Studi Terbaru Ungkap, 1 dari 8 Orang Dewasa Mengalami Gejala Long COVID

Sebuah studi baru di Belanda menunjukkan bahwa satu dari 8 orang dewasa yang terinfeksi COVID-19 mengalami gejala berkepanjangan yang dikenal sebagai Long COVID.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 08 Agu 2022, 13:00 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2022, 13:00 WIB
Long Covid
Long Covid-19 adalah kondisi pasien yang sudah pernah terinfeksi virus Covid-19 masih mengeluhkan gejala setelah dinyatakan sembuh.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi baru di Belanda menunjukkan bahwa satu dari 8 orang dewasa yang terinfeksi COVID-19 mengalami gejala berkepanjangan yang dikenal sebagai Long COVID.

Studi yang dipublikasikan dalam The Lancet pada pekan lalu, menemukan 21,4 persen dari 76.422 partisipan penelitian mengalami setidaknya satu gejala baru atau gejala yang semakin parah dalam tiga hingga lima bulan setelah terinfeksi dibandingkan infeksi sebelumnya.

Temuan tersebut juga membandingkan dengan 8,7 persen orang yang tidak terinfeksi. Para partisipan yang terlibat, menjalani survei selama periode waktu yang sama. Hingga kemudian hasil survei menunjukkan satu dari delapan pasien COVID-19 (12,7 persen) dalam populasi umum mengalami gejala Long COVID karena COVID-19.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis Kamis, 4 Agustus 2022, penulis utama riset, Judith Rosmalen dari University of Groningen di Belanda, mengatakan penelitian yang disebut "Persistensi Gejala Somatik pasca COVID-19 di Belanda" melihat gejala yang paling sering dikaitkan dengan long COVID, termasuk masalah pernapasan, kelelahan dan kehilangan rasa atau penciuman, baik sebelum diagnosis COVID-19 maupun pada orang yang belum didiagnosis dengan infeksi virus tersebut.

“Metode ini memungkinkan kami untuk mempertimbangkan gejala awal dan mempertimbangkan gejala yang dialami oleh orang yang tidak terinfeksi untuk memberikan definisi kerja yang lebih baik untuk long COVID serta memberikan perkiraan yang andal tentang seberapa besar kemungkinan long COVID-19 akan muncul pada populasi umum,” kata Rosmalen.

Ada Keperluan Mendesak Mengenai Data Long COVID

Long COVID mengacu pada salah satu dari lebih dari banyak gejala yang bertahan lama, kambuh atau muncul pertama kali setidaknya satu bulan setelah infeksi virus corona. Gejala-gejala tersebut dapat mempengaruhi semua bagian tubuh dan dapat berupa kelelahan, sesak napas, kabut otak dan pembekuan darah.

Rosmalen mengatakan ada “kebutuhan mendesak” terhadap data yang dapat menginformasikan skala dan cakupan gejala jangka panjang yang dialami beberapa pasien selepas infeksi penyakit COVID-19.

“Namun, sebagian besar penelitian terdahulu tentang long COVID belum melihat frekuensi gejala ini pada orang yang belum didiagnosis dengan COVID-19 atau melihat gejala pasien individu sebelum diagnosis COVID-19,” tambah Rosmalen, dilansir Globalnews.

Identifikasi Gejala Inti Long COVID

Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dengan meminta partisipan untuk secara rutin mengisi kuesioner digital mengenai 23 gejala yang umumnya terkait dengan long COVID .

Kuesioner dikirim 24 kali ke individu yang sama antara Maret 2020 dan Agustus 2021.

“Sebagian besar data dikumpulkan sebelum peluncuran vaksin COVID-19 di Belanda sehingga jumlah peserta yang divaksinasi terlalu sedikit untuk dianalisis dalam penelitian ini,” dikutip dari siaran pers studi.

Para peneliti mengatakan dengan melihat gejala individu baik sebelum dan sesudah infeksi COVID-19, mereka dapat mengidentifikasi gejala inti dari Long COVID. 

Gejala inti ini meliputi nyeri dada, kesulitan bernapas, nyeri saat bernapas, nyeri otot, kehilangan rasa dan penciuman, kesemutan ekstrem, benjolan di tenggorokan, rasa panas dan dingin, lengan dan/atau kaki berat, dan kelelahan umum.

"Keparahan gejala ini stabil pada tiga bulan setelah infeksi tanpa penurunan lebih lanjut," kata rilis itu.

“Gejala lain yang tidak meningkat secara signifikan tiga hingga lima bulan setelah diagnosis COVID-19 termasuk sakit kepala, mata gatal, pusing, sakit punggung, dan mual,” tambahnya.

Pentingnya Penelitian Long COVIDIden

Kandidat PhD sekaligus penulis pertama penelitian ini, Aranka Ballering, mengatakan bahwa, “Gejala inti ini memiliki implikasi besar untuk penelitian di masa depan, karena gejala ini dapat digunakan untuk membedakan antara kondisi pasca-COVID-19 dan gejala yang tidak terkait dengan COVID-19. ”

Ballering mengatakan bahwa sebagai hasil penelitian, dia dan rekan satu timnya dapat mengidentifikasi gejala yang berasal dari orang yang mengalami stres akibat pandemi, yang lebih bersifat mental daripada fisik.

“Kondisi pasca-COVID-19, atau dikenal sebagai long COVID, adalah masalah mendesak dengan korban manusia yang meningkat. Memahami gejala inti dan prevalensi pasca-COVID-19 pada populasi umum merupakan langkah besar bagi kemampuan kami untuk menyusun studi yang pada akhirnya dapat menginformasikan layanan kesehatan yang merespon terhadap gejala long COVID,” ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya