Penyakit Komorbid Tambah Parah Saat Terinfeksi COVID-19, Mana yang Lebih Dulu Diobati?

Bagi pasien yang memiliki komorbid, bukan tak mungkin gejalanya bisa kambuh saat tengah terinfeksi COVID-19. Lantas, mana yang harus diobati lebih dulu?

oleh Diviya Agatha diperbarui 23 Mar 2023, 08:00 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2023, 08:00 WIB
Penyakit Komorbid Kambuh Saat Terinfeksi COVID-19, Mana yang  Harus Lebih Dulu Diobati?
Penyakit Komorbid Kambuh Saat Terinfeksi COVID-19, Mana yang Harus Lebih Dulu Diobati? / Credit: unsplash.com/Olga

Liputan6.com, Jakarta Bagi pasien yang memiliki komorbid atau penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, atau jantung , bukan tak mungkin gejalanya bisa lebih parah saat tengah terinfeksi COVID-19. 

Lantas, mana yang harus lebih dulu diobati ketika penyakit komorbid mengalami keparahan saat terinfeksi COVID-19?

Anggota Kelompok Kerja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), DR dr Fathiyah Isbaniah, SpP(K), MPd, Ked mengungkapkan bahwa dalam kasus seperti itu, COVID-19 maupun penyakit komorbid harus disembuhkan secara bersamaan. Pengobatan yang dilakukan harus keduanya dalam satu waktu.

"Dua-duanya (disembuhkan). Sembari kita mengobati COVID-19, kita juga harus mengobati komorbidnya. Mengobati COVID-19 dengan apa? Terapi. Kita harus tentukan derajat COVID-19," kata Fathiyah dalam webinar bersama Pfizer Indonesia dan PDPI bertema Pasien COVID-19 yang Berpotensi Mengalami Gejala Berat Kini Dapat Mengurangi Rawat Inap dan Risiko Kematian, Selasa (21/3/2023).

Pengobatan COVID-19 Harus Disesuaikan dengan Kondisi Pasien

Selain itu, Fathiyah menjelaskan, pengobatan tersebut harus disesuaikan dengan keparahan yang dialami oleh pasien. Di Indonesia sendiri, pengobatan COVID-19 masih berupa pemberian obat oral, terutama bagi pasien yang tidak mengalami gejala COVID-19 berat.

"Derajat COVID-19 sekarang dibagi dua, berat dan tidak berat. Kalau misalnya pasien tidak berat, berarti kita bisa berikan oral atau intravena. Kalau di Amerika, intravena itu masih dimungkinkan. Pasien disuntik bisa pulang. Jadi kalau di Indonesia pilihan yang tidak beratnya itu oral," kata Fathiyah.

Vaksin COVID-19 Bantu Tak Memperparah Kondisi Bila Terinfeksi Corona

Penyakit Komorbid Bisa Makin Parah Saat Positif COVID-19
Penyakit Komorbid Bisa Makin Parah Saat Positif COVID-19. (pexels.com/Vlada Karpovich)

Lebih lanjut Fathiyah mengungkapkan bahwa COVID-19 yang beredar saat ini memang berbeda dengan yang dahulu. Jika melihat beberapa tahun lalu, COVID-19 yang muncul dapat menimbulkan penyakit lainnya.

"Beberapa waktu yang lalu, COVID-19 itu dapat menimbulkan penyakit lain yang belum pernah ada. Contohnya, pasien awalnya sehat, tidak kena penyakit apa-apa, lalu dia terkena COVID-19, lalu bisa ke stroke, bisa ke jantungnya, bisa ke gagal ginjal," ujar Fathiyah.

"Nah, yang saat ini syukurnya karena sudah ada vaksin, sudah ada daya tahan tubuh dari populasi dunia, jadinya yang kena COVID-19 kebetulan adalah orang-orang yang sedang masuk rumah sakit karena penyakit lain," tambahnya.

Fathiyah memberi contoh salah satu pasien yang sedang masuk rumah sakit dan hendak melakukan operasi. Ketika tes swab PCR dilakukan untuk kewajiban, hasil menunjukkan positif.

"Kalau dulu COVID-19 bisa menyebabkan gangguan pada organ. Kalau yang sekarang ini nyaris tidak terlalu berat. Hanya ditemukan secara kebetulan pada pasien-pasien yang dirawat," kata Fathiyah.

Gejala Berat pada Pasien COVID-19

Webinar Pasien COVID-19 yang Berpotensi Mengalami Gejala Berat Kini Dapat Mengurangi Rawat Inap dan Risiko Kematian bersama Pfizer Indonesia dan PDPI
Anggota Kelompok Kerja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), DR dr Fathiyah Isbaniah, SpP(K), MPd, Ked dan Sekretaris Kelompok Kerja Infeksi PP PDPI, DR dr Irawaty Djaharuddin SpP(K) saat webinar Pfizer dan PDPI, Selasa (21/3/2023)

Fathiyah mengungkapkan bahwa saat ini pasien COVID-19 berat masih ditemui. Namun, umumnya, gejala yang berat terjadi pada pasien yang tidak divaksin ataupun belum melengkapi vaksinnya.

"Memang masih ada kasus-kasus yang ditemukan COVID-19 berat. Tetapi setelah ditelusuri, itu adalah orang-orang yang belum divaksin atau vaksinnya belum lengkap. Itu kelihatan sekali," ujar Fathiyah.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Kelompok Kerja Infeksi PP PDPI, DR dr Irawaty Djaharuddin SpP(K) mengungkapkan bahwa gejala COVID-19 bukan hanya pada gejala paru saja. Ada pula long COVID-19.

"Ada pula yang disebut long covid. Jadi gejala COVID-19 itu yang memanjang meskipun virusnya sudah enggak ada. Tapi masih ada sisa-sisa gejalanya," kata Irawaty.

Long COVID-19 yang Mungkin Terjadi

Potensi Long Covid yang Mungkin Terjadi
Potensi Long Covid yang Mungkin Terjadi. (pexels.com/Edward Jenner)

Irawaty mengungkapkan bahwa long Covid dapat menimbulkan gejala lain, yang mana tidak hanya sesak semata. Melainkan bisa menyebabkan gejala lain seperti sakit kepala, hingga ke jantung.

"Itu enggak hanya di paru saja seperti sesak. Tapi bisa pada gangguan di saraf, gangguan neurologi misalnya sakit kepala. Ada yang misal jantungnya bermasalah. Itu sebabnya mengapa dikatakan COVID-19 memiliki pengaruh dengan organ-organ lain atau bisa menimbulkan penyakit lain," tambahnya.

Irawaty turut mengungkapkan bahwa meski kondisi sudah terbilang aman, kewaspadaan masih tetap diperlukan oleh masyarakat. Mengingat masih ada kelompok rentan di masyarakat.

"Meski dikatakan sudah menurun kejadian COVID-19 ini, kita juga ada vaksinasi, tapi masyarakat kita juga banyak yang punya komorbid atau kerentanan yang kasus-kasus itu justru mudah ditumpangi dengan COVID-19," pungkasnya.

Infografis 6 Cara Dukung Anak dengan Long Covid-19 Kembali ke Sekolah. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 6 Cara Dukung Anak dengan Long Covid-19 Kembali ke Sekolah. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya