Liputan6.com, Jakarta Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) melaporkan bahwa subvarian BA.5 sekarang menjadi jenis COVID-19 yang paling dominan di AS.
Meskipun sulit untuk mendapatkan jumlah pasti, tapi ada indikasi bahwa infeksi ulang dan rawat inap meningkat.
Baca Juga
Sekitar 31.000 orang di seluruh AS saat ini dirawat di rumah sakit karena virus, dengan penerimaan naik 4,5 persen dibandingkan seminggu yang lalu. Dan data dari negara bagian New York menunjukkan bahwa infeksi ulang mulai naik lagi pada akhir Juni.
Advertisement
Bob Wachter, ketua Departemen Kedokteran di University of California, San Francisco, mengatakan BA.5 sangat mudah menular dan berhasil menghindari sebagian kekebalan yang mungkin dimiliki orang dari infeksi dan vaksinasi sebelumnya.
"Tidak hanya lebih menular, tetapi kekebalan Anda sebelumnya tidak berperan sebesar dulu," jelasnya mengutip NPR, Selasa (12/7/2022).
Artinya, anggapan “Saya baru saja terkena COVID sebulan yang lalu, jadi saya memiliki kekuatan super kekebalan COVID, saya tidak akan mendapatkannya lagi,” kini tidak berlaku lagi.
Sejauh ini, tidak ada bukti bahwa subvarian BA.5 menyebabkan penyakit yang lebih serius. Dan para ahli penyakit menular mengatakan bahwa meskipun infeksi baru meningkat, dampak BA.5 tidak mungkin mencapai skala lonjakan seperti yang terjadi di musim dingin lalu. Salah satu alasannya karena negara lebih siap untuk mengelolanya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kasus Kematian Tak Setinggi Dulu
Rata-rata kematian harian di AS kini berada di sekitar angka 300. Sedangkan, di musim dingin lalu, angka tersebut mencapai 3.000.
Profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins Anna Durbin mengatakan, kombinasi infeksi dan vaksinasi sebelumnya masih bersifat protektif, dan perawatan COVID-19 sekarang sudah lebih baik.
"Kebanyakan orang memiliki kekebalan dasar yang membantu dalam memerangi virus," jelasnya.
"Kita memiliki antivirus dan saya pikir karena itu kita tidak melihat peningkatan kematian. Dan itu sangat meyakinkan.”
Dia menambahkan bahwa suntikan booster baru yang secara khusus menargetkan omicron — yang dapat diluncurkan segera setelah musim gugur ini — juga akan membantu mencegah penyakit serius dan kematian.
Meski begitu, infeksi berkali-kali juga tak baik bagi kesehatan. Temuan studi pra-cetak yang diterbitkan pada bulan Juni menunjukkan bahwa orang yang sakit berkali-kali dapat memiliki risiko lebih tinggi mengalami gejala COVID-19 yang berkepanjangan. Gejala ini sering pula disebut sebagai long COVID-19.
Advertisement
Pengamatan Kasus Infeksi Ulang
Ahli epidemiologi klinis di Universitas Washington di St. Louis Ziyad Al-Aly, mengamati ribuan kasus infeksi ulang dan melihat berbagai masalah pada bulan-bulan berikutnya.
Berbagai masalah akibat infeksi ulang COVID mencakup kondisi pernapasan tertentu, batuk, sesak napas, kelelahan, kabut otak dan kondisi lain termasuk penyakit metabolik, penyakit jantung, penyakit ginjal dan diabetes.
"Secara keseluruhan, kami menyimpulkan bahwa infeksi ulang berkontribusi pada risiko tambahan," kata Al-Aly. "Jadi, bahkan jika Anda divaksinasi, langkah yang lebih baik adalah benar-benar menghindari infeksi ulang.”
Dan sebuah penelitian yang diterbitkan minggu lalu di jurnal Cell menyimpulkan bahwa infeksi berulang memang mungkin terjadi.
Para peneliti mempelajari sampel darah dari orang-orang yang telah divaksinasi dan diberi dosis penguat, mereka menemukan bahwa orang-orang tersebut memiliki kemampuan yang berkurang untuk menetralkan virus BA.5, dibandingkan dengan sub-varian sebelumnya, BA.1 dan BA.2.
Selain itu, darah dari orang-orang yang mengalami infeksi BA.1 juga menunjukkan penurunan netralisasi, "menunjukkan bahwa infeksi Omicron berulang mungkin terjadi pada populasi," para penulis menyimpulkan.
Lindungi Diri
Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi paparan virus agar tak kena infeksi ulang. Seperti menggunakan masker di dalam ruangan yang ramai.
Ditambah, anak-anak AS di bawah usia 5 akhirnya memenuhi syarat untuk divaksinasi. Namun, sebagian besar orangtua masih ragu untuk mengantar anaknya mendapatkan vaksinasi. Padahal, pakar kesehatan masyarakat mendorong mereka untuk tidak menunggu lebih lama lagi.
Vaksinasi juga perlu tetap digencarkan pada orang dewasa, lanjut usia, serta remaja.
Perlindungan diri perlu dilakukan karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga melaporkan bahwa kasus BA.4 dan BA.5 memang meningkat.
Selama minggu ke-25 (19 hingga 25 Juni), proporsi BA.5 di antara semua sekuens (urutan) yang dikirimkan setiap minggu ke Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) meningkat dari 37 persen menjadi 52 persen.
Meskipun BA.4 meningkat secara global, tingkat kenaikannya tidak setinggi BA.5. BA.4 telah terdeteksi di 73 negara, dan sekarang menyumbang 12 persen dari semua sekuens yang dikirimkan selama minggu ke 25 (naik dari 11 persen di minggu sebelumnya).
Advertisement