Berikan Nyale sebagai Alternatif Protein Hewani untuk MPASI, Boleh Enggak Ya?

Nyale masuk dalam daftar protein hewani dan punya zat besi tinggi. Namun, bolehkah nyale digunakan untuk MPASI?

oleh Diviya Agatha diperbarui 13 Feb 2023, 07:00 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2023, 07:00 WIB
Ilustrasi MPASI
Ilustrasi MPASI (dok. Unsplash.com/@daen_2chinda)

Liputan6.com, Lombok - Stunting masuk dalam daftar prioritas masalah kesehatan di Indonesia. Dalam upaya mencegahnya, salah satu yang tak boleh terlewatkan adalah konsumsi protein hewani untuk Makanan Pendamping ASI (MPASI).

Protein hewani sendiri terdapat pada begitu banyak sumber makanan, termasuk pada nyale atau cacing laut. Biasanya setiap setahun sekali, warga lokal di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) akan menangkap nyale di pantai.

Namun sebenarnya, bolehkan nyale dikonsumsi untuk MPASI anak?

Dokter Spesialis Gizi Klinik, Nurul Ratna Mutu Manikam mengungkapkan bahwa nyale memang masuk dalam daftar protein hewani dan boleh dikonsumsi untuk MPASI. Bahkan, sudah boleh diberikan saat anak baru memulai MPASI pertama kali.

"Kalau untuk anak, saya saran (pemberian nyale) begitu dia sudah mulai mengenal MPASI pertama. Jadi usia enam bulan ke atas sudah bisa," ujar Nurul dalam acara Aksi Gizi Generasi Maju bersama Danone Indonesia di Lombok, NTB pada Jumat, 10 Februari 2023.

"Karena kondisi usus anak enam bulan keatas sudah siap menerima makanan yang lebih padat. Cuma memang (nyale) harus diblender lagi, karena dia gak mungkin makan padat gitu. Tetap dihaluskan," tambahnya.

Nurul menambahkan, dalam aturan makannya secara umum, ia tidak menganjurkan nyale untuk dikonsumsi terus-menerus setiap harinya. Terlebih lagi, nyale memang hanya muncul setahun sekali.

"Kalau (dikonsumsi) setiap hari tentu saja enggak. Dia juga munculnya jarang-jarang. Ini cuma sebagai rekreasional bahwa ada modifikasi dan variasi lain (untuk protein hewani) di samping ada telur, ada ayam, itu ada nyale," kata Nurul.

Seberapa Banyak Kandungan Gizinya?

Dokter Spesialis Gizi Klinik, Nurul Ratna Mutu Manikam saat memberikan pemaparan di acara Aksi Gizi Generasi Maju bersama Danone Indonesia. (Sumber: Dokumentasi Danone Indonesia)
Dokter Spesialis Gizi Klinik, Nurul Ratna Mutu Manikam saat memberikan pemaparan di acara Aksi Gizi Generasi Maju bersama Danone Indonesia. (Sumber: Dokumentasi Danone Indonesia)

Dalam kesempatan yang sama, Nurul mengungkapkan bahwa nyale memang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Sehingga bagi warga NTB, nyale bisa dijadikan alternatif sumber protein hewani.

"Banyak potensi pangan lokal di setiap daerah di Indonesia yang bisa menjadi sumber protein hewani. Salah satunya Lombok, yang memiliki beragam pangan potensial yang cukup terkait dengan protein hewani untuk memenuhi gizi anak," ujar Nurul.

"Seperti ikan, udang, cumi-cumi, dan kerang. Contoh lain adalah nyale yang ternyata kaya protein hewani hingga sebanyak 43,84 persen. Sedangkan telur ayam mengandung 12,2 persen dan susu sapi sekitar 3,5 persen," tambahnya.

Tak hanya itu, menurut Nurul, nyale juga memiliki kandungan zat besi yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan hewan darat lainnya.

"(Nyale) kadar zat besinya cukup tinggi mencapai 857 ppm. Sangat tinggi bila dibandingkan dengan hewan darat yang 80 ppm," kata Nurul.

Berbeda dengan Cacing Tanah Biasa

Cacing Laut Hasil Tangkapan di Festival Bau Nyale 2023, Lombok, NTB.
Cacing Laut Hasil Tangkapan di Festival Bau Nyale 2023, Lombok, NTB.

Lebih lanjut Nurul mengungkapkan bahwa jika diolah dengan tepat, masyarakat tak perlu takut nyale akan berbahaya bagi kesehatan.

"Kita enggak terlalu takut kalau cacing laut begitu karena dia munculnya sekali-sekali saja, sekali setahun," kata Nurul.

"Kemudian dia juga munculnya dalam kondisi tertentu dimana dia sangat dipengaruhi musim. Berbeda dengan cacing sungai atau cacing tanah, itu beda," tambahnya.

Sedangkan konsumsi cacing tanah atau cacing sungai untuk jadi protein hewani memang harus dihindari. Hal tersebut berkaitan dengan higienitas dan kandungannya yang berbeda dengan nyale.

"Kalau cacing tanah itu memang kita harus hindari, karena dia ada telurnya cacing yang sangat berbahaya dan bikin jadi kecacingan. Beda sama ini (nyale), kalau ini dari segi higienitasnya dia memang lebih berbeda dengan yang cacing tanah atau cacing sungai," ujar Nurul.

Cara Olah Nyale Agar Tetap Aman

Dokter Spesialis Gizi Klinik, Nurul Ratna Mutu Manikam saat memberikan pemaparan di acara Aksi Gizi Generasi Maju bersama Danone Indonesia. (Sumber: Dokumentasi Danone Indonesia)
Dokter Spesialis Gizi Klinik, Nurul Ratna Mutu Manikam saat memberikan pemaparan di acara Aksi Gizi Generasi Maju bersama Danone Indonesia. (Sumber: Dokumentasi Danone Indonesia)

Nurul mengungkapkan bahwa nyale pun sebenarnya bisa diolah dengan cara apapun. Namun, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana proses mengolahnya.

"(Cara) apapun oke. Prinsipnya kalau makanan, entah itu hewani atau apapun, kalau prosesnya dalam suhu tinggi, kalau goreng itu kan suhu tinggi, itu banyak komponen yang rusak memang secara umum," kata Nurul.

"Jadi kalau dilihat dari cara-cara itu, memang yang bagus itu dipepes ataupun (diberi) santan. Terus santan kan ada kandungan lemaknya, jadi penyerapnya saling membantu satu sama lain," tambahnya.

Nurul menambahkan, kandungan protein pada nyale bisa menjadi lebih padat bila dibuat menjadi pepes. Hal tersebut dikarenakan prosesnya berbeda.

"Kalau pepes, dia kan dibungkus, terus dia dikukus dalam wadah kukusan. Sehingga protein yang ada di dalamnya jadi lebih padat," ujar Nurul.

Infografis Diplomasi Lewat Jalur Kuliner
Diplomasi Lewat Jalur Kuliner (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya