Liputan6.com, Jakarta - Munculnya satu kasus polio di Kabupaten Pidie, Aceh membuka realita terkait imunisasi anak di sana. Pasalnya, kasus polio yang muncul dikaitkan dengan cakupan imunisasi yang rendah terutama yang melibatkan jarum suntik.
Ketua Tim Kerja Imunisasi Tambahan dan Khusus Direktorat Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Gertrudis Tandy mengungkapkan bahwa masih ada penolakan terhadap imunisasi yang ditemui setelah dilakukan investigasi.
Baca Juga
"Terkait dengan penolakan masyarakat khususnya di Aceh memang masih kita temui. Waktu kami turun untuk investigasi kasus (polio) ini, catatan imunisasi anak-anak di Aceh banyak yang kosong terutama untuk yang jarum suntik," ujar Gertrudis dalam acara Meet the Expert bersama Kemenkes RI pada Jumat, 25 November 2022.
Advertisement
Padahal, melakukan imunisasi terutama untuk polio dapat mencegah anak terinfeksi virus polio hingga 90 persen.
Persoalan pun tak berhenti dari sekadar takut jarum suntik, Gertrudis menjelaskan bahwa ada pula yang takut pada efek samping, merasa tidak butuh, bahkan percaya pada isu vaksin haram.
"Jadi tidak paham (manfaatnya). Ada juga yang alasannya karena isu haram vaksin. Berbagai upaya sudah kita lakukan untuk ini. Salah satunya dengan melibatkan tokoh agama, ulama di Aceh untuk mendukung imunisasi ini," kata Gertrudis.
"Sekarang pun kita ada pertemuan advokasi dan sosialisasi untuk menggalang dukungan terhadap pelaksanaan SUB PIN (Pekan Imunisasi Nasional) polio nanti di Aceh," tambahnya.
Imunisasi Massal Polio di Aceh
Demi mencegah penambahan sekaligus respons adanya temuan kasus polio di Aceh, pemerintah akhirnya melakukan imunisasi massal di sana. Sejauh ini, target sasaran imunisasi polio mencapai 1,2 juta anak dengan kategori usia 0-12 tahun.
Kepala Tim Kerja Surveilans Imunisasi dan PD3I Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Endang Budi Hastuti mengungkapkan bahwa imunisasi polio massal putaran pertama akan dilakukan pada hari ini, 28 November 2022.
"Nanti putaran keduanya satu bulan sesudahnya. Jadi setelah satu bulan, baru diberikan sekali lagi," ujar Endang.
Imunisasi massal polio sendiri baru akan dilakukan di Aceh. Namun, Gertrudis memastikan bahwa pengawasan pada provinsi lainnya tetap akan dilakukan. Sehingga tidak menutup kemungkinan untuk imunisasi juga dilakukan di provinsi lainnya.
"Memang untuk tahap awal ini kita hanya akan melakukan SUB PIN (Pekan Imunisasi Nasional) di Aceh. Tetapi tetap pengamanan epidemiologi kita lakukan," kata Gertrudis.
Advertisement
Penolakan pada Imunisasi
Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Eks Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama. Menurutnya, penolakan terhadap imunisasi memang terjadi di banyak tempat, alasannya begitu beragam.
"Kejadian orang menolak vaksin itu terjadi di banyak tempat, alasannya banyak. Itu kenapa dari berbagai sektor harus menjelaskan kalau vaksin itu bermanfaat untuk melindungi kita. Jadi marilah kita meningkatkan cakupan vaksinasi," kata Tjandra.
Tjandra pun setuju bahwa salah satu penyebab munculnya polio di Aceh adalah cakupan vaksinasi atau imunisasi yang terhambat di masa pandemi COVID-19.
"Secara umum saya kira memang cakupan vaksinasi belum ideal tercapai, karena belum ideal itulah berbagai penyakit ini timbul," kata Tjandra.
Tjandra menjelaskan, saat pandemi perhatian di dunia kesehatan tertuju pada COVID-19. Sehingga banyak imunisasi yang tertinggal dan menyebabkan capaiannya mengalami penurunan. Itulah mengapa menurutnya Kemenkes melakukan program BIAN (Bulan Imunisasi Anak Nasional).
Sanitasi Masih Buruk
Lebih lanjut Endang mengungkapkan bahwa ada tambahan tiga anak yang di Aceh yang hasil pemeriksaan fesesnya memiliki virus polio. Namun, ketiganya tidak masuk dalam kriteria kasus positif polio.
Hingga kini, ketiga anak yang fesesnya positif polio tersebut tidak mengalami keluhan apapun. Di sisi lain, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada ketiga anak yang bersangkutan memang masih kurang.
"Kondisi saat ini tidak ada keluhan. Memang untuk PHBS-nya itu masih kurang, karena anak-anak ini menggunakan popok sekali pakai yang dibuang setiap tiga hari sekali. Pembuangannya itu di sungai," ujar Endang.
"Satu lagi yang usia 5 tahun imunisasinya tidak lengkap, hanya imunisasi polio bOPV dua kali. Belum mendapatkan IPV dan kondisinya saat ini tidak ada keluhan. Untuk PHBS kebiasaan BAB-nya kadang di wc umum, kadang masih di kebun depan rumah."
Menurut Endang, hal itu disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang memadai. Kondisinya saat ini, masyarakat di Pidie Aceh masih kerap BAB di sembarang tempat karena tidak adanya jamban yang tersedia.
Advertisement