Update COVID-19 Hari Ini 13 Oktober 2022: Bertambah 1.830 Kasus Baru, DKI Tertinggi

Penambahan kasus COVID-19 pada Kamis, 13 Oktober 2022 ada sebanyak 1.830 jiwa.

oleh Diviya Agatha diperbarui 15 Okt 2022, 18:39 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2022, 17:57 WIB
COVID-19 di Indonesia.
Ilustrasi kasus COVID-19 di Indonesia. Foto: (Ade Nasihudin/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta Data yang dipublikasikan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) pada Kamis, 13 Oktober 2022 menunjukkan adanya penambahan kasus COVID-19 sebanyak 1.830 jiwa.

Dengan tambahan ini, maka akumulasi kasus positif COVID-19 di Indonesia sejak Maret 2022 genap mencapai 6.452.078 kasus.

Sedangkan kasus aktif COVID-19 di Indonesia hari ini berada pada angka 17.226 dengan penurunan kasus sebanyak 103.

Penambahan juga terjadi pada kasus sembuh yakni sebanyak 1.713. Sehingga dengan tambahan tersebut, akumulasinya menjadi 6.276.589.

Begitupun dengan pasien yang meninggal akibat virus SARS-CoV-2 ikut mengalami penambahan. Penambahannya ada sebanyak 14 jiwa sehingga total pasien meninggal akibat COVID-19 mencapai 158.263.

Data yang dibagikan oleh Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menunjukkan jumlah spesimen yang diperiksa yakni 63.270 dan suspek sebanyak 4.343.

Data tersebut juga menunjukkan 5 provinsi penyumbang kasus terbanyak dari transmisi lokal dan pelaku perjalanan luar negeri (PPLN). Kelimanya terdiri dari

- DKI Jakarta sebagai tingkat pertama dengan jumlah penambahan 708 kasus, dengan 655 transmisi lokal dan 53 PPLN.

- Jawa Barat dengan 279 kasus baru, dengan 279 transmisi lokal dan 0 PPLN.

- Jawa Timur dengan 196 kasus baru, 196 transmisi lokal, dan 0 PPLN.

- Banten dengan 161 kasus baru, dengan 161 transmisi lokal, dan 0 PPLN.

- Jawa Tengah dengan 132 kasus baru, 131 transmisi lokal, dan 1 PPLN.

Sedangkan, provinsi lainnya tidak menunjukkan adanya penambahan kasus yang signifikan. Terdapat provinsi yang penambahan kasusnya berada di bawah 5 yakni Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Maluku, dan Maluku Utara.

Bahkan, terdapat satu provinsi yang tidak mengalami kenaikan kasus sama sekali. Provinsi tersebut adalah Gorontalo.

Capaian Vaksinasi COVID-19 RI

FOTO: Waspada Ancaman Omicron hingga Februari Mendatang
Kepadatan calon penumpang kereta Commuter Line (KRL) di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Rabu (12/1/2022). Kementerian Kesehatan memprediksi penyebaran kasus COVID-19 varian Omicron di Indonesia akan terus terjadi hingga mencapai puncaknya pada Februari 2022. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Data situasi COVID-19, Kamis, 13 Oktober 2022 hingga pukul 12.00 WIB juga melaporkan adanya capaian vaksinasi terbaru. Hari ini, capaian vaksinasi di Indonesia bertambah sebanyak 105.127 suntikan.

Rincian capaian tersebut yakni:

- Vaksinasi dosis pertama bertambah 20.101 suntikan, sehingga akumulasinya menjadi 204.742.486

- Vaksinasi dosis kedua bertambah 20.619 suntikan, sehingga akumulasinya menjadi 171.365.760

- Vaksinasi dosis ketiga bertambah 61.577 suntikan, sehingga akumulasinya menjadi 64.173.392

- Vaksinasi dosis keempat bertambah 2.830 suntikan, sehingga akumulasinya menjadi 643.833

Berdasarkan adanya penambahan capaian vaksinasi ini, akumulasinya menjadi 440.925.471 suntikan dengan target sasaran vaksinasi RI sebanyak 208.265.720 jiwa.

Penurunan kasus harian COVID-19 dan meningkatnya capaian vaksinasi yang terjadi selama beberapa bulan belakangan di Indonesia nampaknya menjadi faktor yang memengaruhi status pandemi COVID-19.

Pasalnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah mengungkapkan soal rencana pencabutan status pandemi COVID-19 pada tahun 2023 mendatang.

"Sangat ada (kemungkinan untuk melepas status pandemi COVID-19). Tapi kita enggak tahu kalau ada varian baru," ujar Luhut di Jakarta mengutip Antara.

Luhut menjelaskan, Indonesia memang akan tetap merujuk status pandemi COVID-19 tersebut pada WHO. Meskipun status pandemi COVID-19 di Indonesia masuk dalam rata-rata paling baik.

Status Pandemi COVID-19 Akan Dicabut?

Covid-19 di Indonesia
Warga sedang berkunjung ke Kota Tua, Jakarta Barat sambil mengenakan masker karena masih di tengah pandemi COVID-19. (28/8/2022) Foto: Liputan6.com/ Ade Nasihudin).

Selain itu, Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Airlangga Hartarto berpendapat selaras. Menurutnya, Indonesia bisa lepas dari status pandemi COVID-19 jika kasus melandai hingga Februari 2023.

"Akhir bulan depan (November 2022) ditentukan terkait PPKM ke depan, disertai catatan booster dan vaksinasi diekstensifkan di November, Desember, dan Januari, karena kalau kita bisa jaga di Februari kasus landai maka kita bisa lepas dari pandemi COVID-19," kata Airlangga.

Menanggapi hal tersebut, Epidemiolog Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman mengungkapkan bahwa akhir dari status pandemi COVID-19 sebenarnya telah membelenggu banyak negara termasuk Indonesia.

"Membelenggu banyak negara termasuk Indonesia, karena akhirnya (harus) ada lanjutan dalam bentuk deklarasi darurat kesehatan di Indonesia. Status ini membelenggu dalam upaya banyak negara untuk melakukan pemulihan," ujar Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Kamis (13/10/2022).

Meski begitu, menurut Dicky, status pandemi COVID-19 sebenarnya tidak ada di dalam konferensi internasional. WHO hanya memiliki wewenang untuk menetapkan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

Persiapan yang Perlu Dilakukan RI

Covid-19
Berupaya untuk mengakhiri pandemi COVID-19, WHO mengeluarkan 6 kebijakan dan berikut poin-poin yang harus diperhatikan oleh pemerintah Indonesia. (pexels.com/Anna Shvet)

Menurut Dicky, hal yang lebih penting dari sekadar mencabut status pandemi COVID-19 adalah bagaimana kesiapan pemerintah dalam merespons dan memitigasi ancaman berikutnya yang mungkin akan datang.

"Bagaimana perkuatan sistem kesehatan kita, SDM kita sudah bertambah belum, infrastruktur kita, laboratorium, surveilans, dan sebagainya. Itu jauh lebih penting, karena sebetulnya toh pemulihan itu masih tetap bisa berjalan paralel dengan minim korban," ujar Dicky.

Lebih lanjut Dicky mengungkapkan bahwa adanya fenomena seperti hepatitis akut, gagal ginjal akut, dan sebagainya tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan COVID-19. Hal tersebut lantaran infeksi COVID-19 memiliki dampak yang besar pada tubuh.

"Ini mau tidak mau tidak bisa kita lepaskan kaitannya atau erat sekali kaitannya dengan pandemi COVID-19 sendiri, yang kita tahu infeksi COVID-19 ini bisa menyerang ke pembuluh darah. Artinya bisa menyerang ke seluruh organ, mengurangi fungsi organ, mengganggu, bahkan merusak organ," kata Dicky.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya