Liputan6.com, Jakarta Penjenamaan 'Rumah Sehat untuk Jakarta' yang dicanangkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta justru membuat publik bingung. Istilah yang menggantikan nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tersebut menimbulkan kerancuan dari segi bahasa.
Adanya penjenamaan 'Rumah Sehat' yang baru dicanangkan, Humas Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Anjari Umarjiyanto menekankan, perlu ada sosialisasi dari Pemprov DKI Jakarta kepada publik secara luas. Tujuannya, agar tidak ada salah paham dan misinformasi terkait penjenamaan tersebut.
Baca Juga
"Diharapkan masyarakat tidak salah sangka itu mengganti 'Rumah Sakit' menjadi 'Rumah Sehat.' Maksudnya di sini, singkatan RS berubah jadi 'Rumah Sehat' toh. Bukan begitu maksudnya, tapi ya memang bisa bikin publik salah mengerti juga," terang Anjari kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Kamis, 4 Agustus 2022.
Advertisement
"Menurut saya, Pemprov DKI perlu melakukan sosialisasi kepada publik supaya publik jadi paham dan tidak salah mengerti, tidak salah persepsi, apalagi misinformasi gitu."
Dari sisi internal, lanjut Anjari, Pemprov DKI dapat kembali memberi pemahaman di lingkungan RSUD bahwa penjenamaan 'Rumah Sehat' berkaitan dengan branding atau semacam tagline.
"Pemprov DKI dapat menginternalisasi kebijakan di lingkungan RSUD. Internalisasi ini adalah branding atau tagline-nya. Tagline-nya ya Rumah Sehat ini," katanya.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Branding 'Rumah Sehat' Tidak Mengubah Nama RSUD
Sebagaimana yang dinyatakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, penjenamaan 'Rumah Sehat' dimaksudkan sebagai branding. Upaya ini dilihat secara promotif bahwa masyarakat harus mengedepankan kesehatan.
Peran fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) pun tidak hanya kuratif untuk mengobati orang sakit, melainkan secara promotif, yakni mengajak dan mengedukasi masyarakat supaya menjaga dan menerapkan pola hidup sehat.
"Ini sejalan dengan Pak Gubernur (Anies Baswedan) yang mengatakan, penjenamaan branding agar masyarakat tidak hanya memikirkan kalau rumah sakit itu (saat) sakit, tapi ada peran promotif dan preventif (pencegahan) dan memang di RS sendiri pelayanannya seperti itu," Anjari Umarjiyanto menjelaskan.
Terkait dari sisi legal, lanjut Anjari, penamaan resmi dalam akta perumahsakitan RSUD tetap mencantumkan nama rumah sakit. Artinya, nama RSUD tidak dihilangkan atau dihapus. Dalam hal ini, branding 'Rumah Sehat' tidak mengubah nama asli RSUD.
"Secara legal, kalau penamaan hanya nomenklatur ya harus (menggunakan kata) 'Rumah Sakit.' Karena itu kan secara aspek perizinan dan dalam Undang-undang Perumahsakitan sudah disebutkan seperti itu," imbuhnya.
"Untuk BPJS Kesehatan saja, penyebutannya kan 'Rujukan ke Rumah Sakit.' Tentu, kalau misalnya ada perubahan (singkatan) RS-nya ya itu berlaku di seluruh Indonesia. Harus ada aspek legal yang dipikirkan. Dan memang 'Rumah Sehat' itu niatnya buat branding kok."
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Branding 'Rumah Sehat' Boleh Saja
Anjari Umarjiyanto menambahkan, perlu ada pemahaman tujuan penyebutan 'Rumah Sehat untuk Jakarta' yang menyasar di 31 RSUD. Tidak masalah bila penyebutan tersebut dimaksudkan sebagai branding.
"Kalau tujuannya adalah branding atau strategi branding, strategi marketing atau public relation itu boleh. Itu kan sama seperti setiap rumah sakit mempunyai strategi branding sendiri-sendiri, sesuai dengan bagaimana tujuan RS masing-masing," tambahnya.
"Nah sekarang, kalau niatnya adalah Rumah Sehat untuk mengubah (singkatan) Rumah Sakit, itu kan perlu dilihat dari banyak aspek, ada aspek legal, sejarah, dan sosiologi. Kurang lebih ada tiga hal itu dilihat."
Lebih lanjut, Anjari memaparkan, aspek legal berarti masuk kategori fasilitas pelayanan kesehatan. Salah satunya rumah sakit. Penyebutan 'Rumah Sakit' sudah termaktub dalam UU maupun Peraturan terkait perumahsakitan lainnya.
"Kita mengenail fasyankes lain, misalnya ada RS, balai kesehatan, klinik, apotek. Artinya, secara legal dari peraturan atau penyebutan RS sebagai fasilitas kesehatan sudah disebutkan di UU rumah sakit, PP dan Permenkes," paparnya.
"Kalau mau menggantikan (singkatan) Rumah Sehat tentu berbenturan dengan UU yang berlaku saat ini."
Sisi Promotif dan Preeventif RS
Dari aspek sejarah, Anjari Umarjiyanto mengatakan, penggunaan kata 'Rumah Sakit' di Indonesia diserap dari bahasa Belanda, yakni ziekenhuis.
"Kita ini dijajah Belanda lama dan salah satu peninggalannya tempat pengobatan. Ada beberapa RS yang peninggalan Belanda itu sejarahnya rumah sakit atau dalam bahasa Belanda, ziekenhuis,"
"Misalnya, RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Dulu kan namanya Centrale Burgelijke Ziekenhuis, artinya Rumah Sakit Umum. Jadi, penamaan RS di Indonesia mengalihkan dari bahasa Belanda. Kalau di negara Inggris atau persemakmuran pakainya kata hospital, bukan kemudian homesick kan."
Selanjutnya, dari sisi sosiologi, peran fasyankes bukan hanya mengobati orang sakit, melainkan juga melakukan perawatan. Dari sisi promotif dan preventif juga berkaitan dengan deteksi dini dan skrining.
"Masyarakat paham kalau RS kan tidak hanya pengobatan dan perawatan tapi juga dari sisi promotif dan preventifnya, pemeriksaan kesehatan seperti deteksi dini ada di RS," imbuh Anjari.
Advertisement