Liputan6.com, Jakarta - Kapasitas ruangan Intensive Care Unit (ICU) yang terbatas menjadi salah satu faktor di balik banyaknya anak meninggal akibat jantung bawaan. Tak hanya persoalan antre jadwal operasi, anak-anak harus mengantre karena ICU di rumah sakit tidak mencukupi.
Dokter bedah jantung anak, Pribadi Wiranda Busro menyampaikan, anak dengan penyakit jantung bawaan membutuhkan ruangan ICU selepas operasi untuk perawatan lanjutan. Dikarenakan kapasitas ICU terbatas membuat anak tertahan untuk dioperasi.
Baca Juga
“Kalau terlambat dirujuk ya bisa fatal. Jantung anak ada yang ringan dan berat. Ada yang dia menunggu jadwal, tapi memang kapasitas ICU terbatas,” ujarnya saat sesi wawancara khusus yang diikuti Health Liputan6.com di Pusat Jantung Nasional RS Harapan Kita Jakarta, ditulis Selasa (31/1/2023).
Advertisement
“Kalau kita operasi kan mesti masuk ICU, jadi dia tertahan. Lalu, pas kami panggil (buat operasi) sudah meninggal duluan.”
Dalam penanganan penyakit jantung bawaan, ada yang bisa dikerjakan dengan waktu yang cepat dan lama. Biasanya untuk kasus simpel membutuhkan perawatan di ruang ICU singkat, cukup tiga hari.
Sementara pada kasus jantung anak yang berat, misalnya, untuk penanganan pembuluh darah yang harus diperbaiki membutuhkan tindakan operasi sampai beberapa kali, tak hanya cukup dengan satu kali tindakan bedah.
“Untuk kasus yang relatif simpel, di ICU-nya cepat ya tiga hari, itu cukup sebulan dua - bulan selesai. Kasus kompleks yang pembuluh darah terbalik, apalagi berat badan anak 2 kilo bisa kerjakan dua minggu, bahkan bisa dua tahun,” beber Wiranda.
Diagnosis dan Dirujuk Tepat Waktu
Agar pengobatan jantung bawaan berhasil dengan baik, Pribadi Wiranda Busro menerangkan, ada dua faktor yang menjadi penentu. Pertama, diagnosis harus tepat. Kedua, waktu tepat untuk dirujuk.
“Kalau jantung anak itu mesti diagnosis tepat dan kedua adalah tepat waktu dirujuk. Nah, ini kami ada perkumpulan dokter yang concern (perhatian) dengan kesehatan jantung anak. Kadang kami ketemuan gitu, kami diskusi soal kasus ini mau dirujuk, tolong diterima. Ya kita lihat dulu, oh tempatnya ada, oke masuk. Kalau terbatas, tahan dulu. Berobat dulu (penanganan awal),” terangnya.
Lebih lanjut, Wiranda mengatakan, tindakan operasi jantung anak yang ringan juga ada yang membutuhkan waktu dua jam. Ada pula yang sampai 5 jam baru selesai untuk kasus berat.
“Untuk (kasus) yang lebih ringan sedang ringan dua jam selesai, satu jam selesai. Tapi kalau berat bisa 5 jam. Ya untuk rumah sakit di daerah bisa lah mengerjakan kasus-kasus yang simpel,” sambungnya.
“Sebetulnya sih asal tepat waktu, tepat dirujuk semuanya, Insya Allah bisa diatasi. Tapi ya sedih juga, udah nge-jadwal operasi, terus ICU belum dapat. Jadi tertunda.”
Advertisement
Harapan Layanan Jantung Anak Lebih Baik
Pribadi Wiranda Busro berharap pelayanan jantung anak di Indonesia bisa lebih baik lagi. Ia mengapresiasi Pemerintah yang terus berupaya meningkatkan pelayanan jantung, termasuk soal pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Penyakit jantung secara umum dijamin BPJS Kesehatan. Walau begitu, untuk jantung anak masih belum optimal ditanggung sehingga sedikit rumah sakit yang menerima pasien.
“Mudah-mudahan, sampai semuanya akan lebih baik. Intinya, Insya Allah semuanya akan lebih baik dan terus terang kami apresiasi perhatian Pemerintah lebih banyak, tapi BPJS Kesehatan juga lebih baik,” jelas Wiranda yang berpraktik di RS Jantung Harapan Kita.
“Dari segi pembiayaan oke, jangan sampe rugi gitu lho. Kalau rugi kan rumah sakit enggak ada yang mau (nanggung biaya).”
Dari segi pembiayaan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) baru saja melakukan penyesuaian besaran tarif pelayanan kesehatan bagi peserta JKN di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Salah satunya, ada tambahan biaya klaim untuk penyakit jantung.
Aturan di atas tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan yang diteken Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin tertanggal 6 Januari 2023.
Wiranda menyambut baik penyesuaian tarif JKN. Akan tetapi, untuk kasus jantung anak belum bisa menanggung sepenuhnya.
“Iya memang udah naik (tarif JKN). Pembiayaan jantung anak ada kenaikan, tapi kalau dilihat kompleksitasnya belum bisa meng-cover (menanggung), karena ya jangan dikira anak kecil sedikit gitu biayanya, justru malah njelimet,” pungkasnya.
50 Ribu Anak Kena Penyakit Jantung Bawaan
Menkes Budi Gunadi Sadikin sempat menyoroti soal bonus demografi 2030 mendatang dan kasus penyakit jantung bawaan. Terlebih melihat data Kemenkes per Oktober 2022, bahwa ada 50.000 anak tiap tahunnya terkena Penyakit Jantung Bawaan (PJP) di Indonesia.
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling banyak ditemukan pada bayi baru lahir dengan angka prevalensi 8 per 1.000 kelahiran. Penyakit jantung bawaan telah diidentifikasi sebagai salah satu penyebab kematian tersering pada satu tahun pertama kehidupan.
"Setiap tahunnya, 50.000 dari 5 juta anak itu terkena penyakit jantung bawaan. Kalau kita tidak bereskan masalah kesehatan ini, nanti yang namanya bonus demografi kita, bukan diisi orang-orang yang produktif, bisa bekerja, bisa memberdayakan ekonomi," ucap Budi Gunadi saat acara 'NU Women Festival: Perempuan NU, Berdaya dan Berkarya' di Graha Pertamina Jakarta pada Sabtu, 15 Oktober 2022.
"Tapi bisa jadi akan diisi oleh anak-anak kita yang sakit, tidak bisa bekerja, harus tinggal di rumah dan ini yang melemahkan ekonomi."
Menuju bonus demografi 2030, menurut Budi Gunadi, salah satu yang paling penting adalah pemberdayaan ekonomi. Pada saat bonus demografi nanti, akan didominasi oleh kelompok usia produktif di Indonesia.
"Kita ada bonus demografi. Pada saat itu adalah orang-orang dengan usia produktif di Indonesia atau paling banyak yang bisa kerja bisa dapat uang. Itu adalah generasi anak-anak kita," lanjutnya.
Advertisement