Liputan6.com, Jakarta - Pada Minggu, 19 Maret 2023, saya menjadi penanggap pada peluncuran buku ilmiah di FK UNS Solo. Buku berjudul 'Sitokin & Kemokin, Biomarker Tuberkulosis Laten' ini adalah hasil penelitian S3 dari Dr Bobby Singh dengan promotor Prof Reviono, Dekan FK UNS.
Ada 5 hal terkait penyakit TBC di Indonesia dan bagaimana perkembangannya di dunia:
Baca Juga
1. Penyakit TBC Sudah Berumur 141 Tahun
24 Maret adalah Hari Tuberkulosis (TB) sedunia. Oleh karena pada tanggal itu di tahun 1882 diumumkan penemuan kuman TB. Artinya, penyakit TB sudah berumur 141 tahun, jauh lebih lama dari COVID-19 misalnya yang baru sekitar 3 tahun.
Advertisement
2. Indonesia Penyumbang Kasus Tuberkulosis Kedua Terbesar di Dunia
Berdasarkan laporan WHO terakhir, Indonesia adalah penyumbang kasus TB ke dua terbesar di dunia, sesudah India. Kasus TBC di negara kita bahkan lebih banyak dari Tiongkok yang penduduknya lebih dari 1,4 miliar itu.
3. Pengertian TB Laten Adalah
TB laten adalah mereka yang ada kuman TB di dalam tubuhnya tapi kuman itu tidak aktif, disebut dorman. Hanya kalau daya tahan tubuh turun maka kuman TB itu dapat menjadi aktif dan menyebabkan penyakit tuberkulosis.
Oleh sebab itu diperlukan sarana diagnosis yang baik untuk mendeteksi TB Laten ini.
4. Terkait Diagnosis TB Laten
Penelitian Doktor yang bukunya diluncurkan ini mengidentifikasi beberapa biomarker yang dapat bermanfaat untuk diagnosis TB laten. Untuk itu penelitian pada binatang percobaan ini perlu ditindaklanjuti dengan uji klinik pada manusia.
5. Penelitian Terkait TBC
Saya sampaikan bahwa hasil penelitian Perguruan Tinggi seyogyanya tidak semata jadi materi ilmiah semata, juga tidak hanya dipublikasikan di jurnal berakreditasi ilmiah saja, tapi juga akan bermanfaat bagi derajat kesehatan masyarakat, dan karena itu perlu diketahui luas.
Oleh sebab itu pada peluncuran buku ini saya juga menghubungi Kementerian Kesehatan, WHO, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dan Perkumpulan Pemberantasan TB Indonesia (PPTI) untuk ikut hadir bersama dan mendiskusikannya.
Hal lain, kesempatan di Solo saya manfaatkan juga untuk bersepada sampai ke sekitar Keraton Solo.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Besar FKUIMantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Mantan Kabalitbangkes
Advertisement