Liputan6.com, Jakarta - Bir atau segelas anggur dapat menenangkan pikiran pada sebagian orang. Namun, tahukah kamu apa yang dilakukan alkohol terhadap triliunan mikroba yang hidup di usus?
"Seperti banyak ilmu mikrobiom, masih banyak yang tidak kita ketahui," kata seorang dokter-ilmuwan yang mempelajari penggunaan alkohol dan kecanduan di National Institutes of Health, Dr Lorenzo Leggio, seperti dikutip dari Channel News Asia pada Selasa, 13 Februari 2024.
Baca Juga
Meskipun begitu, jelas bahwa mikroba yang bahagia sangat penting bagi pencernaan yang baik, fungsi kekebalan tubuh, dan kesehatan usus. Dan, ketika para ilmuwan mulai menyelidiki bagaimana minuman keras dapat memengaruhi usus, mereka menyadari bahwa berlebihan bisa memiliki beberapa konsekuensi yang tidak menyenangkan.
Advertisement
Lebih lanjut Gastroenterolog di University of California, San Diego, Dr Cynthia Hsu mengatakan bahwa sebagian besar penelitian yang tersedia tentang alkohol dan mikrobiom berfokus pada orang yang minum secara teratur dan berat.
Beberapa penelitian menemukan bahwa orang dengan gangguan penggunaan alkohol, ketidakmampuan untuk mengontrol atau menghentikan kebiasaan minum, sering memiliki ketidakseimbangan bakteri 'baik' dan 'buruk' di usus mereka.
Hsu, mengatakan, ini disebut disbiosis dan umumnya dikaitkan dengan peradangan dan penyakit lebih besar dibandingkan dengan memiliki mikrobiom yang lebih sehat. Peminum berat dengan disbiosis, kata Dr Leggio, juga dapat memiliki lapisan usus yang lebih 'bocor' atau lebih permeabel.
Lapisan usus yang sehat berfungsi sebagai penghalang antara bagian dalam usus ---penuh mikroba, makanan, dan toksin berpotensi berbahaya--- dan bagian tubuh lainnya.
Â
Â
Yang Terjadi Ketika Lapisan Usus Rusak Akibat Alkohol
Ketika lapisan usus rusak, bakteri dan toksin dapat melarikan diri ke dalam aliran darah dan mengalir ke hati. Menurut Hsu, mereka dapat menyebabkan peradangan dan kerusakan hati.
Sementara itu, Hepatolog di Virginia Commonwealth University dan Richmond VA Medical Center, Dr Jasmohan Bajaj, mengatakan, penelitian awal menunjukkan bahwa usus yang tidak sehat mungkin berkontribusi pada keinginan untuk minum alkohol.
Sebagai contoh, dalam studi pada 2023, para peneliti meneliti mikrobiom 71 orang berumur 18 hingga 25 tahun yang tidak memiliki gangguan penggunaan alkohol.
Mereka yang melaporkan lebih sering minum dalam jumlah besar (didefinisikan dengan empat atau lebih gelas dalam sekitar dua jam untuk wanita, atau lima atau lebih gelas untuk pria) mengalami perubahan mikrobiom yang berkorelasi dengan keinginan untuk minum alkohol yang lebih besar.
Studi ini juga menambahkan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa minum dalam jumlah besar dikaitkan dengan penanda peradangan darah yang lebih besar.
Namun, belum ada penelitian yang membuktikan bahwa alkohol menyebabkan disbiosis pada manusia. Keterkaitannya lebih jelas dalam penelitian hewan, tapi dalam penelitian manusia, sulit bagi para peneliti untuk mengendalikan faktor-faktor seperti diet dan kondisi kesehatan lainnya.
Advertisement