Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi IX DPR RI Ansory Siregar menilai aksi damai yang dilakukan oleh 5 Organisasi Profesi Kesehatan yang diikuti tenaga kesehatan dan tenaga medis merupakan bentuk ekspresi dan kepedulian terhadap RUU Kesehatan.
Hal itu disampaikan Ansory terkait aksi damai yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Kesehatan Bangsa (Aset Bangsa) yang menolak pembahasan Omnibus Law RUU Kesehatan di Patung Kuda Pusat, Monas kemarin (8/5/2023) dan bergerak juga ke depan Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Jakarta.
Advertisement
Baca Juga
Lima organisasi yang melakukan aksi damai ini terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Advertisement
Penyusunan RUU Kesehatan Harus Dilakukan Menyeluruh
Menurut Ansory, penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan yang dibahas dengan metode Omnibus Law harus dilakukan secara menyeluruh, teliti.
Tak lupa pula untuk melibatkan pemangku kepentingan terkait (meaningful participation) sehingga tidak ada pengaturan yang luput dan kontradiksi.
“Demonstrasi yang dilakukan oleh para tenaga kesehatan (nakes) dan tenaga medis (nadis) sejatinya bentuk ekspresi dan perhatian para pemangku kepentingan kesehatan terhadap proses pembahasan Omnibus Law RUU Kesehatan,” ujar Ansory dalam keterangan tertulis kepada media, Senin (8/5/2023).
Setop Pembahasan RUU Kesehatan
Pada aksi damai kemarin, Ketua Umum PB IDI Moh. Adib Khumaidi merinci pihaknya menuntut Kemenkes untuk setop pembahasan RUU Kesehatan lantaran beberapa hal.
Salah satunya, IDI menganggap substansi dalam RUU Kesehatan belum mencerminkan kebutuhan dari permasalahan kesehatan yang terjadi di Indonesia.
“Substansi yang ada dalam undang-undang itu belum mencerminkan kebutuhan dari permasalahan kesehatan di Indonesia. Substansinya belum mencapai permasalahan-permasalahan keseluruhan,” ujar Adib di depan Gedung Kemenkes RI Jakarta.
“Kalau kemudian ini dibuat, maka yang terjadi adalah tidak menjadi sebuah jawaban permasalahan penyelesaian masalah kesehatan di Indonesia, itu yang pertama."
RUU Kesehatan Dianggap Terburu-buru
Alasan kedua penolakan RUU Kesehatan ini adalah perancangannya yang dianggap terburu-buru.
“Dalam membuat regulasi itu jangan lah terburu-buru, ini ada nuansa yang kemudian membuat secara buru-buru. Apa yang kemudian menjadi sebuah dasar kepentingan yang ada ini, yang kemudian menjadi pertanyaan dari semua pihak bukan hanya kita tapi juga masyarakat, kenapa harus buru-buru?” lanjut Adib.
Advertisement
Aspirasi IDI Tidak Diperhatikan
Adib pun menegaskan bahwa pihaknya bukan tak mau berdialog, hanya saja IDI merasa aspirasi yang telah mereka sampaikan tidak diindahkan. Hal ini menjadi alasan berikutnya mengapa IDI meminta Kemenkes setop pembahasan RUU Kesehatan.
“Kami bukan tidak mau berdialog, kami tetap ingin berdialog, kami ingin tetap berdiskusi tapi apa yang sebelumnya kami berikan sebagai masukkan ternyata tidak diberikan perhatian," terangnya.
“Ini kemudian mengapa substansi-substansi yang sebenarnya ada di dalam permasalahan kesehatan itu tidak masuk, belum masuk dalam suatu bagian di undang-undang ini. Sehingga kita minta ayo kita duduk bareng kita setop dulu, tunda pembahasan, kita duduk bareng bagaimana menyelesaikan RUU Kesehatan.”
Aksi Damai oleh Tenaga Kesehatan
Kemudian, orang-orang yang turun dalam aksi damai ini adalah dokter dan tenaga kesehatan yang bekerja di lapangan. Artinya, mereka tahu apa saja permasalahan kesehatan di Indonesia.
Demo kali ini bukan aksi terakhir yang dilakukan IDI, lanjut Adib. Ketika para dokter turun, artinya ada hal yang perlu diperhatikan.
“Saat kita turun, berarti ada hal yang perlu diperhatikan. Ini (demo) dilindungi oleh demokrasi, yang tidak melindungi demokrasi adalah ketika ada yang menyatakan pendapat kemudian dilakukan intimidasi, pemecatan, itulah yang tidak sesuai demokrasi," katanya.
RUU Kesehatan Terlalu Dipaksakan
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Banyuwangi juga ikut menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan. Alasannya, RUU itu dinilai syarat akan liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan.
Wakil Ketua IDI Banyuwangi Rezekiyanti menilai RUU Omnibus Law Kesehatan itu terlalu dipaksakan lantaran disusun dengan terburu-buru dan sembunyi-sembunyi.
"Proses penyusuanan dan pembahasan ini telah mencederai demokrasi," kata Yanti, di Kantor IDI Cabang Banyuwangi, Senin (8/5/2023).
Karena dipaksakan, pihaknya menilai banyak masalah dalam RUU tersebut. Salah satunya, soal tak adanya perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.
"Tidak adanya bentuk perlindungan hukum yang nyata bagi seorang dokter, bukan tidak mungkin akan menimbulkan timbulnya pelayanan kesehatan yang tidak optimal bagi pasien, misalnya akan menimbulkan risiko adanya defensive medicine," ujarnya.
Peran Organisasi Profesi Dilemahkan
Peran organisasi profesi juga dilemahkan. Padahal, organisasi profesi memiliki peran penting sebagai 'penjaga gawang'.
Organisasi profesi seperti IDI Banyuwangi, penting bagi dokter untuk melaksanakan profesinya sesuai standar etik dan profesi.
"Profesionalisme dokter hanya dapat ditegakkan dengan mengedepankan etika kedokteran, oleh karena itu organisasi profesi dokter yang tunggal, yaitu IDI sangat diperlukan untuk menjaga dan mengawal profesionalisme dokter Indonesia," pungkas Yanti, dikutip dari kanal Surabaya Liputan6.com.
Advertisement