (10/6/2022).
Kedua varian ini diketahui lebih menular ketimbang virus Corona versi awal yang ditemukan di Cina.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengatakan pada bulan April bahwa varian BA.2 dan subvarian BA.2.12.1 diperkirakan menjadi penyebab lebih dari 90 persen kasus COVID-19 di Amerika Serikat dibanding varian lain.
Varian BA.5 pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan, saat itu, varian tersebut juga mendominasi infeksi. Varian ini sering dibahas bersama dengan varian BA.4 karena kesamaan genetik.
Sebelumnya, ahli epidemiologi Dicky Budiman mengatakan bahwa varian Omicron dan turunannya memang memiliki angka reproduksi mendekati 10 yang artinya sangat tinggi.
“Dengan angka reproduksi tersebut, maka besar kemungkinan Omicron bersirkulasi bukan hanya di antara orang yang belum divaksinasi, bukan hanya di antara orang yang sudah vaksinasi dosis satu atau pernah kena infeksi, tapi juga bisa menginfeksi beberapa orang yang sudah vaksinasi tiga dosis,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com belum lama ini.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jika Sudah Memiliki Imun
Namun jika sudah memiliki imun yang memadai, maka infeksi umumnya tidak menimbulkan gejala. Jika pun ada, maka gejalanya ringan. Meski begitu, penularan tetap terjadi.
“Makanya, kita melihat khususnya di negara-negara maju yang cakupan tesnya masih cukup memadai seperti Amerika itu sehari bisa 200 ribu (kasus positif). Bahkan, beberapa negara bisa lebih tinggi ketimbang saat Delta mendominasi.”
Dicky menyebut hal ini wajar lantaran sub varian Omicron memang sangat efektif. Ini diperparah dengan perilaku masyarakat yang mulai abai, lebih longgar, bahkan pemerintah di berbagai negara sudah menerapkan pelonggaran.
“Kombinasi inilah yang menimbulkan adanya ekspektasi bahwa kita bisa menemukan atau akan menemukan banyak kasus.”
Namun dalam konteks saat ini, tentunya semua pihak tidak hanya perlu fokus pada indikator kasus infeksi. Dicky menyebut bahwa indikator kasus infeksi bukan prioritas. Memang kejadian infeksi sulit dihindari, tapi mayoritas masyarakat sudah divaksinasi. Makanya mayoritas pasien tidak bergejala sehingga beban ke fasilitas kesehatan menurun.
“Nah indikator yang harus menjadi perhatian saat ini adalah di rumah sakit. Berapa orang yang masuk rumah sakit dengan gejala parah. Kemudian dalam konteks Indonesia juga kunjungan rumah, memastikan tidak ada yang sakit dengan gejala parah dan tidak dirujuk ke rumah sakit.”
Indikator ini selanjutnya akan berkontribusi pada kasus kematian. Selain itu, Indonesia juga harus menjaga kualitas dan kuantitas di surveilans genomik untuk melihat karakter virus.
Advertisement
Vaksinasi di Malaysia
Seperti Indonesia dan negara lainnya, Malaysia juga terus menggencarkan vaksinasi COVID-19 untuk melindungi masyarakatnya dari paparan Omicron dan varian lain.
Dalam sebuah video yang diunggah ke akun Twitter WHO, Khairy ditanya bagaimana Malaysia menggunakan ilmu perilaku dalam kampanye vaksinasi COVID-19.
Ia menjawab, Kementerian Kesehatan Malaysia merancang sebuah pendekatan untuk memastikan bahwa masyarakat bersedia divaksinasi. Sebisa mungkin tidak sampai menimbulkan gesekan dan paksaan berlebihan.
Kementerian Kesehatan tersebut mengetahui bahwa akan ada keraguan di kalangan masyarakat untuk mendapatkan vaksinasi COVID-19.
“Maka dari itu, pemerintah sebisa mungkin membuat vaksinasi mudah didapatkan, mudah dimengerti maksud dan tujuannya, dan sosialisasi sebanyak mungkin.”
Malaysia juga berupaya menyasar masyarakatnya yang tinggal di daerah-daerah terpencil atau pedalaman dengan mengirimkan tenaga kesehatan ke daerah-daerah tersebut untuk melancarkan vaksinasi.
Ilmu perilaku adalah garis pertahanan pertama untuk perawatan kesehatan masyarakat, tambah Khairy.
“Jika Anda dapat mengubah perilaku orang dalam aspek kesadaran kesehatan dan menjadi bersedia melakukan vaksinasi, maka ini akan sangat memperkuat segala sesuatu dalam sistem perawatan kesehatan lainnya,” katanya.
Upaya Pengembangan Vaksin di Tanah Air
Tak mau ketinggalan dengan negara lain, Indonesia kini mengembangkan vaksin dalam negeri yang disebut vaksin Badan Usaha Milik Negara atau vaksin BUMN.
Pada Kamis, vaksin BUMN kick off atau mulai uji klinis fase 3. Menurut Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir, setelah masuk ke uji klinis tahap 3, jika semua berjalan lancar maka target Emergency Use Authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat keluar pada Juli.
“Setelah EUA keluar kita mulai produksi. Dan kita sudah menyiapkan kapasitas produksi yang cukup besar. Di mana untuk vaksin BUMN ini kami telah menyiapkan kapasitas 120 juta dosis per tahun. Tentunya nanti akan diproduksi sesuai kebutuhan,” ujar Honesti dalam konferensi pers di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (9/6/2022).
Ia menambahkan, uji klinis yang dilakukan pada vaksin BUMN diawali dengan peruntukkan vaksin primer dosis satu dan dua.
“Namun, karena jumlah vaksinasi primer di Indonesia sudah cukup besar, kemungkinan besar akan diprioritaskan pula untuk booster.”
“Kemudian diuji pula untuk anak karena kita memang masih kekurangan suplai vaksin untuk anak karena memang belum banyak vaksin yang mendapatkan izin untuk diberikan ke anak.”
Uji klinis vaksin BUMN fase ketiga rencananya akan diberikan kepada 4.050 subjek dengan batasan usia 18 sampai 70 tahun.
Advertisement