Karantina Khusus Tuberkulosis Dianggap Memenjarakan Pasien, Begini Respons Kemenkes

Anggapan karantina khusus bagi penderita tuberkulosis (TB) yang disebut 'memenjarakan pasien.'

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 28 Jul 2023, 08:00 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2023, 08:00 WIB
Resmi! Masa Karantina Pelaku Perjalanan Luar Negeri Jadi 3 Hari Dengan Syarat Ini
Ilustrasi anggapan karantina khusus bagi penderita tuberkulosis (TB) justru disebut 'memenjarakan pasien.' (pexels/nandhu kumar).

Liputan6.com, Jakarta Muncul anggapan karantina khusus bagi penderita tuberkulosis (TB) justru disebut 'memenjarakan pasien.' Anggapan ini menyeruak di media sosial selepas pemberitaan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin yang bersiap menyiapkan karantina khusus penderita TB.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi menanggapi, karantina khusus penderita TB ini secara teknis masih disiapkan. Kemenkes sedang menimbang, apakah wajib atau tidak.

Meski begitu, tujuan karantina khusus ini agar penderita tidak menularkan bakteri Mycobacterium tuberculosis penyebab TB kepada orang lain. Semata-mata demi perlindungan terhadap orang di sekitar.

"Sementara ini teknisnya baru kemarin, teknisnya masih disiapkan dulu, apakah wajib atau tidak. Yang pasti ini untuk melindungi orang di sekitarnya tidak tertular," jelas Nadia kepada Health Liputan6.com di Gedung Kemenkes RI Jakarta beberapa hari lalu.

Dikaitkan dengan UU Kesehatan

Sentilan anggapan 'memenjarakan pasien' di atas dikaitkan dengan Pasal 295 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Kesehatan terbaru. Bunyi pasal, yakni Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang merupakan program pemerintah tidak memerlukan persetujuan tindakan.

Merujuk bunyi pasal UU Kesehatan tersebut, warganet berpendapat semestinya pilihan tindakan diagnosis serta pengobatan medis, termasuk tuberkulosis harus atas persetujuan pasien (atau keluarga jika pasien anak kecil atau hilang kesadaran).

Bisa Terjamin Asupan Gizi

Siti Nadia Tarmizi memberikan contoh lain, karantina khusus penderita tuberkulosis ini justru dapat bermanfaat bagi masyarakat yang kesulitan ekonomi. Misalnya, mereka dari kalangan ekonomi sosial ke bawah.

Apabila dipantau dikarantina, maka mereka bisa saja terjamin gizinya. Sehingga tak hanya pemantauan minum obat, melainkan konsumsi makan juga diperhatikan.

"Misalnya, penderita TB berasal dari orang yang sosial ekonomi ke bawah, harus minum obat dengan efek yang berat dan gizi kurang karena tidak makan," terang Nadia.

"TB itu perlu obat, takutnya enggak cukup gizi seimbang, kalau dikasih karantina kan dia terjamin asupan gizi, dapat makan."

Harapan Turunkan Penularan

Cek Kondisi Paru-paru Kini Bisa Melalui Suara Batuk, Begini Caranya
Ilustrasi masa karantina khusus penderita tuberkulosis juga diperhitungkan selama masa infeksius berlangsung. (Pexels/edward jenner)

Masa karantina khusus penderita tuberkulosis juga diperhitungkan selama masa infeksius berlangsung. Dalam hal ini, pada rentang waktu tersebut, penderita TB harus sepenuhnya minum obat sesuai aturan yang ada.

"Karantina khusus ini bener-bener pas di masa infeksius. Tawarannya sih dua pekan sampai dua bulan, tapi teorinya, sepekan sudah tidak menular," Siti Nadia Tarmizi menerangkan.

"Selama itu, dia fokus adjust dengan obat, dapat asupan gizi baik dan diharapkan bisa menurunkan angka penularan."

Sebagian Besar Pasien TB Tak Perlu Karantina Khusus

Sementara itu, dokter spesialis paru konsultan Erlina Burhan menyetujui adanya karantina khusus terhadap penderita tuberkulosis. Namun, ia menekankan, sebenarnya sebagian besar pasien TB tidak perlu di karantina.

"Sebagian besar pasien TB itu sebenarnya tidak perlu dikarantina khusus karena tidak butuh oksigen atau perlakukan khusus," kata Erlina dalam cuitan di akun Twitter pribadinya pada 21 Juli 2023.

Menurut Erlina, Cukup disiplin minum obat, makan teratur dan bergizi serta wajib pakai masker dan menutup mulut dan hidung saat batuk bersin.

Ditujukan untuk Pasien Berat

Adapun karantina khusus, lanjut Erlina, bisa ditujukan untuk pasien berat yang dikhawatirkan bila tidak dikarantina akan menularkan ke banyak orang.

"Pasien berat (termasuk yang resistan terhadap obat) yang secara ekonomi miskin, tidak ada keluarga, dan tidak punya support keluarga. Kriteria pasien seperti ini yang harus dikarantina," ucapnya yang juga Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).

Infografis Selalu Waspada Penularan Covid-19 Melalui Droplet. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Selalu Waspada Penularan Covid-19 Melalui Droplet. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya