Hipertensi yang Tak Diatasi Bisa Sebabkan Kerusakan Organ dan Saraf

Bahaya hipertensi atau tekanan darah tinggi yang tidak diatasi atau diobati maka bisa menyebabkan terjadinya kerusakan organ atau saraf.

oleh Tim Health diperbarui 24 Feb 2024, 07:00 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2024, 07:00 WIB
hipertensi
Ilustrasi cek tekanan darah/Copyright unsplash.com/Mufid Majnun

Liputan6.com, Jakarta Tekanan darah tinggi atau hipertensi dapat merusak organ tubuh dan syaraf selama bertahun-tahun sebelum ditemukan adanya gejala lebih lanjut. 

“Tanpa disadari, hipertensi bisa merusak organ selama bertahun-tahun sebelum ada gejala. Apabila tidak diobati, hipertensi dapat menyebabkan disabilitas,” kata dokter spesialis saraf Eka Harmeiwaty.

Ketika kualitas organ tubuh menurun maka kualitas hidup pasien pun jadi memburuk. Penderita hipertensi yang sudah sangat kompleks dapat terkena gangguan kognitif hingga demensia. Penyebabnya yakni kerusakan endotel pada pembuluh darah akibat berkurangnya aluran darah sehingga suplai oksigen dan nutrien tidak cukup dan menurunkan neurotransmiter yang menyebabkan kerusakan sel neuron.

 Hipertensi bahkan mampu menyebabkan kematian karena kerusakan organ target seperti otak, jantung dan ginjal. 

“Pasien yang pernah mengalami stroke berisiko menjadi demensia yang dikenal dengan demensia vaskular. Selain berdampak langsung pada susunan syaraf, hipertensi juga bisa terjadi akibat komplikasi hipertensi pada organ lain yang terjadi lebih dulu seperti atrial fibrilasi, infark miokard dan gagal jantung,” ujarnya. 

Sementara terkait dengan dampaknya terhadap kerusakan susunan saraf, dokter yang bekerja di Rumah Sakit Harapan Kita itu mengatakan hipertensi dapat menyebabkan Transient Ischemic Attack (TIA) atau stroke minor yang terjadi karena terganggunya aliran darah ke otak dalam waktu singkat akibat adanya penyumbatan di pembuluh darah.

“Menurut berbagai penelitian hipertensi ditemukan pada 60-70 persen kasus stroke. Hipertensi akan menyebabkan kerusakan endotel dinding pembuluh darah arteri yang akan menginisasi proses atherosklerosis,” ucapnya mengutip Antara.

 

Stroke Iskemik

Menurut dia dinding pembuluh darah akan rusak dan mempermudah partikel untuk saling menempel dan membentuk plak yang terkadang bersifat tidak stabil dan sewaktu-waktu bisa lepas menuju distal. Sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah yang berujung terjadinya penyempitan lumen pembuluh darah. 

“Kedua kondisi ini akan menyebabkan aliran darah ke otak terganggu dan terjadilah stroke iskemik. Selain menyebabkan penyumbatan aliran darah, hipertensi juga menyebabkan terjadinya pendarahan di otak, lipohialonosis pembuluh darah arteri berukuran kecil, sehingga menipis dan pecah,” kata dia. 

Upaya Preventif

Eka mengingatkan masyarakat yang memiliki hipertensi untuk menurunkan tekanan darah sesuai target yang telah ditentukan. Lalu, mengontrol variasi kenaikan tekanan darah dalam waktu 24 jam, terutama di pagi hari dengan melakukan intervensi gaya hidup dan medikamentosa. 

Kemudian bila terjadi stroke, harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas yang memadai. Sebab pada kasus stroke iskemik, akan dilakukan trombolisis intravena (IVT) dalam kurun waktu empat jam tiga puluh menit setelah waktu emas penanganannya. 

Sementara pada kasus pendarahan kecil perlu dilakukan tindakan konservatif dan untuk pendarahan yang luas dibutuhkan tindakan operasi untuk mengevakuasi pendarahan. Eka menyatakan jika dibutuhkan, pasien bisa saja dipasang drainage (VP shunt). 

“Bagi pasien hipertensi yang mengalami gangguan kognitif dan demensia harus mendapat terapi khusus termasuk berbagai latihan dengan tujuan memperlambat penurunan fungsi dan memperbaiki kualitas hidupnya,” kata Eka.

 

Infografis Journal
Fakta Olahraga Dapat Membantu Gangguan Kesehatan Mental (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya