Liputan6.com, Jakarta - Penembakan gas air mata di tragedi Kanjuruhan Arema usai pertandingan bola antara Arema dan Persebaya pada Sabtu, 1 Oktober 2022, disebut-sebut sebagai salah satu pemicu jatuhnya korban jiwa.
Menurut Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama, walaupun memang belum tentu bahwa gas air mata menjadi penyebab kematian, tapi dampak gas air mata akan tergantung pada tiga poin.
Baca Juga
Pertama, seberapa besar dosis gas yang terkena pada seseorang. Makin besar paparannya tentu akan makin buruk akibatnya.
Advertisement
Kedua, dampak juga akan tergantung dari kepekaan seseorang terhadap bahan di gas itu, serta kemungkinan ada gangguan kesehatan tertentu pada mereka yang terpapar.
Ketiga, dampak akan tergantung dari apakah paparan ada di ruang tertutup atau ruang terbuka, demikian juga bagaimana aliran udara yang membawa gas beterbangan.
Tjandra juga menjelaskan lima hal terkait gas air mata. Kelima hal itu adalah:
Pertama, beberapa bahan kimia yang digunakan pada gas air mata di antaranya chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA) dan dibenzoxazepine (CR).
Kedua, secara umum bahan-bahan kimia itu dapat menimbulkan dampak pada kulit, mata dan paru serta saluran napas.
Ketiga, gejala akutnya di paru dan saluran napas dapat berupa dada berat, batuk, tenggorokan seperti tercekik, batuk, bising mengi, dan sesak napas.
Pada keadaan tertentu dapat terjadi gawat napas (respiratory distress). Masih tentang dampak di paru, mereka yang sudah punya penyakit asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), kalau terkena gas air mata maka dapat terjadi serangan sesak napas akut yang bukan tidak mungkin berujung di gagal napas (respiratory failure).
Bisa Menimbulkan Dampak Berkepanjangan
Keempat, selain di saluran napas maka gejala lain adalah rasa terbakar di mata, mulut dan hidung. Lalu dapat juga berupa pandangan kabur dan kesulitan menelan.
Selain itu, kata Tjandra, juga dapat terjadi semacam luka bakar kimiawi dan reaksi alergi.
Kelima, walaupun dampak utama gas air mata adalah dampak akut yang segera timbul, ternyata pada keadaan tertentu dapat terjadi dampak kronik berkepanjangan.
"Hal ini terutama kalau paparan berkepanjangan, dalam dosis tinggi dan apalagi kalau di ruangan tertutup," ujar Tjandra dalam keterangan tertulis yang dibagikan kepada Health Liputan6.com, Minggu (2/10/2022).
Tjandra berharap agar kejadian serupa tidak pernah terulang, baik di Indonesia maupun di negara lain.
Ia juga mengimbau untuk menunggu hasil analisa mendalam tentang sebab kematian para korban, yang kemungkinan ada beberapa faktor yang saling memengaruhi.
Advertisement
Dampak pada Anak Lebih Berat
Tragedi penembakan gas air mata di Stadion Kanjuruhan turut berdampak pada penonton usia anak.
Menurut dokter spesialis anak Kurniawan Satria Denta, efek gas air mata pada anak bisa lebih berat ketimbang pada orang dewasa.
“Kapasitas paru yang masih terbatas membuat efek gas air mata jadi lebih berat dirasakan oleh anak-anak,” kata Denta mengutip utas Twitter pribadinya, Senin (3/10/2022).
“Gas air mata tidak boleh digunakan untuk mengendalikan massa atau kerumunan yang terdapat anak-anak di dalamnya. We should've known better,” tambahnya.
Ia pun menyarankan, jika orangtua hendak membawa anak ke pertandingan bola maka pastikan anak tersebut sudah berusia di atas 5 tahun.
“Itu pun tidak semua pertandingan bisa ditonton. Pertandingan malam dan/atau pertandingan yang risiko rusuh tinggi, jangan bawa anak-anak. Keselamatan anak di atas kesenangan orangtua,” katanya.
Di sisi lain, orangtua juga perlu mengetahui risiko lain yang bisa terjadi pada anak jika mereka dibawa menonton bola secara langsung di stadion. Pasalnya, suara bising bisa memicu gangguan pendengaran pada anak usia di bawah 5.
“Jangan bawa anak nonton bola langsung di stadion, jika usia anak masih di bawah lima tahun, apalagi bayi. Suara riuhnya pertandingan langsung bisa merusak pendengaran bayi,” kata Denta.
Tragedi Kelam Kanjuruhan
Pembahasan soal efek gas air mata pada anak dilatarbelakangi tragedi kerusuhan suporter bola di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu, 1 Oktober 2022.
Tragedi ini terjadi pasca pertandingan Arema dan Persebaya yang menelan hingga ratusan korban jiwa. Peristiwa kelam ini dipicu oleh suporter Arema yang tak bisa menerima kekalahan dari lawan.
Menurut seorang saksi yang berhasil selamat, pertandingan awalnya berjalan aman hingga di penghujung pertandingan terjadilah kericuhan.
Ini diawali dengan seorang suporter Arema yang masuk ke lapangan untuk meluapkan kekesalan.
Aksi ini diikuti suporter lain yang kemudian dihadang oleh aparat dan terjadilah tindak kekerasan. Tak disangka, suporter lain pun ikut turun ke lapangan. Gas air mata pun ditembakkan untuk menghentikan para suporter.
Namun, hal ini membuat mereka panik dan membuat suasana semakin ricuh. Tak sedikit yang terinjak dan kesulitan bernapas saat berusaha melarikan diri ke luar stadion.
Di dalam stadion tersebut, ada anak-anak dan lanjut usia. Di mana mereka juga terkena efek dari gas air mata.
Advertisement