Kisah Haru Petugas Kesehatan Haji di Tanah Suci, Melayani Tamu Allah hingga Bertugas 24 Jam Tanpa Henti

Maulia yang didapuk sebagai petugas rawat inap KKHI Madinah tahun 2023 mengatakan, bisa merawat jemaah haji adalah pencapaian karier tertingginya.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 30 Jul 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2023, 10:00 WIB
Jemaah Haji Tertua - Siti Binti Mian
Petugas medis saat memeriksa kondisi kesehatan Siti binti Mian. (Liputan6.com/Muhamad Ali)

Liputan6.com, Jakarta - Menjadi Petugas Penyelenggara Haji Indonesia (PPHI) merupakan kesempatan yang istimewa bagi Maulia Dewi. Maulia yang didapuk sebagai petugas rawat inap KKHI Madinah tahun 2023 mengatakan, bisa merawat jemaah haji adalah pencapaian karier tertingginya.

"Saya sudah berkarier sebagai perawat selama 18 tahun, dan saat inilah pencapaian karier tertinggi saya dengan merawat tamu-tamu Allah SWT," ungkap Maulia, dikutip dari laman Sehatnegeriku.

Ketika menjadi petugas haji melayani tamu Allah di Tanah Suci, Maulia memaknainya sebagai ujian bagi mental, kompetensi, dan semangat juangnya.

Sehari-hari, perempuan yang bekerja sebagai perawat di RSUP Husein Palembang ini mengaku mendapat banyak pengalaman menarik selama bertugas di KKHI Madinah. Salah satunya yakni bertemu dengan jemaah dari Sabang sampai Merauke. Dan ketika berkomunikasi dengan jemaah haji yang dirawat, dia mendapati adanya hungan pertemenan dan persaudaraan.

"Bertugas di sini saya bisa bertemu dengan bermacam-macam jemaah yang berasal dari Sabang sampai Merauke. Menariknya saat berkomunikasi ternyata dia temannya teman saya dan ada juga yang masih ada hubungan famili dengan saya walaupun sebelumnya belum pernah bertemu,” jelas petugas kesehatan haji di Madinah ini. 

Kendala bahasa tidak begitu dirasakannya meski bertugas merawat jemaah haji yang berasal dari seluruh penjuru Tanah Air. Ini karena rekan-rekan petugas kesehatan KKHI Madinah pun berasal dari berbagai daerah di Indonesia sehingga dapat saling membantu jika ditemukan kendala komunikasi dengan jemaah.

Kemudahan itu pun disyukurinya sebagai berkah. "Saya bersyukur bertugas dengan rekan petugas kesehatan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Teman-teman sangat memudahkan untuk menghadapi kendala bahasa dalam perawatan jemaah haji sakit di KKHI." 

 

Teringat Orangtua

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi bidang Kesehatan memastikan kesiapan layanan medis pada operasional puncak ibadah haji di Arafah - Muzdalifah - Mina (Armuzna). (FOTO: MCH PPIH ARAB SAUDI 2023)
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melalui Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi bidang Kesehatan memastikan kesiapan layanan medis pada operasional puncak ibadah haji di Arafah - Muzdalifah - Mina (Armuzna). (FOTO: MCH PPIH ARAB SAUDI 2023)

Ketika merawat jemaah haji lansia, tak dimungkiri Maulia kerap merasa iba. Beberapa kali, dia menangani jemaah berusia 80 hingga 90 tahun yang demensia. Tak urung, Maulia pun teringat akan orangtuanya.

"Melihat kondisinya, sering saya merasa sedih dan teringat orangtua sendiri," ucapnya.

Selama bertugas kurang lebih 3 bulan di Arab Saudi komunikasi dengan keluarga di Tanah Air tetap lancar. Jauh dari keluarga bukan suatu kendala lagi baginya, karena teknologi saat ini sudah canggih sehingga bisa mendekatkan dirinya dengan keluarga.

Maulia mengaku kerap melakukan panggilan video bersama keluarga di Indonesia di waktu senggangnya dari pekerjaan.

Pantang Menyerah dan Kekuatan Doa

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi bidang Kesehatan memastikan kesiapan layanan medis pada operasional puncak ibadah haji di Arafah - Muzdalifah - Mina (Armuzna). (FOTO: MCH PPIH ARAB SAUDI 2023)
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melalui Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi bidang Kesehatan memastikan kesiapan layanan medis pada operasional puncak ibadah haji di Arafah - Muzdalifah - Mina (Armuzna). (FOTO: MCH PPIH ARAB SAUDI 2023)

Semangat pantang menyerah dan siap bertugas 24 jam menjadi kunci keberhasilan sebagai PPIH bidang kesehatan di Arab Saudi. Hal itulah yang menjadi landasaan PJ Elektromedis Daker Madinah Ir Arif Joko Wuryanto, ST.

Joko terpilih menjadi salah satu petugas hari setelah melalui proses panjang mulai dari pendaftaran, tes, nominasi, hingga pelatihan kesehatan haji.

Pria yang sehari-harinya menjadi teknisi Elektromedis Ahli Muda RSJ Sambang Lihum Provinsi Kalimantan Selatan ini mengaku bertugas di Tanah Suci tidaklah mudah. Hal ini karena adanya keterbatasan sarana prasarana dan alat kesehatan bagi jemaah haji. Namun, menurutnya kekuatan doa dan ridha Allah SWT menjadi energi terbesar sehingga bisa memastikan seluruh peralatan kesehatan bisa berjalan lancar demi mendukung pelayanan kesehatan.

"Menjalankan tugas sebagai elektromedis di Arab Saudi pastinya tidak semudah jika berada di Indonesia. Banyak sekali keterbatasan sarana prasarana, hingga sulitnya mencari suku cadang Alkes yang sesuai dengan spesifikasi kami. Namun saya percaya Allah SWT pasti mudahkan jalan saya,” ungkapnya.

 

Harus Pintar Memutar Otak

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi bidang Kesehatan memastikan kesiapan layanan medis pada operasional puncak ibadah haji di Arafah - Muzdalifah - Mina (Armuzna). (FOTO: MCH PPIH ARAB SAUDI 2023)
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melalui Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi bidang Kesehatan memastikan kesiapan layanan medis pada operasional puncak ibadah haji di Arafah - Muzdalifah - Mina (Armuzna). (FOTO: MCH PPIH ARAB SAUDI 2023)

Selama ia bertugas di Arab Saudi, Joko menyampaikan pengalaman uniknya sebagai elektromedis yaitu saat bertugas di puncak haji terutama di Mina. Kondisi di Mina saat itu menuntut seorang elektromedis tidak hanya pintar memperbaiki alat kesehatan, namun juga harus mempunyai kemampuan manajemen perencaaan dan manajemen alat medik.

Selain itu Joko menyampaikan bahwa, saat bertugas di Mina sangat diperlukan keahlian dalam pemeliharaan listrik arus kuat dalam bertegangan tinggi. Hal ini dirasa perlu karena beberapa kali terjadi urgensi sehingga perlu melakukan perbaikan alat dimana alat tersebut tidak boleh dalam keadaan padam saat pelayanan. Jika padam, maka akan berpengaruh pada keselamatan pasien.

“Paling unik yang saya rasakan adalah saat bertugas di Mina saat puncak haji. Kondisi saat itu mendorong kami elektromedis untuk memutar otak terutama untuk memperbaiki alat kesehatan yang butuh untuk digunakan segera. Sempat saya harus memperbaiki oksigen consentrator dalam kondisi tersambung dengan listrik bertegangan tinggi,” ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya