Kendala Turunkan Stunting di Kalsel, Bantuan Antropometri dan USG Sulit Tembus

Apa yang menyebabkan penurunan stunting di Kalimantan Selatan menemukan kendala?

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 17 Feb 2023, 16:00 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2023, 16:00 WIB
Ilustrasi hamil
Ilustrasi USG untuk ibu hamil dalam penanganan stunting/Copyright unsplash/Volodymyr Hryshchenko

Liputan6.com, Banjarbaru Salah satu kendala menurunkan angka stunting di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), yakni sulitnya bantuan alat antropometri dan ultrasonografi (USG) masuk, terutama di Kabupaten Kotabaru. Padahal, kedua alat ini untuk memeriksa dan memantau lebih dini pengukuran anak.

Wakil Bupati Kotabaru, Andi Rudi Latif menuturkan, kondisi geografis yang masih berupa pegunungan dan hutan mempersulit pemerintah daerah dalam memberikan bantuan alat antropometri dan USG maupun bantuan sosial lainnya.

Tak ayal, sulit masuknya alat antropometri dan USG menyebabkan masih tingginya angka prevalensi stunting di Kotabaru.

“Kami mengusulkan program bantuan Komunitas Adat Terpencil di beberapa desa, khususnya yang ada di wilayah pegunungan dan hutan sehingga penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem ini dapat cepat teratasi,” jelas Andi saat 'Roadshow Percepatan Penurunan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Kalimantan Selatan' pada Kamis, 16 Februari 2023.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka stunting di wilayah Kalimantan Selatan mencapai angka 24,6 persen. Angka stunting tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 5,4 persen.

Walau begitu, dari kabupaten/kota yang mengikuti roadshow stunting dan kemiskinan ekstrem di Kalsel masih terdapat wilayah yang mengalami kenaikan angka stunting, antara lain Kotabaru, Hulu Sungai Utara, Kota Banjar Baru, Hulu Sungai Tengah, dan Barito Kuala.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kurangnya Tenaga Pelaksana Gizi dan Bidan

Perjuangan Bidan saat Posyandu Keliling di Baduy Luar
Petugas medis Puskesmas Cisimeut Bidan Pite memeriksa kesehatan bayi saat Posyandu keliling di Kampung Baduy Luar Gazebo, Kanekes, Banten, (Rabu (27/01/2021). Setiap bulannya Bidan Pite berkeliling Baduy Luar sepanjang sekitar 14 km pulang pergi berjalan kaki. (merdeka.com/Arie Basuki)

Permasalahan lain yang juga dirasakan oleh pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Selatan (Kalsel), yaitu kurangnya tenaga pelaksana gizi dan bidan terampil di Posyandu maupun Puskesmas daerah yang memiliki angka stunting tinggi.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendy pun meminta perguruan tinggi untuk ikut berperan aktif dalam mengimplementasikan program yang berkaitan dengan penanganan stunting serta kemiskinan ekstrem melalui kegiatan Kuliah, Kerja, Nyata (KKN) para mahasiswanya.

“Perlu dilibatkan dunia pendidikan melalui perguruan tinggi di wilayah masing-masing, yang mana mahasiswanya berperan aktif dalam mengimplementasikan program kegiatan yang berkaitan dengan penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem,” ucapnya dalam pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com.

Provinsi Kalimantan Selatan merupakan provinsi ke-8 yang disisir permasalahannya oleh Kemenko PMK, sebelumnya telah dilaksanakan dialog di Provinsi Jawa Barat, Aceh, Nusa Tenggara Timur (NTT), Banten, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Barat.

Roadshow Percepatan Penurunan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem kali ini diikuti oleh 11 Kabupaten, yakni Bupati Barito Kuala Mujiyat, Pj. Bupati Hulu Sungai Utara R. Suria Fadliansyah, Bupati Tanah Laut H.M. Sukamta, Bupati Balangan Abdul Hadi, Bupati Tabalong Anang Syakhfiani, dan Bupati Banjar Saidi Mansyur.

Kemudian Bupati Hulu Sungai H. Aulia Oktafiandi, Wakil Bupati Kotabaru Andi Rudi Latif, Sekda Hulu Sungai Selatan H. Muhammad Noor, Sekda Tapin Sufiansyah, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Tanah Bumbu H. Riduan. Serta terdapat dua Kota, yaitu Wali Kota Banjarbaru HM Aditya Mufti Ariffin dan Wakil Wali Kota Banjarmasin H. Arifin Noor.


Usul Alat Antropometri dan USG ke Kemenkes

BRI Peduli Saluran Bantuan Cegah Stunting
Seorang anak sedang mengukur tinggi badan pada kegiatan CSR BRI Peduli Stunting di Posyandu Batu Jaya, Batu Ceper, Kota Tangerang, Rabu (25/01/2022). BRI memberikan berupa Paket Antropometri Kit untuk setiap Posyandu/Puskesmas dan penyaluran sembako bagi masyarakat. (Liputan6.com/HO/Humas BRI)

Pada 'Roadshow Daring Percepatan Penurunan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Kabupaten/Kota di Povinsi Banten beberapa waktu lalu, Menko PMK Muhadjir Effendy meminta agar setiap daerah yang masih belum memiliki kelengkapan fasilitas kesehatan seperti alat ultrasonografi (USG) untuk bisa mengusulkan kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Tak hanya alat USG, antropometri untuk mengukur berat badan dan panjang badan bayi juga harus terpenuhi di daerah. Apabila di daerah masih kekurangan alat USG dan antropometri dapat melaporkan ke Kemenkes.

Kedua alat di atas, termasuk salah satu intervensi dalam penanganan stunting. Agar mencegah anak stunting, intervensi kesehatan dilakukan semenjak ibu hamil. Pemeriksaan rutin USG dan pemberian tablet tambah darah bila sang ibu hamil mengalami anemia dapat dilakukan.

Kemenkes tengah dalam proses menyediakan USG di seluruh provinsi di Indonesia. Sebelumnya, pemeriksaan USG hanya dapat dilakukan di rumah sakit atau Klinik, saat ini ibu hamil sudah dapat melakukan pemeriksaan USG di Puskesmas.

Selain berkaitan stunting, kebutuhan USG bertujuan menurunkan angka kematian ibu dan kematian balita. Pemeriksaan antenatal yang berkualitas dan teratur selama kehamilan akan menentukan status kesehatan ibu hamil dan bayi yang dilahirkan.

Hingga saat ini, Angka Kematian Ibu (AKI masih di kisaran 305 per 100.000 Kelahiran Hidup, belum mencapai target yang ditentukan yaitu 183 per 100.000 KH di tahun 2024. Demikian juga bayi dan balita yang masih harus kita selamatkan dari kematian.

Target kematian Ibu dan anak dilakukan melalui intervensi spesifik yang dilakukan saat dan sebelum kelahiran.

Infografis Efek Samping Vaksin Covid-19 untuk Bayi 6 Bulan hingga Anak Usia 11 Tahun. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Efek Samping Vaksin Covid-19 untuk Bayi 6 Bulan hingga Anak Usia 11 Tahun. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya