Liputan6.com, Jakarta Temuan satu kasus penyakit polio di Kabupaten Pidie, Aceh dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Kabar ini mengejutkan, karena Indonesia sendiri sudah mendapat Sertifikat Eradikasi atau Bebas Polio dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Maxi Rein Rondonuwu mengungkapkan alasan di balik penetapan KLB Polio dengan temuan satu kasus di Aceh.
Baca Juga
Secara prosedur, pelaporan kasus polio, bahkan temuan satu kasus pun harus disampaikan kepada Kemenkes dan WHO. Indonesia yang sudah mendapat Sertifikat Bebas Polio, ketika ditemukan satu kasus polio, maka hal itu akan menjadi sebuah Kejadian Luar Biasa.
Advertisement
"Pada dasarnya, kita ini tahun 2014 mendapat Sertifikat Eradikasi Polio. Jadi, seluruh dunia, negara manapun sebelum 2026, dunia akan men-declare (menyatakan) betul-betul untuk melakukan surveilans lumpuh layu (polio) itu dilaporkan apapun penyebabnya," ungkap Maxi saat 'Press Conference: Kejadian Luar Biasa Polio di Indonesia' pada Sabtu, 20 November 2022.
"Nanti diperiksa dan kebetulan kita tahun 2018 dapat (kasus polio) di Papua masih Tipe 1 dan 2022 ini di Aceh Tipe 2. Jadi, satu kasus (di Aceh) itu harus dinyatakan KLB karena Indonesia sudah menyatakan eradikasi, tapi ternyata masih ada virus Polio, apalagi Tipe 2 ini dianggap sudah eradikasi."
Hasil informasi yang dihimpun Kemenkes, pasien positif Polio yang ditemukan di Kabupaten Pidie, Aceh berusia 7 tahun 2 bulan dengan gejala kelumpuhan pada kaki kiri. Kondisinya terjadi pengecilan pada otot paha dan betis kiri. Anak tersebut tidak memiliki riwayat imunisasi dan perjalanan/kontak dengan pelaku perjalanan.
Penyebab dan Tipe Virus Polio
Maxi Rein Rondonuwu memaparkan, virus Polio dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan permanen terutama pada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi. Penyakit polio ini disebabkan oleh virus Polio dan penularan faecal-oral yakni feses.
"Sudah pasti pada kebersihan di tangan juga. Jadi kalau tidak cuci tangan, virus bisa masuk melalui mulut atau lingkungan atau air yang terkontaminasi oleh tinja yang mengandung virus Polio dan memang kebanyakan ya virus-virus Polio berkembang di pencernaan," paparnya.
"Saat dia mengeluarkan kotoran feses, kemudian tidak masuk ke septic tank, ke lingkungan yang ada di sungai ada air tempat anak bermain, itu bisa menjadi sumber tempat penularan. Dan sekali lagi berkembang di saluran pencernaan."
Selanjutnya, virus Polio menyerang sistem saraf. Akibatnya, kekuatan tungkai otot berkurang dan lama-lama otot mengecil sehingga terjadi kelumpuhan. Masa inkubasi virus Polio direntang 7 sampai 21 hari untuk terjadi kelumpuhan.
Ada tiga tipe virus Polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Ketiga tipe virus Polio, antara lain:
- Tipe 1, yaitu tipe Brunhilde yang berawal dari nama seekor kera, yang mana tipe ini pertama kali ditemukan
- Tipe 2, yaitu tipe Lansing yang ditetapkan menurut nama kota di Amerika Serikat, yang mana mana tipe 2 pertama kali ditemukan
- Tipe 3, yaitu tipe Leon yang berasal dari nama seorang penderita yang pertama kali ditemukan tipe 3 dari kotorannya (tinja)
Advertisement
Eradikasi Polio Tahun 2014
Di tengah temuan kasus satu polio di Aceh, Indonesia dan seluruh dunia sudah mendapatkan Sertifikat Bebas Polio tahun 2014. Seluruh dunia sepakat bahwa sekalipun sudah ada bebas polio tapi surveilans untuk setiap kasus kelumpuhan kelompok layu harus dilaporkan.
"Kenyataannya, ternyata virus Polio Tipe 2 dinyatakan sudah eredikasi tahun 2015 dan tipe 3 pada tahun 2019 eradikasi dan sekali lagi Indonesia sudah mendapatkan Sertifikat Bebas Polio tahun 2014," Maxi Rein Rondonuwu melanjutkan.
Pada 27 April 2014, Indonesia menjadi 1 dari 11 negara South East Asia Regional Office (SEARO) berhasil menerima Sertifikat Bebas Polio dari World Helath Organization (WHO).
Sertifikat tersebut diterima olah Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan RI yang diwakili oleh Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr. H.M. Subuh, MPPM pada acara Polio-Free Certificate Signing Ceremony bertempat di Conference Hall WHO, South-East Asia Regional Office (SEARO), New Delhi, India.
Negara SEARO lain juga menerima langsung Sertifikat Bebas Polio, antara lain:
- Zahir Maleque (Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga Bangladesh)
- Lyonpo Tandin Wangchuk (Menteri Kesehatan Miyanmar)
- Dr Kang Ha Guk (Menteri Kesehatan Korea Selatan)
- Ghulam Nabi Azad (Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga India)
- Dr Mariyam Shakeela (Menteri Kesehatan Maladewa)
- Khaga Raj Adhikara (Menteri Kesehatan dan Populasi Nepal)
- Prof Pe Thet Khin (Menteri Kesehatan Myanmar), dan para pejabat lain yang berwenang dari masing-masing negara
Surveilans dan Imunisasi Harus Terus Dilakukan
Dalam sambutannya, WHO SEARO Regional Director, Dr. Poonam Singh mengatakan, setelah pemberian Sertifikat Bebas Polio, bukan berarti Indonesia menurunkan upaya untuk imunisasi anak-anak dan melakukan surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP), tetapi sebagai satu langkah untuk terus meningkatkan cakupan imunisasi dan penguatan surveilans AFP.
Indonesia juga akan terus meningkatkan cakupan imunisasi polio, termasuk proses perubahan vaksin ke arah Bivalent Oral Polio Vaccine (B-OPV) dan Inactivated Polio Vaccine (IPV), serta terus menjamin terlaksananya surveilans AFP di seluruh Indonesia.
Sehingga seluruh dunia benar-benar terbebas dari polio sebagai penyakit kedua setelah cacar yang telah dieradikasi di muka bumi, tulis Poonam pada 27 April 2014 dalam pernyataan resmi.
Mengenai penyakit polio, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menyatakan, bahwa virus Polio Liar terakhir yang berhasil diisolasi di Indonesia pada tahun 1995, yaitu Tipe 1 di Jawa Timur, dan Tipe 3 di Sumatera Utara.
Sementara antara tahun 2005 – 2006 pernah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) virus Polio Tipe 1 impor yang berasal dari Timur Tengah.
Advertisement