Liputan6.com, Bandung Tren imunisasi anak di Jawa Barat khususnya di beberapa kota besar ternyata ada yang tidak mencapai 100 persen. Hal ini pun membuat Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat heran lantaran akses masyarakat untuk imunisasi di kota-kota besar seharusnya mudah dijangkau.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Rochady Hendra Setya Wibawa mengatakan, imunisasi anak di Jawa Barat secara umum dapat dikatakan berhasil. Namun, ketika dirunut pada tren di kota besar, maka cakupan imunisasi belum mencapai 100 persen.
Baca Juga
"Imunisasi anak di Jawa Barat berhasil. Ada banyak kabupaten/kota yang lebih dari 100 persen. Tapi memang tadi ada beberapa kabupaten/kota ya seperti Kota Cirebon masih 80 persen," ujar Rochady saat diwawancarai Health Liputan6.com di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Bandung pada Selasa, 16 Mei 2023.
Advertisement
Dokter Anak yang Melakukan Imunisasi Tidak Melapor
Menurut Rochady, sejumlah kota besar yang tidak mencapai cakupan imunisasi anak 100 persen disebabkan data imunisasi yang tidak masuk sehingga anak yang kemungkinan sudah diimunisasi menjadi tidak tercatat imunisasi.
Walau begitu, ia tak merinci lebih lanjut, daftar kota mana saja yang dimaksud.
"Mungkin bisa jadi begini, kita tuh banyak rumah sakit-rumah sakit swasta terutama atau klinik dokter anak. Nah mungkin ini kan kasusnya kita lihat trennya di kota-kota besar yang cakupannya tidak mencapai 100 persen," beber Rochady.
"Itu di kota-kota besar kemungkinan rumah sakit itu atau dokter praktek swasta, dokter anak yang melakukan imunisasi itu tidak melapor sehingga negatif thinking-nya adalah anak tidak divaksinasi."
Tidak Memasukkan Data Anak ke Aplikasi ASIK
Di sisi lain, Rochady Hendra Setya Wibawa melanjutkan, alasan kota-kota besar tidak mencapai cakupan imunisasi anak 100 persen karena kemungkinan data anak tidak dimasukkan ke aplikasi Sehat IndonesiaKu atau lebih dikenal dengan ASIK (Aplikasi Sehat Indonesiaku).
Platform ASIK adalah aplikasi terpusat yang digunakan untuk input data, monitoring data perkembangan pasien untuk seluruh tenaga kesehatan layanan primer.
Direktorat Pengelolaan Imunisasi bersama Digital Transformation Office (DTO) dan Pusdatin Kemenkes RI untuk mendukung terus dan akan mengembangkan ASIK.
"Tapi kalau kita mau positive thinking-nya, ada kemungkinan kayak rumah sakit swasta pasti punya dokter anak, pasti ada waktu atau jadwal imunisasi kan," terang Rochady.
"Pada saat proses imunisasi, mereka mungkin enggak bikin laporan (data imunisasi anak), enggak dimasukin ke ASIK atau laporan secara manual dari rumah sakit."
Pelaksanaan BIAN di Jawa Barat
Pada pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) tahap 2 Jawa-Bali yang masih berlangsung hingga September 2022.
Pelaksanaan BIAN untuk Jawa Barat pada tahap ke-2 telah berlangsung selama 3 minggu pada bulan Agustus 2022.
Berdasarkan laporan manual pelaksanaan BIAN sampai dengan 28 Agustus 2022 cakupan imunisasi pelaksanaan BIAN di Jawa Barat untuk cakupan campak Rubella sebesar 58,5 persen, cakupan OPV sebesar 49,6 persen, cakupan IPV sebesar 47,3 persen dan cakupan DPT-HB-HIB sebesar 42,2 persen.
Cakupan pelaksanaan BIAN bagi 5 Kabupaten/Kota yang cakupannya tertinggi meliputi Kabupaten Majalengka, Kab. Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Subang.
Sementara 5 Kabupaten/Kota yang cakupan BIAN-nya masih rendah, yaitu Kota Depok, Kota Bekasi, Kab. Bekasi, Kota Bandung dan Kota Cimahi.
Advertisement
Imunisasi Rutin Nasional Naik 94,9 Persen
Cakupan imunisasi rutin lengkap nasional perlahan kembali meningkat pasca pandemi COVID-19. Kini sekitar 94,9 persen anak-anak Indonesia telah diimunisasi.
Menteri Kesehatan Budi Gundai Sadikin mengatakan, saat ini Pemerintah terus menggenjot cakupan imunisasi di seluruh pelosok Indonesia.
“Selamat dan terima kasih karena berhasil meningkatkan kembali cakupan imunisasi dari 84 persen di tahun 2019 ke 94,9 persen di tahun 2022. Saya beri nilai bagus, namun ini belum cukup,” katanya saat menghadiri puncak peringatan Pekan Imunisasi Dunia (PID) tahun 2023 di Kantor Kementerian Kesehatan Jakarta pada Minggu (7/5/2023).
Masih Ada Sekitar 5 Persen Belum Imunisasi Dasar Lengkap
Sebab, masih ada sekitar 5 persen atau 240.000 anak-anak Indonesia yang belum mendapatkan perlindungan tambahan dari imunisasi dasar lengkap. Artinya, mereka masih berisiko tinggi terkena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
“5 persen itu masih banyak, kalau kita turun sampai targetnya WHO, yakni 99 persen, artinya masih ada 1 persen atau 48.000 anak yang berisiko tinggi, kalau 99,9 persen masih ada 4.800 anak. Itu kenapa belum sempurna, paling bagus cakupan imunisasi harus mencapai 100 persen,” tegas Budi Gunadi.
Percepatan Imunisasi Perlu Dilakukan
Menkes Budi Gunadi Sadikin menilai percepatan imunisasi perlu dilakukan terutama di Daerah Terluar DTPK serta di daerah-daerah yang cakupan imunisasinya masih rendah. Menurutnya, implementasinya perlu difokuskan pada dua hal.
Pertama, meningkatkan pengetahuan masyarakat utamanya ibu hamil akan pentingnya perilaku promotif preventif melalui pemberian imunisasi rutin lengkap pada anak.
“Jangan buat Imunisasi sebagai program yang eksklusif, harus menjadi gerakan yang sifatnya inklusif. Supaya kepemilikannya ada di seluruh ibu-ibu Indonesia. Bukan kepada gubernur atau bupati tetapi kepada seluruh ibu hamil di Indonesia," terang Menkes Budi.
"Yang dia akan merasa bersalah kalau anaknya tidak di imunisasi. Kalau kita bisa mengedukasi dan meyakinkan ibu-ibu, ini akan menjadi gerakan yang sukses."
Pemerataan Cakupan Imunisasi
Kedua, memeratakan cakupan imunisasi di seluruh pelosok Tanah Air. Logistik imunisasi harus bisa terdistribusi di kurang lebih 7.000 pulau di Indonesia.
“Tugas kita memeratakan pelayanan kesehatan untuk semua masyarakat, tua atau muda, kaya atau miskin. Prinsip kesetaraan itu harus ada. Kita sebagai negara kepulauan, ini tidak mudah. Kita yakin dengan kebersamaan bisa melakukannya,” harap Budi Gunadi.
Advertisement