Liputan6.com, Jakarta KLB Difteri yang merebak di Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut, Jawa Barat harus segera dilakukan penanganan lebih lanjut, terutama kepada warga yang sakit dan positif difteri. Apalagi sudah diketahui terdapat dua warga daerah tersebut yang positif difteri.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Siti Nadia Tarmizi menerangkan, tata laksana kasus difteri, salah satunya melakukan isolasi kepada pasien positif penyakit menular itu.
Baca Juga
Tata laksana lain berupa pengambilan sampel dan pemberian Anti Difteri Serum (ADS). Bagi kontak erat dari pasien positif difteri dapat diberikan obat anti pencegahan atau istilahnya profilaksis.
Advertisement
Merujuk penatalaksanaan difteri disebutkan, bahwa jika ada kontak erat, maka profilaksis dengan benzatin penisilin IM single dose atau eritromisin oral selama 7-10 hari dapat diberikan.
Kemudian pemberian booster difteri jika status imunisasi terakhir lebih dari 5 tahun atau lakukan imunisasi lengkap jika belum pernah diimunisasi serta lakukan kultur swab sekret hidung dan kerongkongan.
"Melakukan tata laksana kasus sesuai dengan pedoman, yakni pengambilan swab, pemberian ADS sesuai rekomendasi ahli, isolasi kasus dan memberikan profilaksis kepada semua kontak erat," terang Nadia dalam pesan singkat yang diterima Health Liputan6.com pada Rabu, 22 Februari 2023.
Tunjuk Pemantau Minum Obat
Dalam penatalaksanaan difteri, Kemenkes juga meminta pemerintah daerah untuk menunjuk Pemantau Minum Obat (PMO). Hal ini untuk memantau pasien agar patuh minum obat.
"Menunjuk Pemantau minum Obat (PMO) profilaksis, yakni kader atau petugas kesehatan setempat," Siti Nadia Tarmizi menambahkan.
Perawatan pasien difteri dilakukan di ruang isolasi yang terpisah dari pasien lainnya. Seluruh tenaga kesehatan yang memeriksa atau merawat pasien juga harus sudah menerima imunisasi lengkap.
Tenaga kesehatan yang berkontak langsung dengan penderita (jarak kurang dari 1 meter) perlu menggunakan alat pelindung diri (APD) yang optimal. Pada saat memeriksa tenggorokan dan mengambil spesimen, sebaiknya dilengkapi dengan topi dan baju pelindung.
Sementara saat melakukan tindakan yang berpotensi menimbulkan aerosolisasi (intubasi dan bronkoskopi), tenaga kesehatan, sebaiknya menggunakan masker N95.
Anggota keluarga yang mendampingi pasien, sebaiknya juga menggunakan APD seperti masker bedah dan gaun. Seluruh tenaga kesehatan dan pendamping yang berkontak perlu untuk menerapkan etika batuk yang benar dan menjaga kebersihan tangan.
Advertisement
Isolasi dan Pembatasan Aktivitas
Untuk diketahui, penyakit difteri menular akibat infeksi bakteri Corynebacterium Diptheria. Gejala penyakit itu ditandai dengan batuk akut, demam, lemas, dan pembengkakan kelenjar getah bening selaput lendir.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Garut Leli Yuliani mengatakan, kasus difteri muncul dalam empat pekan terakhir di wilayahnya.
Dari total 73 kasus tersebut, terdapat 4 kasus observasi difteri, 4 suspek difteri, 2 kasus konfirmasi positif difteri, 55 kontak erat, dan 7 orang meninggal dunia tanpa catatan medis yang lengkap.
Penyelidikan epidemologi suspek kasus difteri di Kampung Cilegong, Desa Sukahurip, Kecamatan Pangatikan tengah dilakukan. Warga disarankan melakukan isolasi dan pembatasan aktivitas, menyiapkan evakuasi rujukan kasus ke rumah sakit rujukan jika terjadi perburukan, melakukan pemeriksaan, dan pengobatan dan profilaksis pada kontak erat dengan kasus.
Dinkes Kabupaten Garut juga melakukan pemantauan pada pasien terduga kasus difteri dan populasi lainnya yang berisiko, melakukan pengambilan dan pengiriman specimen ke Labkesda Provinsi Jawa Barat serta berkoordinasi dengan lintas sektor di antaranya dengan pemerintah setempat hingga kader setempat.
“Yang akan dilakukan adalah ORI (Outbreak Response Immunization) untuk anak usia 2 bulan sampai 15 tahun di Kecamatan Pangatikan mulai Senin, 27 Februari 2023,” kata Leli, Selasa (21/2/2023).