Liputan6.com, Jakarta - Kontroversi ekspor kratom masih memanas selepas Menteri Perdagangan RI Zulkifli Hasan merestui permintaan Amerika Serikat (AS). Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan, keran ekspor tanaman kratom dari Indonesia masih terus dibuka hingga saat ini.
Menurut Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Didi Sumedi pada Minggu (22/10/2023), kratom masuk ke dalam jenis komoditas yang bebas untuk diekspor tanpa harus ada Surat Perizian Impor (SPI).
Baca Juga
Sementara itu, Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Barantin Adnan menekankan, Indonesia masih belum diperbolehkan untuk ekspor kratom. Ini karena masih perlunya penelitian khusus dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk memastikan apakah kratom aman dikonsumsi atau tidak.
Advertisement
"Berdasarkan dari BRIN itu bilang dibutuhkan penelitian lebih lanjut soal kratom. Jadi kita menunggu itu karena jangan sampai kita mengiyakan yang satu dengan yang lain. Yang satu memperbolehkan, yang lain tidak. Yang satu bilang narkoba, yang satu tidak masalah, enggak boleh itu," ujar Adnan pada 20 Oktober 2023.
Efek Samping pada Sistem Saraf
Lantas, apa sebenarnya tanaman kratom ini? Kratom adalah tanaman herbal yang masuk dalam kategori New Psychoactive Substances (NPS).
Mengutip informasi Badan Narkotika Nasional (BNN), kratom direkomendasikan masuk kategori Narkotika Golongan I dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penggolongan ini didasarkan pada efek kratom yang berpotensi menimbulkan ketergantungan dan sangat berbahaya bagi kesehatan.
Efek samping daun kratom berbahaya bagi tubuh. Kratom disebut-sebut menimbulkan efek samping pada sistem saraf dan pikiran seperti yang ditimbulkan beberapa jenis narkotika lainnya seperti pusing, mengantuk, halusinasi dan delusi, depresi, sesak napas, kejang, dan koma.
Punya Efek Seperti Opioid
Sudah lebih dari 100 tahun kratom dikenal memiliki sifat psikoaktif, efek seperti opioid digunakan untuk mengobati kecanduan opium ataupun mengurangi withdrawal symptoms.
Kondisi ini merupakan serangkaian gejala fisik dan psikologis yang muncul ketika pecandu obat-obatan atau alkohol berhenti mengonsumsinya.
Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat, kratom menimbulkan halusinasi dan euphoria. Efek kratom tergantung dosis. Yakni:
- 1 - 5 gram: memberi efek stimulan (seperti kokain)
- 5 - 15 gram: memiliki efek seperti opium
- lebih dari 15 gram: kembali muncul efek stimulan
Advertisement
Kratom Belum Diatur di UU Narkotika
Deputi Rehabilitasi BNN RI Riza Sarasvita pada 22 Mei 2023 menyatakan, bahwa kratom belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika sehingga regulasi pemerintah daerah belum bisa membatasi penggunaan kratom.
Maraknya peningkatan penggunaan kratom juga ditandai dengan banyaknya petani tanaman biasa yang beralih menjadi petani kratom. Sebab, hasil dari budidaya kratom dinilai lebih menjanjikan secara ekonomi.
"Padahal, efek samping dari penggunaan kratom sendiri cukup membahayakan. Apalagi jika tidak sesuai takaran. Bahkan Badan Pengawas Obat dan Makanan ((BPOM) RI kini telah melarang penggunaan daun kratom sebagai suplemen atau obat herbal," kata Riza.
Riza menyebut beberapa daerah telah ditemukan adanya penggunaan kratom, antara lain DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kota Cirebon, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Belitung, dan Sulawesi Utara.
Kemudian Jawa barat, Banten, Pasaman Barat, Tulung Agung, Kuantan Singingi, Sukabumi, dan Ogan Komering Ulu Timur.
Regulasi Kratom di Negara Lain
Laporan BNN tahun 2020, terdapat regulasi kratom di beberapa negara lain.
- Sidang Harmonisasi ASEAN di bidang obat tradisional dan suplemen makanan pada 2013 menggolongkan kratom sebagai tumbuhan yang dilarang untuk seluruh bagian tumbuhan karena memiliki efek ketergantungan, euforia, halusinasi, dan toksis terhadap sistem saraf.
- Australia, Malaysia, Myanmar melarang tumbuhan dan atau zat yang memiliki kandungan kratom.
- Denmark, Latvia, Lithuania, Polandia, Rumania, Swedia, Finlandia, Irlandia telah melarang penggunaan kratom.
- Amerika Serikat melegalkan kratom di 43 negara bagian.
- Di Indonesia, Permenkes Nomor 44 Tahun 2019 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika belum memasukkan kratom sebagai Narkotika.
Penggunaan Kratom Terserah Negara Lain
Mendag Zulkifli Hasan merestui ekspor kratom saat menerima kunjungan petani kratom yang tergabung Asosiasi Petani Purik Indonesia (Appuri), delegasi Amerika Serikat (AS), serta asosiasi kratom AS, pada Selasa, 25 Juli 2023.
Kunjungan tersebut merupakan bagian dari US-Indonesia Kratom Trade and Health Summit 2023, serta untuk membahas tindakan pemerintah Indonesia terkait kratom.
Kalimantan Barat merupakan salah satu pemasok kratom terbesar dari Indonesia ke AS. Selain bermanfaat bagi kesehatan dan membantu meningkatkan perekonomian masyarakat Kalimantan Barat, kratom merupakan tumbuhan yang mengandung karbon yang sangat bermanfaat sebagai paru-paru dunia.
Namun baru-baru ini, produsen kratom telah menyatakan "gamang" setelah Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan efeknya sebagai kecanduan dan meminta umpan balik publik.
"Kita ekspor kratom, penggunaanya banyak manfaatnya di negara pengimpor. Saya setuju untuk ekspor. Penggunaannya terserah negara lain. Kalau di dalam negeri tidak boleh oke, tapi ekspor, untuk bikin obat-obatan, itu juga baik untuk medis. Terserah mereka," kata Zulkifli Hasan, Rabu (26/7/2023).
"Kita dapat dolar-nya, menambah devisa negara, serta tanaman kratom ini adalah tanaman karbon. Petani makmur, bisa sekolah, bisa sejahtera. Nanti saya cari caranya."
Diketahui, di AS, daun kratom digunakan sebagai obat rekreasional dan obat jenis opioid atau pereda nyeri yang mudah diaksesi dalam bentuk ekstrak, bubuk, atau suplemen.
Advertisement