Temani Anggota Keluarga Berjuang Hadapi Penyakit Kronis, Ini Pesan Para Psikolog untuk Caregiver

Menjalani hidup sendiri saja seringkali sudah cukup melelahkan dan banyak faktor pemicu stresnya. Apalagi ditambah harus menjadi caregiver. Lantas, apa yang bisa dilakukan?

oleh Diviya Agatha diperbarui 03 Mar 2023, 11:00 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2023, 11:00 WIB
Ilustrasi Caregiver Lansia
Ilustrasi Caregiver Lansia Foto oleh Matthias Zomer dari Pexels

Liputan6.com, Jakarta Rasa sedih mungkin sudah jadi hal pasti saat harus berhadapan dengan anggota keluarga yang mengalami penyakit kronis. Belum lagi, jika Anda sendiri harus berjuang menjadi pengasuh utama atau caregiver-nya.

Pasalnya, dapat dipahami bahwa menjadi caregiver sama sekali bukan tugas mudah. Mengingat menjalani hidup sendiri saja seringkali sudah cukup melelahkan dan banyak faktor pemicu stresnya. Apalagi ditambah harus menjadi caregiver.

Namun, bukan berarti tak ada yang bisa dilakukan sebagai seorang caregiver.

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia sekaligus Pengurus Asosiasi Psikologi Kesehatan Indonesia (APKI), Adhityawarman Menaldi, M.Psi berpesan soal hal-hal apa saja yang bisa dilakukan sebagai caregiver.

"Hindari buru-buru menyalahkan si pasien. Berjarak sejenak dengan problem yang tiba-tiba bereskalasi tinggi ini. Cari orang untuk dapat membantu menenangkan pikiran dan hati. Sehingga dapat segera memikirkan cara yang lebih strategis untuk menyelesaikan problem ini," ujar psikolog yang akrab disapa Iman pada Health Liputan6.com ditulis Kamis, (2/3/2023).

Iman menjelaskan, berlatih manajemen emosi turut dapat dijadikan pilihan untuk caregiver. Dengan begitu, batas kelelahan dianggap bisa meningkat dan Anda tidak lagi mudah putus asa.

"Berlatih manajemen emosi dengan lebih baik supaya batas kelelahan menjadi lebih tinggi, tidak mudah putus asa," kata Iman.

Selain itu, Iman menyarankan untuk memandang situasi dari sisi yang lebih baik. Daripada terus-menerus mencari beban atau kelelahan yang sudah pasti ada.

Saling Berbagi untuk Meringankan Pikulan yang Ada

Caregiver Lansia
Caregiver Lansia Foto oleh Magda Ehlers dari Pexels

Lebih lanjut Iman mengungkapkan bahwa berbagi atau ngobrol dengan para sesama caregiver sendiri bisa membantu menetralisir beban yang ada.

"Memandang situasi dari sisi yang 'lebih baik' ketimbang mencari beban atau kelelahan yang sudah pasti akan ada. Berbicara dengan sesama pengasuh (penyakit kronis lain) juga bisa menjadi sarana penetralisir beban sekaligus menjadi teman seperjuangan menjalani peran baru," ujar Iman.

Selain itu, yang tak kalah pentingnya menurut Iman adalah mencari pendampingan psikologis dari profesional. Mengingat menurut Iman, tak hanya si pasien saja yang membutuhkan itu, melainkan juga para caregiver-nya.

"Caregiver utama perlu juga mendapat pendampingan yang baik, yang utuh, juga perlu dibantu untuk melakukan living arrangement yang berbeda dengan situasi yang juga berbeda. Ini suatu bentuk komitmen," kata Iman.

Mendapatkan Psikoterapi dari Ahlinya

Konsultasi ke Psikolog
Ilustrasi Konsultasi ke Psikolog. (Sumber foto: Pexels.com).

Pendapat selaras diungkapkan oleh psikolog anak, remaja, dan keluarga Universitas Kristen Maranatha Bandung, Efnie Indriani. Menurut Efnie, caregiver bisa melakukan psikoterapi untuk mengurangi stres.

"Caregiver pun harus mendapatkan psikoterapi, karena 24 jam menghadapi pasien penyakit kronis bisa membuat mereka menjadi stres," ujar Efnie melalui keterangan pada Health Liputan6.com.

"Jadi seorang caregiver juga harus dikuatkan fungsi mentalnya, jika tidak mereka bisa menyerah," tambahnya.

Efnie menyarankan untuk caregiver belajar teknik mengelola stres.

"Caregiver harus diajarkan teknik-teknik mengelola stres, menenangkan diri, dan menguatkan mental melalui program psikoterapi yang ia dapatkan dari psikolog," kata Efnie.

Mengingat bahwa Perilaku Buruk Kadang di Luar Kendali

Ilustrasi sedih, kecewa
Ilustrasi sedih, kecewa. (Photo by Liza Summer from Pexels)

Efnie mengungkapkan, para caregiver juga harus mengingat bahwa terkadang sikap yang ditunjukkan oleh pasien penyakit kronis sebenarnya di luar kendali.

"Hal yang harus ditanamkan di dalam pola pikir adalah bahwa perilaku yang ditunjukkan oleh penderita penyakit kronis tersebut bukan merupakan keinginannya," ujar Efnie.

"Namun hal tersebut terjadi karena memang fungsi kerja otaknya mengalami gangguan pasca menderita penyakit kronis. Jadi hal-hal yang dialami sebaiknya tidak dimasukkan ke hati atau membuat caregiver menjadi tersinggung," pungkasnya.

INFOGRAFIS JOURNAL: Lansia di Indonesia Diperkirakan Capai 20 persen dari Jumlah Keseluruhan pada 2045
INFOGRAFIS JOURNAL: Lansia di Indonesia Diperkirakan Capai 20 persen dari Jumlah Keseluruhan pada 2045 (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya