Liputan6.com, Jakarta Tiga tahun sudah berlalu sejak pertama kali kasus COVID-19 diumumkan di Indonesia. Kini kasus telah jauh menurun dan ketegangan mereda, berjalan seiringan dengan peraturan yang kian melonggar.
Namun, di tengah situasi yang membaik, bayang-bayang COVID-19 dan bahayanya tak serta-merta menghilang. Lantas, bagaimana situasi dan kondisi COVID-19 saat ini menurut para pakar?
Baca Juga
Anggota Kelompok Kerja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), DR dr Fathiyah Isbaniah, SpP(K), MPd, Ked mengungkapkan bahwa kondisi saat ini memang sudah jauh membaik dibandingkan tahun lalu.
Advertisement
"Pandemi terasa sudah sangat-sangat tidak seperti dulu lagi, sudah banyak terjadi relaksasi. Saya lihat juga sebagian besar negara sudah tidak menggunakan masker. Untuk Indonesia masih banyak yang menggunakan syukurnya," ujar Fathiyah dalam webinar bersama Pfizer Indonesia dan PDPI, Selasa (21/3/2023).
"Banyak rumah sakit yang sudah menutup layanan COVID-19. Saya saat ini kerja di RSUP Persahabatan. Rumah sakit kami masih menerima kasus COVID-19 sampai saat ini. Per tadi pagi, masih ada beberapa pasien yang dirawat," tambahnya.
Jenis COVID-19 yang Patut Diwaspadai
Fathiyah menjelaskan, COVID-19 yang beredar saat ini pun merupakan turunan dari Omicron. Sedangkan pasiennya sendiri banyak yang memiliki komorbid dan belum melakukan vaksinasi.
"Untuk jenis COVID-19 yang diketahui saat ini itu merupakan turunan Omicron. Ada varian terbaru, Orthrus per Februari kemarin, ada varian C.H.1.1. Ada XBB. Lalu, kemarin itu sudah mulai banyak juga yang XBB.1.5. Jadi lumayan banyak nih variasinya jenis virus," kata Fathiyah.
Gejala COVID-19 Saat Ini
Lebih lanjut Fathiyah mengungkapkan bahwa gejala COVID-19 masih tetap sama jikalau terkena pada orang dengan faktor risiko tinggi seperti komorbid dan belum mendapatkan vaksinasi.
"Gejala COVID-19 berbeda-beda dengan varian Delta terutama. Tapi tetap saja kalau misalnya dia mengenai orang yang dengan komorbid, faktor risiko tinggi, atau belum divaksinasi, gejalanya berat juga," ujar Fathiyah.
"Misalnya batuk, sesak napas, pilek. Tapi kalau misalnya dia kena ke orang yang sudah divaksinasi atau memiliki imunitas alamiah dari kena COVID-19 sebelumnya, gejalanya bisa lebih ringan. Misal batuk, tapi tidak sesak napas," tambahnya.
Fathiyah menambahkan, COVID-19 bisa menjadi lebih berat pada pasien yang punya gangguan imunitas. Seperti pasien dengan penyakit kronik diabetes melitus, hipertensi, jantung, gangguan ginjal, dan lain-lain.
"Anak-anak (bisa berat). Tapi sekarang sudah bisa divaksinasi dan kita lihat memang gejala pada anak sudah mulai menurun, tidak parah lagi," kata Fathiyah.
Advertisement
Cara Deteksi COVID-19, Agak Sulit Jika Tak Bergejala
Fathiyah menjelaskan terkait cara untuk mendeteksi COVID-19. Paling mudahnya, masyarakat bisa melihat itu berdasarkan gejala.
"Kalau terdeteksi, dia pasti bergejala. Gejalanya seperti batuk pilek yang influenza. Dengan gejala seperti itu, masih dicurigai dengan COVID-19," ujar Fathiyah.
"Tapi sebagian besar dia tidak bergejala ata asimtomatik. Biasanya dia memeriksakan apabila dia kontak dengan pasien positif. Dia iseng, dia mau periksa. Eh, taunya dia positif tapi tidak bergejala."
Fathiyah mengungkapkan bahwa akan sulit mendeteksi COVID-19 bila pasien tidak mengalami gejala. Untuk itu, testing tetap dianjurkan terutama jika baru kontak dengan pasien positif untuk melindungi orang lain agar tidak tertular.
"Kalau pasien tidak bergejala ternyata dia COVID-19 itu susah, karena kalau orang bergejala pasti langsung periksa. Oleh sebab itu, sebaiknya masih tetap dilakukan testing apabila kita kontak dengan teman yang positif," kata Fathiyah.
Waspada Tetap Diperlukan
Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Sekretaris Kelompok Kerja Infeksi PP PDPI, DR dr Irawaty Djaharuddin SpP(K), FISR. Menurutnya, meski kondisi sudah meringan, waspada masih diperlukan.
"Menurut saya, tetap saja kita waspada. Masih mengintai itu betul, karena meski dikatakan sudah menurun kejadian COVID-19 ini, kita juga ada vaksinasi," ujarnya.
"Tapi masyarakat kita juga banyak yang punya komorbid atau kerentanan yang kasus-kasus itu justru mudah ditumpangi dengan COVID-19," tambahnya.
Irawaty menjelaskan, kasus yang banyak saat ini berbeda dengan dulu. Jika dulu banyak yang murni karena COVID-19. Namun kini justru banyak orang-orang yang punya komorbid yang kemudian konsultasi ke dokter untuk tindakan.
"Jadi lebih berat di komorbidnya. Kalau COVID-19 sebagian besar penyerta. Tapi tetap bisa membahayakan kalau tidak ditangani dengan baik," pungkasnya.Â
Advertisement