Berisiko Tinggi Kanker Paru-Paru, Dokter Sebut 3 Kelompok Ini Perlu Skrining

Pakar Onkologi Toraks RSUP Persahabatan Prof dr Elisna Syahruddin, PhD, Sp.P (K) mengatakan, ada tiga kelompok masyarakat yang berisiko tinggi terinfeksi kanker paru sehingga perlu melakukan skrining.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 29 Nov 2023, 15:00 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2023, 15:00 WIB
Kasus Kanker Paru-paru Meningkat, Kelompok Berisiko Tinggi Disarankan Skrining Sejak Dini
Kelompok berisiko tinggi kanker paru-paru disarankan skrining sejak dini. (pexels/annashvets).

Liputan6.com, Jakarta - Hingga saat ini, kanker paru-paru menjadi jenis kanker dengan kasus kematian tertinggi di Indonesia. Dari 34.783 orang yang terdiagnosis kanker paru, 30.483 di antaranya meninggal dunia.

Pakar Onkologi Toraks RSUP Persahabatan Prof dr Elisna Syahruddin, PhD, Sp.P (K) mengatakan, ada tiga kelompok masyarakat yang berisiko tinggi terinfeksi kanker paru sehingga perlu melakukan skrining.

3 Kelompok Berisiko Tinggi Kanker Paru

Ketiga kelompok yang dimaksud yakni individu usia 45 hingga 71 tahun, perokok aktif atau mantan perokok yang berhenti merokok kurang dari 15 tahun serta perokok pasif.

"Usia 45 sampai 71 kita masukkan dalam program skrining," ujar Elisna dalam diskusi yang digelar Roche Indonesia guna memperingati Bulan Peduli Kanker Paru Sedunia di Jakarta, Selasa, 28 November 2023.

"Kedua, dia itu perokok aktif atau bekas perokok tapi belum sampai 15 tahun berhentinya, termasuk perokok pasif," lanjut Elisna.

Lalu, kelompok berisiko tinggi infeksi kanker paru ketiga adalah individu yang memiliki riwayat kanker paru dalam keluarga.

"Ternyata dari data evidence based itu, kalau di keluarganya punya riwayat kanker paru, dia itu berisiko. Kalau di keluarganya ada (yang) kanker paru, dia lebih rentanm. Makanya harus menskrining dirinya," ungkap Elisna.

Meski demikian, pada kelompok berisiko ketiga tidak berarti faktor keturunan menjadi penyebab seseorang terkena kanker paru.

Beda Skrining dan Deteksi Dini

Terkait skrining, Elisna menjelaskan, ada perbedaan antara skrining dan deteksi dini. Skrining dilakukan pada individu dalam kondisi sehat tetapi memiliki faktor risiko. Sedangkan deteksi dini dilakukan terhadap individu yang telah menunjukkan gejala. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kemenkes Dorong Upaya Deteksi Dini Kanker Paru

Diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI secara aktif mendorong upaya deteksi dini kanker paru pada masyarakat. Deteksi dini terhadap kanker paru-paru akan memudahkan pengobatan yang tepat dan meningkatkan kualitas hidup pasien. 

“Kami telah secara aktif menerapkan transformasi sistem kesehatan, salah satunya dengan mendorong upaya deteksi dini secara terus-menerus. Selain meningkatkan kualitas hidup pasien, upaya ini juga akan memudahkan identifikasi pengobatan yang tepat, sehingga beban pembiayaan perawatan kesehatan dapat tetap dikendalikan,” ungkap Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi.

Nadia mengatakan, saat ini kesadaran masyarakat akan pentingnya deteksi dini sudah semakin meningkat. Hanya saja diakuinya pemahaman tentang pemeriksaan dengan metode imunohistokimia (IHK), terutama bagi pasien kanker paru masih menemui tantangan.

 


Deteksi Dini Kanker Paru Gratis di RSUP Persahabatan

Terkait deteksi dini, Kepala Pelayanan Medik RSUP Persahabatan dr. Erlang Samoedro, SpP(K) mengatakan pihaknya telah bekerja sama dengan Roche Indonesia menyediakan pemeriksaan dengan metode Imunohistokimia secar cuma-cuma bagi pasien. 

“Pemeriksaan molekuler dengan PCR untuk deteksi mutasi gen dan pemeriksaan menggunakan metode Imunohistokimia (IHK) untuk melihat ekspresi protein dapat membantu dalam pemilihan terapi lanjutan yang tepat. Sebagai upaya untuk penegakan diagnosis kanker paru, RSUP Persahabatan bekerjasama dengan Roche Indonesia menyediakan pemeriksaan ALK dan PD-L1 dengan metode Imunohistokimia (IHK) secara cuma-cuma, dan saat ini telah melayani 30–50 pemeriksaan dalam sebulan. Tentunya, pemeriksaan tersebut dapat membantu pasien untuk mendapatkan diagnosis yang terstandar sehingga pengobatan pun lebih cepat dan tepat," jelas Erlang. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya