Liputan6.com, Jakarta - Korea Selatan kembali alami krisis demografis setelah data baru ungkap rendahnya tingkat kesuburan di negara yang dijuluki negeri ginseng ini. Menurut statistik yang dirilis baru-baru ini oleh Statistik Korea, terdapat 249.000 bayi yang lahir pada 2022 silam.
Jumlah ini mengalami penurunan sebanyak 4,4 persen dari tahun-tahun sebelumnya dan mencatat bahwa ini merupakan tahun ketiga secara berturut-turut angka kematian telah melampaui angka kelahiran di negara ekonomi keempat terbesar di Asia tersebut.
Baca Juga
"Jumlah rata-rata bayi yang diharapkan per wanita Korea Selatan selama masa reproduksinya turun menjadi 0,78 pada tahun 2022, turun dari 0,81 setahun sebelumnya," kata laporan tersebut, dilansir dari Al Jazeera pada Sabtu (25/02/2023).
Advertisement
Ini merupakan rekor terendah yang pernah dialami sejak 1970, menjadikan Korea Selatan satu-satunya negara di dunia dengan tingkat kesuburan di bawah satu.
Tercatat bahwa populasi Korea Selatan mulai menurun untuk pertama kalinya pada 2021, dan diproyeksikan akan turun lebih jauh menjadi 38 juta pada 2070.
Lebih lanjut, para ahli mengatakan angka kelahiran harus mencapai setidaknya 2,1 untuk menjaga populasi negara itu stabil dengan 52 juta jiwa.
Tingkat kelahiran yang anjlok memicu kekhawatiran bahwa populasi yang menurun dapat sangat merusak ekonomi Korea Selatan karena kekurangan tenaga kerja serta membengkaknya anggaran kesejahteraan sebab jumlah lansia meningkat dan pembayar pajak menyusut.
Dana yang dikeluarkan untuk anggaran pensiun dikhawatirkan akan menguras ekonomi negara tersebut dalam beberapa dekade mendatang.
Penyebab Orang Korsel Tidak Ingin Berkeluarga
Kendati demikian, negara yang dipimpin oleh Yoon Suk-yeol ini bukan satu-satunya yang tengah berjuang melawan resesi seks.
Pemerintah Jepang baru-baru ini juga memperingatkan bahwa penurunan populasi membawa negara tersebut "ke ambang disfungsi sosial". Meskipun demikian, tren di Korea Selatan sangat mengkhawatirkan bagi para pembuat kebijakan.
Dikutip dari Al Jazeera, banyak anak muda Korea Selatan mengatakan bahwa, tidak seperti orang tua dan kakek-nenek mereka, mereka tidak merasakan kewajiban untuk berkeluarga.
Mereka mengatakan bahwa alasannya karena prospek pekerjaan yang buruk di tengah perlambatan ekonomi, kenaikan harga real estate, ketidaksetaraan gender dan sosial, tingkat mobilitas sosial yang rendah, serta biaya besar yang harus dikeluarkan untuk membesarkan anak-anak dalam masyarakat yang sangat kompetitif.
Perempuan juga mengeluhkan budaya patriarki yang terus-menerus yang memaksa mereka untuk mengasuh anak sambil menanggung diskriminasi di tempat kerja.
Oleh sebab itu, beberapa wanita mengatakan mereka lebih suka memprioritaskan kebebasan pribadinya dan mengesampingkan pencarian pasangan nikah.
Advertisement
Jumlah Kelahiran Menurun
Akibatnya, jumlah pernikahan di Korea Selatan mencapai titik terendah sepanjang masa sebesar 193.000 pada tahun 2021. Menurut data baru, usia rata-rata di mana wanita melahirkan adalah 33,5 tahun pada 2022, naik 0,2 dari tahun sebelumnya.
"Rata-rata, wanita melahirkan anak pertamanya di usia 33 tahun. Meskipun demikian, hanya ada 24 bayi yang lahir dari setiap 1.000 wanita berusia akhir 20-an. Jumlah ini turun 3,5 persen dari tahun sebelumnya," sebut data terbaru tersebut dikutip dari The Guardian pada Sabtu (25/02/2023).
Rekor angka kelahiran terendah yang didapatkan memberikan pukulan bagi pemerintah agar berupaya mendorong para pasangan untuk memiliki lebih banyak anak.
Sama halnya dengan Jepang, pemerintah daerah di Korea Selatan telah meluncurkan program untuk mendorong orang memiliki anak, termasuk bantuan tunai dan bantuan perawatan kesuburan serta biaya pengobatan–langkah-langkah yang menurut para ahli gagal mengatasi biaya hidup yang sangat tinggi dan mengubah pandangan akan peran gender dan keseimbangan kehidupan kerja.
Upaya Pemerintah
Diketahui pemerintah Korea Selatan telah menghabiskan 280 triliun won selama 16 tahun terakhir untuk membalikkan tingkat kelahiran yang turun, tetapi gagal membalikkan keadaan.
Di bulan Desember, pemerintah Korea Selatan meluncurkan paket langkah-langkah untuk mengatasi tingkat kelahiran yang anjlok dan populasi yang semakin menua, termasuk memperpendek jeda karir bagi wanita setelah melahirkan dan menyediakan perumahan yang lebih terjangkau.
Pemerintah juga memberikan peluang kerja yang lebih baik bagi kaum muda. Ini karena tingkat pengangguran di antara orang-orang berusia 25 hingga 29 tahun mencapai 5,6 persen pada Januari, lebih tinggi dari rata-rata nasional 3,6 persen.
Pemerintah Korea Selatan juga menawarkan bantuan 700.000 won atau sekitar 8,1 juta rupiah (Rp11.570,00/Won per 25 Februari 2023) sebulan kepada keluarga yang memiliki anak berusia di bawah satu tahun. Jumlah ini akan naik menjadi 1 juta won mulai tahun depan.
Tak lupa, pemerintah mengatakan akan berusaha melonggarkan pembatasan pekerja migran untuk mengatasi penurunan populasi, sebuah gagasan yang ditentang oleh banyak orang Korea Selatan yang konservatif.
(Adelina Wahyu Martanti)
Advertisement