Liputan6.com, Jakarta Tahun depan, Pusat Kesehatan Ibu dan Anak Nasional (PKIAN) RS Anak dan Bunda Harapan Kita (RSAB Harapan Kita) membuka layanan baru yakni kateterisasi dan tindakan minimal invasif untuk penyakit jantung pada bayi.
Kehadiran layanan ini di 2023 bakal membantu dalam meningkatkan layanan mengingat pada pasien bayi dengan penyakit jantung bawaan yang dibawa ke RSAB Harapan Kita.
Baca Juga
"Fasilitas kateterisasi merupakan salah satu kebutuhan penting untuk menangani kasus penyakit jantung bawaan dengan teknologi terkini, tidak kalah dengan fasilitas di negara maju," kata Direktur utama PKIAN RSAB Harkit, dr. Ockti Palupi Rahayuningtyas, MPH, MH.Kes.
Advertisement
Kehadiran layanan kateterisasi tertuang dalam Rencana Strategi Bisnis RSAB Harapan Kita Tahun 2021-2024 tentang Pelayanan Diagnostik Terpadu. Mengingat ada layanan terbaru maka diperlukan peningkatan kompetensi dan keterampilan khusus para sumber daya manusia (SDM) di bidang kateterisasi jantung bayi.
Terkait ini, perlu ada peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan kardiologi intervensi pada bayi yang akan dilaksanakan di Institut Jantung Negara Malaysia. Hal tersebut terwujud dengan proses Penandatanganan MoU RSAB Harapan Kita dengan Institut Jantung Negara Malaysia. Selain itu, sudah dilakukan Webinar Hybrid Platform yang dilaksanakan secara offline dan online pada hari Kamis, 15 Desember 2022.
"Kalau dokter sudah kami kirimkan, dokter anak sub spesialis kardiologi. Kami punya 3 dokter semuanya sudah di Institut Jantung Negara Malaysia," kata Ockti mengutip keterangan resmi Kementerian Kesehatan RI.Â
Â
Kirim Perawat Belajar ke Malaysia
Bukan cuma dokter, bakal ada perawat yang bakal dikirim untuk belajar di Institut Jantung Negara Malaysia tahun depan secara bertahap.
"Tahun depan akan dikirim lagi perawat kami sebanyak 5 orang di tahap awal, kemudian akan dikirim lagi bertahap," lanjut Ockti.
Sejak tahun 2016, RSAB Harapan Kita telah menyelenggarakan layanan fetal heart program, yaitu menegakkan diagnosis penyakit jantung bawaan pada janin dengan kerja sama tim yaitu bidang fetomaternal, kardiologi anak, perinatologi, anestesi dan bedah jantung pediatrik.
Layanan fetal heart program juga telah menjalin kerja sama dalam negeri dengan Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita. Kerja sama luar negeri yang telah dilaksanakan adalah Fetal Heart Program Cincinnati Children’s Medical Center, Amerika Serikat serta bagian kardiologi anak Kanagawa Children Medical Center, Jepang.
"Dengan telah diketahui adanya penyakit jantung bawaan sejak janin, maka dapat dilakukan persiapan tindakan dan tata laksana bayi yang akan dilahirkan dengan lebih baik," ucap dr. Ockti.
Advertisement
50 Ribu Kasus Penyakit Jantung Bawaan di RI
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengkhawatirkan soal bonus demografi 2030 mendatang. Terlebih melihat data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahwa ada 50.000 anak tiap tahunnya terkena Penyakit Jantung Bawaan (PJB) di Indonesia.
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling banyak ditemukan pada bayi baru lahir dengan angka prevalensi 8 per 1.000 kelahiran. Penyakit jantung bawaan telah diidentifikasi sebagai salah satu penyebab kematian tersering pada satu tahun pertama kehidupan.
"Setiap tahunnya, 50.000 dari 5 juta anak itu terkena penyakit jantung bawaan. Kalau kita tidak bereskan masalah kesehatan ini, nanti yang namanya bonus demografi kita, bukan diisi orang-orang yang produktif, bisa bekerja, bisa memberdayakan ekonomi," ucap Budi Gunadi saat acara 'NU Women Festival: Perempuan NU, Berdaya dan Berkarya' di Graha Pertamina Jakarta pada Sabtu, 15 Oktober 2022.
Bagi ibu yang memiliki penyakit diabetes atau infeksi rubella saat kehamilan juga dapat berperan dalam kejadian PJB. Meski demikian, hampir 90 persen kasus PJB terjadi tanpa penyakit yang mendasari.
Sesuai informasi Kemenkes yang dipublikasikan pada 27 Mei 2022, bayi dengan PJB dapat menunjukkan bermacam tanda dan gejala, namun dapat juga tidak bergejala sampai ia dewasa. PJB yang tidak terdeteksi dan tidak terobati sampai dewasa berisiko menyebabkan gagal jantung dini dan kematian.
Adanya risiko yang tinggi di masa depan dan kejadian PJB yang sulit diprediksi, maka penting untuk melakuan deteksi dini PJB pada bayi baru lahir.