Liputan6.com, Jakarta - Perubahan iklim tak dimungkiri berdampak pada kesehatan, ditandai dengan meningkatnya kasus penyakit seperti Demam Berdarah Dengue (DBD). Diketahui, kasus DBD kini tengah meningkat di sejumlah wilayah.
Terkait hal itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, utamanya Dinas Kesehatan Daerah untuk segera melakukan berbagai upaya dalam mengantisipasi peningkatan kasus.
Baca Juga
Upaya tersebut mulai dari mendorong pemerintah daerah agar menyiapkan sarana dan prasaran di setiap fasilitas kesehatan termasuk mengeluarkan surat edaran perihal kesiapsiagaan peningkatan kasus DBD.
Advertisement
Lalu, langkah berikutnya yang diminta Bamsoet yakni dinkes daerah mulai meningkatkan surveilans kasus dan surveilans faktor risiko terhadap kejadian demam berdarah dengue hingga mengaktifkan lagi Kelompok Kerja Operasional penanggulangan DBD (Pokjanal DBD) pada berbagai tingkat RT/RW, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi.
Bamsoet juga meminta pemerintah daerah melalui dinas terkait kembali mengencarkan sosialisasi edukasi pada masyarakat untuk melaksanakan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M Plus melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik.
"Mengingat pencegahan demam berdarah yang paling efektif dan efisien sampai saat ini adalah kegiatan PSN dengan cara 3M," kata Ketua MPR RIÂ melalui keterangan yang diterima Liputan6.com, Rabu (4/10).Â
Â
Imbau Semua Pihak Ikut Cegah DBD
Ketua MPR RI ini pun mengimbau seluruh pihak, tak terkecuali masyarakat untuk turut peduli dan berpartisipasi dalam upaya mencegah penyebaran DBD. Caranya antara lain dengan menjaga kebersihan lingkungan, melaksanakan PSN minimal di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing, tempat kerja, sekolah hingga tempat ibadah.
"Mengingat perlunya komitmen dan upaya yang luar biasa dari pemerintah daerah, sektor swasta dan peran serta aktif masyarakat untuk bersama-sama dalam melakukan langkah-langkah pencegahan penularan penyakit DBD."
Â
Advertisement
Kemenkes Prediksi Lonjakan Kasus DBD pada Akhir 2023-Awal 2024
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah memprediksi adanya ledakan kasus DBD pada akhir 2023 dan awal tahun 2024. Prediksi ini juga melihat keterkaitan adanya fenomena El Nino yang membawa panas ke darat.
Prediksi yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu ini didukung prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang memperkirakan fenomena El Nino akan memicu cuaca panas ekstrem di Indonesia. Puncaknya, ada di periode Agustus hingga Oktober 2023 dan terus berlanjut hingga awal 2024.
"Kita sebentar lagi, menurut BMKG, puncaknya panas nanti Oktober, lalu Oktober-November sudah mulai hujan dan kasusnya ya kalau liat tinggi itu di akhir tahun," ungkap Maxi saat peluncuran kampanye #Ayo3MplusVaksinDBD di Hotel Raffles Jakarta pada Rabu, 27 September 2023.
"Jadi kemungkinan kita akan naik kasusnya (DBD) itu akan meledak nanti di akhir dan awal tahun. Kita justru waspada di situ. Surat edaran kami sudah dua kali diterbitkan terkait kewaspadaan terhadap DBD dan Kejadian Luar Biasa KLB) di daerah-daerah."
Ada 422 Kematian Akibat DBD Sepanjang 2023
Menurut data resmi dari Kementerian Kesehatan RI, dari awal tahun sampai dengan minggu ke-33 tahun 2023 telah tercatat 57.884 kasus demam berdarah dengue dengan 422 kematian yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
Menghadapi kondisi ini, Kemenkes bersama dengan sektor swasta seperti Takeda telah membangun kerja sama publik dan privat yang kuat serta meluncurkan kampanye #Ayo3MplusVaksinDBD.
Ruang lingkup kerja sama antara tersebut meliputi peningkatan peran serta masyarakat atau pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, penyusunan dan pelaksanaan terkait program koalisi bersama masyarakat menuju nol kematian akibat demam berdarah dengue (zero dengue death 2030).
Kemudian pendekatan terpadu untuk pencegahan dan pengendalian demam berdarah dengue, sinkronisasi data (bridging) dengan SIARVI (Sistem Informasi Arbovirosis), serta peningkatan peran dan kerja sama penentu kebijakan di pusat dan daerah.
Advertisement